Beranda / Lain / PESUGIHAN GUNUNG SEMERU / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab PESUGIHAN GUNUNG SEMERU: Bab 91 - Bab 100

143 Bab

Desahan Di kamar Siska

Perlahan Rani turun dari atas ranjang, saat suara ketukan yang terdengar memburu itu berhenti. Jantung Rani seperti hampir terlepas dari tempatnya. Dengan berat, Rani melangkahkan kakinya menuju pintu dan perlahan menarik gagang pintu kamar. "Hanum!" Rani terkejut melihat Hanum sudah berdiri di luar pintu kamar. Membawa sebuah mangkuk di tangannya dengan kepulan asap putih di udara. "Mau kemana, Ran?" Hanum buru-buru menyerobot masuk, tangannya merasa sangat kepanasan.  "Aku- tidak! Aku hanya ingin melihat kamu saja, kenapa lama sekali!" jawab Rani seperti orang yang sedang kebingungan kemudian mengakhiri kalimatnya dengan wajah meringis. Rani memutar tubuhnya mengikuti langkah Hanum menuju nakas. "Kamu tahu, selain Pak Parlin itu baik, dia juga dermawan loh. Lihatlah, dia memberikan aku gratis nasi dan semangkuk mie rebus," ucap Hanum berbinar. Ia mengaduk-aduk makanan yang
Baca selengkapnya

Belatung Di Dalam Mangkok

Rani dan Dimas melangkahkan kakinya semakin mendekat ke arah pintu kamar Siska yang tertutup. Suara desahan itu semakin keras terdengar. Tangan Rani menyentuh gagang pintu kamar. Sorot matanya menatap kepada Dimas seperti meminta dukungan. Perlahan Rani hendak memutar gagang pintu kamar itu dan .... "Kalian!" cetus suara seseorang. Dimas dan Rani tergeragap saat melihat Pak Parlin tiba-tiba muncul di belakang punggung mereka.  "Bapak!" cetus Rani dengan jantung berdegup sangat kencang. Dug! Dug! "Apa yang sedang kalian lakukan?" seloroh Pak Parlin menjatuhkan tatapan penasaran pada Rani dan Dimas secara bergantian. Seketika itu juga suara desahan yang berasal dari kamar Siska pun menghilang. "Kami, kami hanya ingin meminjam buku catatan milik Siska," dusta Dimas, keringat dingin bercucuran membasahi tubuh Dimas yang menggigil karena
Baca selengkapnya

Hanum Sekarat

"Kamu merasa aneh nggak dengan sikap Mas Angga?" tanya Rani dengan nada berbisik kepada Dinas saat mereka berjalan menuju ke rumah Pak Parlin. Dimas sekilas melirik pada lelaki bertubuh tinggi besar yang berjalan mendahului mereka. "Iya sih, tidak seperti biasanya Angga bersiap manis sama Siska. Apalagi saat tahu jika Siska bukalah wanita baik-baik." Sttt! Rani meletakkan jari telunjuknya ke dekat bibir. Netranya membulat pada Dimas, takut jika Angga mendengar pembicaraan mereka. Sesaat Rani dan Dimas mendengus lega, melihat Angga sepertinya tidak mendengar percakapannya mereka. "Ran, apa jangan-jangan lelaki yang berada di kamar Siska semalam itu adalah Angga ya, Ran?" Wajah Dimas menatap curiga kepada Rani. Rani tidak bergeming, membalas tatapan Dimas dengan wajah berpikir. "Apa mungkin ya, Dimas," seloroh Rani setelah beberapa saat terdiam. "Bisa jadi, Ran
Baca selengkapnya

Selendang Berwarna Kuning

"Hey, siapa kamu?" teriak Rani.  Bayangan seseorang itu menghilang sangat cepat sekali. Rani yang penasaran berlari cepat menuju rumah yang berada di seberang jalan. Mengintip dari celah-celah pagar yang dibuat seperti jeruji besi itu. Rani tidak dapat melihat apapun. Semua pintu rumah itu tertutup dengan rapat. Tapi dirinya sangat yakin sekali jika ada seseorang yang masuk ke dalam rumah itu. Rani melihat pada sebuah pas bunga anggrek yang memang terjatuh di samping pintu pagar. Tanahnya berhamburan keluar dari dalam dalam pot yang sudah hancur. "Rani!" Panggil Dimas membuat Rani terkejut. Gadis itu segera menoleh ke arah Dimas yang berdiri di depan rumah Pak Parlin.  "Sedang apa kamu di situ, Ran?" tanya Dimas mengeryitkan dahi, penasaran. Rani diam, sepersekian detik ia masih mengintip dari balik pagar rumah kosong di depan rumah Pak Parlin untuk menuntaskan rasa pen
Baca selengkapnya

Mulai Curiga

"Ayo cepat, Dim!" gerutu Rani yang berdiri di ambang pintu kamar. Satu tangan Rani memegangi gagang pintu yang masih terbuka sedikit. "I-iya, Ran!" Dengan gugup Dimas segera menutup lemari dan berjalan cepat menuju Rani. "Maaf Ran, sudah membuatmu menunggu!" ucap Dimas pada Rani. Sepanjang perjalanan menyusuri kampung Ranu Pani wajah Rani terlihat murung. Terlihat sekali jika gadis itu sedang memikul banyak beban. Begitu juga dengan Dimas, ingin sekali lelaki itu secepatnya meninggalkan kampung misterius itu dan kembali ke Jakarta. Akan tetapi tugas kuliah yang harus ia selesaikan membuat Dimas mengurungkan niatnya. "Dim!" "Ran!" Panggil mereka secara bersamaan. Saling menatap satu sama lain. "Kamu saja duluan Ran, yang ngomong!" ucap Dimas. "Kamu merasa ada yang aneh nggak di kampung ini?" Rani melirik pada Dimas.&nb
Baca selengkapnya

Bab 96

Tanpa sepengetahuan Pak Parlin Rani membuang makanan pemberiannya. Di dalam otaknya masih terpatri, jika sakit yang Hanum alami adalah karena makanan pemberian dari Pak Parlin. "Ran, ngapain?" seru Dimas membuat Rani terkejut. Satu tangan Rani dengan cepat membolak-balikkan sampah yang berada di dalam tong besar yang ada di depan rumah Pak Parlin. Tentunya agar Dimas tidak mencurigainya apa yang sedang ia lakukan. "Tidak, Dim, aku hanya sedang ingin membakar sampah saja!" kilah Rani segera menyalakan korek api dan membakar sampah yang berada di dalam tong besar itu. "Oh!" Dimas membulatkan mulutnya membentuk huruf O. Sesaat sorot mata mereka tertuju pada api yang perlahan berkobar dan menyala-nyala. Dimas yang baru teringat sesuatu beringsut mendekat pada Rani. "Ran, aku menemukan ini di bawah ranjang Yuda." Dimas menyodorkan sebuah kertas pada Rani. Sesaat g
Baca selengkapnya

Bab 97

Angga dan Dimas sudah kembali. Namun, kedatangan mereka tak lantas membawa kabar bahagia. Kondisi Hanum masih tetap sama. Sekalipun sudah melewati masa kritis, tapi Hanum belum sadar sepenuhnya. Angga menghela nafas panjang, menyapu pandangannya pada wajah teman-teman yang kini sedang berkumpul di depannya. "Kita doakan semoga Hanum segera lekas pulih dan kembali seperti sedia kala," ucap Angga dengan nada bergetar seperti menahan tangis. Siska yang melihat Angga berdecak kesal, membuang tatapannya dari Angga. Sementara Zaki, lelaki tempramental itu hanya tertunduk lesu, tidak dapat menyembunyikan rasa kesedihannya. "Sis, bagaimana dengan tugas kamu? Semua aman kak?" seloroh Angga menatap pada Siska. Gadis itu tergeragap, segera ia mengalihkan tatapannya kepada Angga. "Sudah, semuanya lancar!" balas Siska. Suara derap langkah berjalan cepat ke halaman depan r
Baca selengkapnya

Bab 98

Suara tangisan terdengar dari luar rumah Pak Parlin. Jantung Rani berdegup semakin kencang, benaknya terus menerka kejadian apa yang membuat teman-temannya menangis seperti itu. "Assalamualaikum!" salam Rani dengan suara bergetar, menyapu pandangannya teman-temannya yang sedang di landa kesedihan. "Ran, kamu dari mana?" tanya Angga, lelaki gagah itupun nampak sedih. Jejak air mata masih ketara begitu jelas pada pipinya. Apalagi dengan Zaki, lelaki itu terduduk di atas lantai, menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut, satu tangannya menutupi wajahnya yang tertunduk. Hari ini lelaki itu nampak sangat menyedihkan sekali. "Dim, ada apa ini?" Batin Rani semakin bertanya-tanya, lelaki berkacamata itupun masih nampak terisak, tentang luka apa yang sedang menggores hatinya saat ini dan membuatmu menangis. "Hanum, Ran, Hanum!" Dimas menatap Rani berkaca-kaca. "Ha
Baca selengkapnya

Bab 99

Suara tangisan itu sayup-sayup masuk dalam indra pendengaran Dimas. Perlahan lelaki yang tertidur itu pun tersadar. Sesaat Dimas mengerang dan merubah posisi tidurnya. Seketika Dimas tergeragap, saat menyadari sosok wanita yang sama tengah terduduk di sudut kamarnya. Dari sorot kemuning lampu jaga, Dimas dapat melihat wanita itu dengan jelas.Jantung Dimas bertalu-talu, lelaki itu menarik tubuhnya ke ujung ranjang. Tubuhnya gemetaran, ketakutan."Si-siapa kamu?" lirih Dimas dengan nada terbata. Satu tangannya terulur ke arah sosok wanita yang terduduk di pojok ruangan yang sedari tadi terus menangis.Hu ... Hu ... Hu ...Wanita yang menenggelamkan wajahnya itu semakin tergugu, menangis tersedu-sedu. Bahunya bergerak naik turun membersamai isakan.Beberapa saat Dimas hanya menatap penuh ketakutan pada wanita yang tak menjawab pertanyaannya. Kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memastikan bahwa dua prajurit yang kerap kali menerornya itu
Baca selengkapnya

Bab 100

Angga duduk termenung di pos ronda yang berada di depan rumah Pak Parlin. Begitu juga dengan Zaki yang nampak termenung. "Sepertinya kamu salah memilihkan tempat untuk kita semua!" tutur Zaki dengan tatapan menerawang jauh. "Benar apa yang kamu bilang, ini adalah kesalahanku!" Angga tertunduk lesu. Satu tangannya menyentuh pada pelipis lalu memijatnya pelan. Sesaat kemudian suasana berubah menjadi hening. Wajah datar Zaki menggambarkan kesediaan yang amat dalam. "Lalu apa yang akan kamu lakukan?" seloroh Zaki melirik pada Angga. "Entahlah!" Angga mengangkat wajahnya menapa pada rumah kosong yang berada di depan rumah Pak Parlin. "Kita tidak mungkin mengakhirinya sekarang. Karena sebentar lagi semua tugas kita akan selesai. Hanya tinggal beberapa hari saja," ucap Angga menoleh ke arah Zaki, pemuda gagah itu nampak bimbang. Zaki mendengus berat. "Sebenarnya apa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status