Angga duduk termenung di pos ronda yang berada di depan rumah Pak Parlin. Begitu juga dengan Zaki yang nampak termenung.
"Sepertinya kamu salah memilihkan tempat untuk kita semua!" tutur Zaki dengan tatapan menerawang jauh.
"Benar apa yang kamu bilang, ini adalah kesalahanku!" Angga tertunduk lesu. Satu tangannya menyentuh pada pelipis lalu memijatnya pelan.
Sesaat kemudian suasana berubah menjadi hening. Wajah datar Zaki menggambarkan kesediaan yang amat dalam.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" seloroh Zaki melirik pada Angga.
"Entahlah!" Angga mengangkat wajahnya menapa pada rumah kosong yang berada di depan rumah Pak Parlin. "Kita tidak mungkin mengakhirinya sekarang. Karena sebentar lagi semua tugas kita akan selesai. Hanya tinggal beberapa hari saja," ucap Angga menoleh ke arah Zaki, pemuda gagah itu nampak bimbang.
Zaki mendengus berat. "Sebenarnya apa
Subuh buta Zaki sudah kembali dari pasar. Lelaki itu harus berjalan cukup jauh untuk mendapatkan kendaraan umum yang bisa membawanya ke pasar. Semua barang persediaan sudah habis tidak tersisa dan terpaksa Zaki harus melakukan pekerjaan itu karena tidak ada lagi orang yang bisa ia minta pertolongan.Dengan menenteng dua kantong plastik besar yang berisi barang-barang kebutuhan sehari-hari, sebuah pemandangan mengalihkan tatapan Zaki saat lelaki itu hendak masuk ke halaman rumah Pak Parlin."Siapa itu?" desis Zaki melihat seorang wanita tengah mencakar-cakar tangannya pada tahan di halaman rumah kosong yang berada di depan rumah Pak Parlin.Zaki berjalan mengendap-endap mendekat ke arah pagar. Dari sela-sela pagar Zaki bisa melihat wanita dengan daster sedang menggali tanah sedalam siku dengan tangannya di halaman rumah kosong itu."Siapa wanita itu?" batin Zaki penasaran.Zaki me
"Mas Angga!" semburat senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Siska saat melihat Angga keluar dari dalam kamarnya. Gadis itu merapikan sedikit almamater yang ia kenakan, kemudian mempercepat langkah kakinya menghampiri Angga."Mas Angga!" seru Siska memasang wajah secantik mungkin di depan Angga.Angga menghentikan langkah kakinya, sesaat menoleh ke arah Siska yang sedang melambaikan tangan kepadanya."Ada apa, Sis?" tanya Angga.Sepersekian detik Siska nampak mengatur nafasnya yang tersengal. Sepatu tinggi yang ia kenakan membuat betis gadis itu sedikit pegal. Karena tak biasanya Siska menggunakan sepatu seperti itu. Kecuali jika ia ingin di lihat cantik oleh orang yang ia sukai."Mas Angga mau kemana?" tanya Siska ramah."Aku masih ingin meneruskan pencarianku!" jawab Angga datar.Siska tidak bergeming, sorot matanya tidak berkedip
Rani meradang, melihat Yuda mengacuhkannya. Bergegas Yuda pergi meninggalkan kamar Pak Parlin seperti orang yang sedang ketakutan."Yud!" panggil Rani lagi, tapi Yuda sama sekali tidak menoleh ke arahnya.Rani mendengus berat, sesaat ia berdecak kesal menatap ada kepergian Yuda. Rani menoleh ke arah lemari besi yang ada di dalam kamar Pak Parlin, sepertinya Pak Parlin sedang menyembunyikan sesuatu di dalam lemari itu. Perlahan Rani menyeret langkah kakinya mendekat ke arah lemari. Namun, suara derap langkah kaki yang berjalan' mendekat menghentikan langkah Rani."Ada Siska!" cetus Rani saat melihat Siska yang hendak naik ke atas tangga menoleh ke kamar Pak Parlin yang terbuka. Bergegas Rani bersembunyi di bawah kolong ranjang saat Siska berjalan cepat ke arah kamar itu. Wajah gadis itu nampak sangat penasaran.Suara derap langkah kaki Siska terhenti di depan pintu kamar Pak Parlin. Rani dapat melihat
Rani terus berlari saat menyadari Pak Parlin dan Yuda menyadari kehadirannya sedang mendengarkan pembicaraan mereka. Gadis itu berlari menaiki anak tangga menuju lantai atas dengan sangat ketakutan.Bruakk!Rani terjatuh saat menaiki tangga kedua menuju lantai atas. Tubuh gadis itu tergelincir jatuh di bahwa anak tangga."Ha ... Mau kemana kamu gadis kecil!" desis Pak Parlin menampakan seringainya. Berjalan mendekat ke arah Rani.Rani hendak bangkit, namun sepertinya kakinya terkilir. Dengan jantung bergemuruh, Rani menarik tubuhnya menjauh dari Pak Parlin dan Yuda yang berjalan semakin mendekat ke arahnya."Jangan Pak, jangan!" lirih Rani dengan wajah ketakutan. Peluh membahasi pelipisnya yang menegang."Apa yang sudah kamu dengar, Rani?" ucap Yuda menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sinis. Kemudian wajah lelaki itupun nampak menyeramkan.
Wanita dengan rambut berantakan itu berjalan menuju ke arah pintu. Sorot matanya tajam, satu tangannya semakin mengeratkan pelukannya pada boneka menyeramkan yang ada di dadanya.Rani yang masih terduduk di atas lantai di depan pintu tercekat. "Apakah dia juga hantu!" batin Rani menatap ke arah wanita gila yang ada di hadapannya."Siapa itu?" sentak wanita berwajah menyeramkan itu menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan sepi dan mencekam di rumah Lasti.Rani menyadari jika wanita itu tidak dapat melihatnya. Perlahan Rani bangkit dan mencoba untuk meraih tubuh wanita itu. Namun, sentuhannya seperti menembus dan tidak dapat menyentuh."Dia bukan hantu, dia manusia. Jadi dia yang selama ini menjadi penghuni rumah kosong ini," ucap Rani menatap pada wanita gila yang kembali memutar tubuhnya berjalan menuju ke bangku goyang yang berada di samping jendela kamar."Tentu saja dia masi
Ribuan kesal membuat Siska meradang. Gadis yang merasa dengan kecantikannya dapat mendatangkan semua keinginannya itu nampak kecewa. Karena kali ini dia harus mengalah dengan kenyataan. Jika Angga, lelaki yang selama ini ia puja tenyata sama sekali tidak pernah menaruh perasaan kepadanya. Bahkan ilmu pelet yang Pak Parlin berikan seperti tidak berfungsi kepada Angga."Siapa wanita yang sedang berbicara dengan Angga itu?" guman Siska saat melihat Angga sedang bercakap dengan seseorang yang berada di ujung jalan. Dengan langkah cepat Siska menghampiri Angga."Mas Angga!" Siska melirik sinis pada wanita yang berdiri di depan Angga."Siska!" Angga melirik kecil pada Siska yang berdiri mensejajarnya."Siapa dia, Mas!" bisik Siska mendekatkan bibirnya ke telinga Angga. Namun ekor matanya melirik pada wanita yang ada di hadapan Angga."Dia orang baru di kampung ini. Dia mau nanya kontra
"Malam ini adalah malam tumbal berikutnya. Kamu harus memancing Siska keluar dari rumah ini karena aku tidak mau mengambil terlalu banyak resiko," cetus Pak Parlin menatap tajam pada Yuda."Kenapa tidak di sini saja?" cetus Yuda."Yud, kamu harus menurut dengan perkataanku. Tidak mungkin kita menghabisi Siska di rumah ini. Kecuali kamu ingin semua teman-temanmu itu mencurigai kita dan kamu akan tahu apa akibatnya setelah itu," Pak Parlin bangkit, menatap pada Yuda dengan rahang mengeras.Yuda menghela nafas panjang. "Aku harus menuruti permintaan Om Parlin. Jika tidak, dia pasti akan curiga padaku!" batin Yuda. Wajah lugu lelaki itu telinga berpikir._____Ting!Ponsel yang berada di samping laptop Siska berbunyi. Sekilas gadis itu melirik pada layar ponsel yang menampakkan nama Angga sebagai pengirim pesan. Bergegas Siska pun meraih benda pipih miliknya dengan tidak sabar
"Selamat pagi, kami dari kepolisian membawa surat penangkapan kepada saudara yang bernama Angga," tutur Polisi membuat Angga seketika tercekat. Begitu juga dengan Zaki dan Dimas."Penangkapan? Penangkapan atas kasus apa, Pak?" Angga tercekat. Wajah dengan bulu halus di sekitar rahang itu nampak menegang bercampur bingung.Salah satu polisi menyodorkan sebuah kertas kepada Angga. Dengan segera Angga membaca isi surat penangkapan atas dirinya itu."Apa? Aku benar-benar sama sekali tidak melakukan kejahatan itu, Pak!" cetus Angga penuh keyakinan."Tapi, dari barang bukti yang kami temukan di tempat kejadian, anda sempat mengirimkan pesan pada saudara Siska untuk datang ke TKP," debat polisi."Tidak, Pak, tidak! Sudah beberapa hari ini ponsel saya tiba-tiba menghilang, jadi saya tidak mungkin melakukan hal itu!" Angga mencoba membela dirinya sendirinya sendiri.S
Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai
Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat
Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda
Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak
Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap
"Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda
Zaki beranjak bangun karena terkejut, sesaat lelaki yang mengenakan topeng itupun juga menatap ke arahnya. Dengan gerakan cepat lelaki yang mengenakan topeng itu berhambur lari menuju ke arah pintu."Angga!" teriak Dimas terkejut melihat Angga tengah sekarat bersimbah dengan darah.Zaki bingung, hendak menyelamatkan Angga atau menangkap lelaki bertopeng itu. Zaki memutuskan untuk mengejar lelaki yang mengenakan topeng itu hingga menuju pintu keluar rumah Pak Samsul.Lengan kekar Zaki menyambar jaket kupluk yang lelaki itu kenakan. Tubuh lelaki terpelanting dan terjatuh."Ough!" Suara lelaki yang mengenakan topeng itu mengaduh kesakitan, karena benturan yang cukup keras.Zaki segera mengambil kesempatan untuk menangkap tubuh lelaki itu. Sayangnya lelaki itu menendang tubuh Zaki hingga terjatuh. Saat Zaki hendak melakukan penyerang padanya. Tubuh Zaki tersungkur dengan wajah mering
"Hey, tunggu!" teriak Angga dari ambang jendela.Menyadari jika Angga dan Zaki melihat kehadirannya. Lelaki yang bersembunyi di balik pohon pisang itu segera berlari masuk ke dalam kebun pisang."Tunggu!" teriak Zaki terus mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki yang mengenakan jaket hitam dan berlari sangat cepat sekali.Mantan jawara beladiri itu tidak kesulitan untuk menangkap lelaki yang mengintai rumah Pak Samsul. Satu tangannya menyambar jaket yang lelaki itu kenakan hingga terjatuh. Secepatnya Zaki, mengunci tubuh lelaki itu, dengan kaki yang menindih pada bagian perut dan tangan yang mencengkeram kuat pada kedua pergelangan tangan lelaki tersebut."Ampun Mas, ampun!" lirih lelaki itu dengan wajah ketakutan."Apa?" Seketika Zaki terkesiap. Melihat sosok lelaki yang berada di bawah tubuhnya bukanlah Yuda. Sahabat yang ia kira sedang mengintai rumah Pak Samsul.&n
Lelaki yang mengenakan topeng itu terus menyerang Dimas. Dimas tidak bisa berkutik, karena lelaki itu menindih tubuh Dimas dari belakang punggungnya."Le-lepaskan!" lirih Dimas, satu tangannya hendak meraih penutup topeng yang lelaki itu kenakan.Plak!Lelaki yang menindih tubuh Dimas itu memberikan tamparan tepat pada pipi Dimas. Seketika wajah Dimas pun berpaling hingga kacamata yang ia kenakan pun terlepas. Saat itu juga meramunlah penglihatan Dimas. Ia tidak bisa lagi melihat siapa yang sudah menyerangnya, apalagi gelap malam semakin membuatnya hampir seperti orang buta.Dimas semakin panik, ia tahu lelaki itu bisa leluasa menyakitinya karena kini dirinya hampir tidak dapat melihat sama sekali."Tolong!" teriak Dimas memberontak. Sayangnya tenaga lelaki itu jauh lebih kuat. Beberapa kali lelaki itu menjatuhkan tinjuan pada Dimas."Hentikan!"&n