Home / Lain / PESUGIHAN GUNUNG SEMERU / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of PESUGIHAN GUNUNG SEMERU: Chapter 121 - Chapter 130

143 Chapters

Bab 121

Wanita yang baru menyelesaikan shalatnya itu segera memanjatkan doa untuk keselamatan Putri semata wayangnya. Gadis yatim yang selama ini menjadi penenang jiwanya. "Ya Allah, engkaulah sebaik-baiknya pelindung, maka hamba mohon lindungilah Putri hamba dimanapun dia berada," lirih wanita paruh baya itu di akhiri dengan beberapa doa-doa mustajab sebelum ia mengakhiri dengan amin. Tok! Tok! Suara ketukan pintu itu hampir tidak terdengar. Karena riuh rame suara hujan yang beradu dengan atap yang terbuta dari seng di rumah Rani. Bergegas wanita paruh baya itu melepaskan kerudung yang ia kenakan dan berjalan menuju ke arah pintu. Sesaat ia melirik jam yang tergantung pada dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. "Siapa malam-malam begini bertamu ke rumah," tutur wanita itu seraya membenarkan kerudung yang ia kenakan sebelum akhirnya membuka pintu. "Rani!" ibu Rani n
Read more

Bab 122

Jakarta ... Zaki dan Dimas akhirnya menceritakan semua yang terjadi kepada dosen pembimbing mereka. Dengan berlinang air mata, Zaki dan Dimas menceritakan kejadian demi kejadian yang mereka alami selama di Ranu Pani. Lelaki bertubuh tambun yang berdiri di hadapan Zaki dan Dimas mendengus berat, wajahnya nampak terlihat sangat sedih sekali mendengar cerita para mahasiswa tersebut. "Baiklah, bagaimana kalau nanti siang kita datang ke rumah ibunya Rani. Beliau sepertinya belum tahu tentang kabar ini," tutur Dosen itu menatap kepada Dimas dan Zaki secara bergantian. Zaki dan Dimas tidak menjawab, beberapa saat mereka saling bersitatap. "Baiklah, Pak?" lirih Zaki kemudian. "Oh, iya, lalu sekarang Yuda ada di mana? Sepertinya kita perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada anak itu," tutur lelaki bertubuh tambun menatap pada Zaki. "Entahlah, Pak, kami berdua tid
Read more

Bab 123

Bendera kuning sudah terpasang di depan rumah Rani. Beberapa pelayat pun sudah hampir memenuhi rumah sederhana itu. Para teman-teman Rani datang silih berganti untuk mengucapkan bela sungkawa atas kepergian Rani pada keluarganya. Wanita dengan kerudung berwarna coklat itu hanya terdiam, airmatanya telah mengering karena terus menangis. Sorot matanya menatap pada peti berwarna putih yang ada di hadapannya. Tidak ada yang diperbolehkan untuk membuka peti itu, karena kondisi jasad Rani yang sudah rusak. Sekalipun keluarga terdekat. "Bu, jenazah Rani akan di kebumikan!" bisik Zaki yang datang menghampiri Ibu Rani. Wanita paruh baya itu menarik tubuhnya ke dekat peti. "Pergilah yang tenang Nak, ibu baik-baik saja, ibu ikhlas!" bisik ibu Rani pada peti jenazah putrinya, suara berat itu terdengar menyayat hati. Seorang wanita menarik tubuh wanita paruh baya itu dari dekat peti Rani. Kemudian beberapa lelaki
Read more

Bab 124

Yuda tercekat, menatap dengan seksama lelaki yang berada di hadapannya. Tubuhnya menggigil ketakutan, pemuda itu memundurkan beberapa langkah kakinya kebelakang, sorot matanya seksama memperhatikan lelaki yang berdiri di hadapannya. "Ada apa, Yud? Jangan bilang kamu mau meninggalkan aku!" cetus lelaki berkumis putih itu dengan nada mengejek. Semburat senyuman sinis tersungging dari kedua sudut bibir lelaki asing itu.  "Si-siapa kamu?" ucap Yuda terbata.  Lelaki itu kembali tergelak, "Yuda, Yuda, kamu tidak akan pernah bisa pergi dariku," cetus lelaki itu. Yuda semakin bingung bercampur penasaran. Menatap ketakutan pada lelaki yang berada di hadapannya. "Yuda, Yuda, kamu benar-benar tidak mengenaliku!" Lelaki itu terkekeh. Mulutnya membaca mantra dan beberapa saat kemudian sapuan angin berhembus kencang. Yuda hampir terjungkal, saat angin berputar-pu
Read more

Bab 125

"Tidak!" teriak Yuda melempar koper berisi kepala manusia itu. Bergegas Yuda turun dari dalam mobil dengan jantung memburu. Nafasnya menderu, ketakutan. Yuda menyapu pandangannya ke sekeliling hutan. Pemuda itu justru semakin ketakutan. Suara lolongan anjing saling bersahutan di seluruh penjuru hutan membuat suasana semakin mencekam. "Om Parlin!" teriak Yuda. Keringat membahasi kening lelaki itu. Beberapa kali Yuda menyeka keringat yang membasahi pelipisnya, sorot matanya waspada memperhatikan ke sekeliling dengan wajah ketakutan. Srek ... Srek .... Suara benda yang diseret membuat Yuda melonjak ketakutan. Yuda menggeser tubuhnya ke dekat pintu mobil. Sesekali ia mengintip dari kaca mobil, kepala manusia yang berada di dalam koper pak Parlin masih tergeletak pada bangku belakang mobil dengan mata melotot dan mulut mengangah. "Aduh ...! Bagaimana ini!" lirih Yuda semakin ketakutan
Read more

Bab 126

Suara tangisan terdengar menyayat hati. Zaki menyapu pandangannya ke sekeliling mencari sumber arah suara. Pekat malam yang semakin mencekam meramunkan pandangan. Sementara gerimis terus berjatuhan dari langit gelap. Hu ... Hu ... Zaki menyeret langkah kakinya masuk ke dalam hutan. Suara tangis yang mengema semakin terdengar jelas. Lelaki bertubuh atletis itu terus mengikuti sumber arah suara tangisan dan suara itu terhenti pada seorang wanita yang terduduk di bawah pohon besar dengan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang dipeluk, seperti orang yang sedang ketakutan. "Hay, siapa kamu?" tanya Zaki perlahan mendekati wanita berambut panjang yang duduk di bawah pohon. Helaian rambut itu menutupi bagian depan wajahnya, hingga Zaki tidak dapat melihat wajah wanita itu. Gadis itu terus menangis, seolah tidak mendengar panggilan Zaki. Zaki pun semakin penasaran, lelaki itu berjalan semakin m
Read more

Bab 127

Zaki mengerjap bangun, nafasnya memburu dengan dada bergerak naik turun. "Hanum! Hanum! Hanum!"Hanya nama itu yang keluar dari bibir Zaki. Satu tangan Zaki meremas kuat rambutnya hingga berantakan. Kemudian menyapu pada wajahnya. "Apakah tadi itu hanyalah mimpi!" desis Zaki dengan wajah berpikir. Bayangan itu benar-benar nyata.Beberapa saat Zaki hanya terdiam, satu tangannya mengusap lembut pada dadanya yang bergemuruh dan terasa begitu sakit sekali. "Hanum!" lirih Zaki dengan butiran bening yang membahasi pipinya. Lelaki itu terisak, mimpi itu seperti nyata._____Alunan musik melow menjadi lagu yang menemani perjalanan Zaki dan Dimas untuk menjemput Angga di rutan. Setelah penyelidikan dan bukti-bukti yang dikumpulkan, akhirnya Angga dinyatakan bebas dari kasus pembunuhan Siska."Aku tidak menyangka jika Yuda akan senekat itu. Aku kira Yuda adalah pria yang pendiam dan baik hati. Ternyata aku salah, di dalam kediaman Yuda menyimpan b
Read more

Bab 128

"Hahaha .... Apakah kamu pikir aku akan membiarkan kamu menipuku, Yuda!" desis Pak Parlin menatap sinis kepada Yuda yang masih terombang-ambing di bibir jurang.  "Ampun, Om, ampun!" Suara teriakan Yuda menggema. Lelaki itu nampak sangat ketakutan. Beberapa kali, Yuda melihat ke bawah jurang yang gelap gulita, hanya suara gemericik air yang terdengar mengalir deras  "Maaf katamu, semudah itu aku harus memaafkan penghianat seperti kamu!" pekik Pak Parlin menarik tubuhnya berdekat pada bibir jurang. Sorot matanya tajam menatap pada Yuda yang meramun. "Om, tolonglah aku! aku benar-benar tidak berniat untuk mencuri uang itu, Om!" bujuk Yuda. Darah segar mengalir pada pergelangan tangannya, luka pada telapak tangan lelaki itu terlihat semakin parah. Uratnya pada pergelangan tangannya memegang dan menonjol. "Kamu tidak mencuri? Lalu apa artinya uang yang berada di dalam koper kamu itu, Yuda?" sent
Read more

Bab 129

"Kurang ajar!"  Pak Parlin memundurkan beberapa langkah kakinya menjauh dari pintu kamar mandi. Beberapa bangkai tikus yang berada di dalam kamar mandi membuat perut Pak Parlin semakin terasa mual. Seekor kucing hitam dengan lahap memakan bangkai tikus tangkapannya. Bruak! "Meong ...!" Pak Parlin membanting kasar' pintu kamar mandi. Lelaki itu bergegas melangkahkan kakinya menuju pintu kamar karena sudah tidak tahan dengan bau busuk. "Rumah ini benar-benar sudah sangat tidak layak di huni!" monolog Pak Parlin kesal menuruni anak tangga. "Tapi tidak ada pilihan lain selain aku harus tinggal di rumah ini. Agar aku masih bisa terus mengawasi gerak-gerik rumahku sendiri," gumannya. Cuih! "Perutku rasanya mual sekali!" gerutunya kesal. Suara sirine mobil polisi terdengar berhenti di depan rumah Parlin. Dengan langkah
Read more

Bab 130

Pak Parlin menyeret tubuhnya duduk pada bibir ranjang. Kemudian membuka tiap lembar buku diary milik Indah. Motif bunga pada bagian sampul buku, menunjukkan sebuah kelembutan pada sang pemiliknya. Tidak ada hal yang menarik dalam setiap lembaran awal buku diary tersebut. Hanya tentang rasa cinta yang bergelora. Mulai halaman tengah buku, gejolak kehidupan Indah' sepertinya baru di mulai. Tentang keinginan yang memiliki keturunan dan beberapa kali ia selalu mengalami keguguran. "Sudah tiga minggu aku terlambat datang bulan. Aku yakin kali ini pasti aku sedang hamil. Meskipun aku masih ragu untuk melakukan tes kehamilan, tapi hatiku menyakini bahwa kini ada kehidupan di dalam rahimku."  Tulis dalam lembaran yang sudah mulai kusam diikuti gambar ulasan senyuman. Pak Parlin membuka halaman buku diary Indah berikutnya. Tidak ada tulisan di dalam lembaran, hanya ada sebuah gambar makhluk menyeramkan berbulu lebat. Pak Parlin mengernyitkan dah
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status