Suara tangisan terdengar menyayat hati. Zaki menyapu pandangannya ke sekeliling mencari sumber arah suara. Pekat malam yang semakin mencekam meramunkan pandangan. Sementara gerimis terus berjatuhan dari langit gelap.
Hu ... Hu ...
Zaki menyeret langkah kakinya masuk ke dalam hutan. Suara tangis yang mengema semakin terdengar jelas. Lelaki bertubuh atletis itu terus mengikuti sumber arah suara tangisan dan suara itu terhenti pada seorang wanita yang terduduk di bawah pohon besar dengan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang dipeluk, seperti orang yang sedang ketakutan.
"Hay, siapa kamu?" tanya Zaki perlahan mendekati wanita berambut panjang yang duduk di bawah pohon. Helaian rambut itu menutupi bagian depan wajahnya, hingga Zaki tidak dapat melihat wajah wanita itu.
Gadis itu terus menangis, seolah tidak mendengar panggilan Zaki. Zaki pun semakin penasaran, lelaki itu berjalan semakin m
Zaki mengerjap bangun, nafasnya memburu dengan dada bergerak naik turun."Hanum! Hanum! Hanum!"Hanya nama itu yang keluar dari bibir Zaki. Satu tangan Zaki meremas kuat rambutnya hingga berantakan. Kemudian menyapu pada wajahnya. "Apakah tadi itu hanyalah mimpi!" desis Zaki dengan wajah berpikir. Bayangan itu benar-benar nyata.Beberapa saat Zaki hanya terdiam, satu tangannya mengusap lembut pada dadanya yang bergemuruh dan terasa begitu sakit sekali. "Hanum!" lirih Zaki dengan butiran bening yang membahasi pipinya. Lelaki itu terisak, mimpi itu seperti nyata._____Alunan musik melow menjadi lagu yang menemani perjalanan Zaki dan Dimas untuk menjemput Angga di rutan. Setelah penyelidikan dan bukti-bukti yang dikumpulkan, akhirnya Angga dinyatakan bebas dari kasus pembunuhan Siska."Aku tidak menyangka jika Yuda akan senekat itu. Aku kira Yuda adalah pria yang pendiam dan baik hati. Ternyata aku salah, di dalam kediaman Yuda menyimpan b
"Hahaha .... Apakah kamu pikir aku akan membiarkan kamu menipuku, Yuda!" desis Pak Parlin menatap sinis kepada Yuda yang masih terombang-ambing di bibir jurang."Ampun, Om, ampun!" Suara teriakan Yuda menggema. Lelaki itu nampak sangat ketakutan. Beberapa kali, Yuda melihat ke bawah jurang yang gelap gulita, hanya suara gemericik air yang terdengar mengalir deras"Maaf katamu, semudah itu aku harus memaafkan penghianat seperti kamu!" pekik Pak Parlin menarik tubuhnya berdekat pada bibir jurang. Sorot matanya tajam menatap pada Yuda yang meramun."Om, tolonglah aku! aku benar-benar tidak berniat untuk mencuri uang itu, Om!" bujuk Yuda. Darah segar mengalir pada pergelangan tangannya, luka pada telapak tangan lelaki itu terlihat semakin parah. Uratnya pada pergelangan tangannya memegang dan menonjol."Kamu tidak mencuri? Lalu apa artinya uang yang berada di dalam koper kamu itu, Yuda?" sent
"Kurang ajar!"Pak Parlin memundurkan beberapa langkah kakinya menjauh dari pintu kamar mandi. Beberapa bangkai tikus yang berada di dalam kamar mandi membuat perut Pak Parlin semakin terasa mual. Seekor kucing hitam dengan lahap memakan bangkai tikus tangkapannya.Bruak!"Meong ...!"Pak Parlin membanting kasar' pintu kamar mandi. Lelaki itu bergegas melangkahkan kakinya menuju pintu kamar karena sudah tidak tahan dengan bau busuk."Rumah ini benar-benar sudah sangat tidak layak di huni!" monolog Pak Parlin kesal menuruni anak tangga. "Tapi tidak ada pilihan lain selain aku harus tinggal di rumah ini. Agar aku masih bisa terus mengawasi gerak-gerik rumahku sendiri," gumannya.Cuih!"Perutku rasanya mual sekali!" gerutunya kesal.Suara sirine mobil polisi terdengar berhenti di depan rumah Parlin. Dengan langkah
Pak Parlin menyeret tubuhnya duduk pada bibir ranjang. Kemudian membuka tiap lembar buku diary milik Indah. Motif bunga pada bagian sampul buku, menunjukkan sebuah kelembutan pada sang pemiliknya. Tidak ada hal yang menarik dalam setiap lembaran awal buku diary tersebut. Hanya tentang rasa cinta yang bergelora. Mulai halaman tengah buku, gejolak kehidupan Indah' sepertinya baru di mulai. Tentang keinginan yang memiliki keturunan dan beberapa kali ia selalu mengalami keguguran."Sudah tiga minggu aku terlambat datang bulan. Aku yakin kali ini pasti aku sedang hamil. Meskipun aku masih ragu untuk melakukan tes kehamilan, tapi hatiku menyakini bahwa kini ada kehidupan di dalam rahimku."Tulis dalam lembaran yang sudah mulai kusam diikuti gambar ulasan senyuman. Pak Parlin membuka halaman buku diary Indah berikutnya. Tidak ada tulisan di dalam lembaran, hanya ada sebuah gambar makhluk menyeramkan berbulu lebat. Pak Parlin mengernyitkan dah
Gerimis masih terus mengguyur sepanjang jalan menuju Semeru sejak subuh buta. Kabut yang seringkali bergulung-gulung, kini berganti dengan mendung hitam. Mungkin akan datang kembali setelah hujan reda atau bisa jadi akan berganti dengan pelangi yang akan melukis.Zaki menengadahkan telapak tangannya di luar jendela kaca mobil. Ia bisa merasakan butiran bening dari langit yang jatuh membasahi telapak tangannya. Zaki menarik kembali telapak tangannya, lalu menghempaskan tubuhnya bersandar pada bangku mobil."Menurut kamu kemana mereka pergi?" seloroh Angga yang duduk di bangku kemudi.Dimas yang duduk pada bangku belakang hanya mengendikkan bahunya."Entahlah, yang pasti berita kejahatan yang sudah mereka lakukan sudah tersebar di media masa maupun di seluruh kampung di sekitar Ranupani. Jadi sudah bisa di pastikan, jika Yuda dan Pak Parlin pasti melarikan diri," sahut Zaki, di akhir kalimatnya Zaki me
Zaki bergegas turun dari ranjang, begitu juga dengan Angga. Pecahan kaca yang berserakan membuat Zaki dan Angga berjalan pelan menuju ke arah jendela."Apa ini?" desis Angga, wajah lelaki itu nampak terkejut, mantap pada jendela yang berlubang dan pecahan kaca yang berserakan."Sepertinya ada orang yang sengaja melempari rumah ini," tutur Zaki, sekilas menatap pada pecahan kaca yang berada di bawah kakinya."Apa aku bilang, lebih baik kita pulang saja!" gerutu Dimas yang tidak beranjak sedikitpun dari atas ranjang. Wajahnya nampak sangat ketakutan, dengan tubuh yang gemetaran."Diam, dan diam!" Zaki mengacungkan jari telunjuknya ke arah Dimas dengan netra membulat."Kalian tunggu di sini, aku akan memanggil pemilik tempat ini!" Angga menepuk lembut bahu Zaki dan sekilas melihat pada Dimas menenangkan, sebelum akhirnya pemuda itu berjalan menuju ke arah pintu kamar.
"Di gembok, pak!" Lelaki berseragam aparat negara itu mengatakan kepada pria bertubuh tegap yang berdiri di belakangnya.Sementara anjing pelacak itu terus menggonggong di depan pintu pagar rumah Lastri tanpa henti."Kita buka paksa saja!" ucap pria bertubuh tegap itu dengan penuh penekanan. Wajahnya nampak semakin penasaran dengan sesuatu yang berada di dalam rumah Lastri yang membuat anjing pelacak itu terus saja menggonggong.Seorang polisi maju ke dekat pagar. Entah apa yang dilakukannya pada gembok besar itu pun hingga akhirnya terlepas. Segera pawang anjing itu melepaskan hewan yang sering digunakan untuk membantu penyelidikan para polisi itu masuk ke dalam rumah kosong milik Lastri.Semua mengikuti langkah anjing itu. Sesekali ia mengendus dan kemudian berlari mengikuti aroma yang tercium di rumah kosong Lastri."Ini rumah siapa Mas Angga?" tanya kepala penyidik pada Angga
"Apakah anda mengenali gelang ini?" Polisi menjatuhkan tatapan kepada Angga dan Zaki, dengan menggoyangkan sebuah gelang yang ada di tangannya.Untuk beberapa saat wajah ke dua muda itu nampak tercekat tertuju pada gelang yang berwarna coklat yang hampir mirip sekali dengan gelang selama ini Yuda kenakan."Tidak, kami tidak tau tentang gelang itu!" jawab Zaki terbata. Seketika Angga membulatkan matanya pada Zaki."Zak!" desis Angga, dengan wajah kesal."Baiklah jika kalian tidak mengenali gelang ini!" ucap polisi memasukan barang bukti ke dalam sebuah tas yang ia bawa.Jenazah Pak Samsul sudah di masukan ke dalam mobil yang hampir menghilang di ujung jalan. Zaki, Dimas, dan Angga menatap pada kepergian mobil berwarna putih dengan suara sirine yang menggaung. Beberapa anak kos yang tinggal di rumah Pak Samsul pun membubarkan diri masuk ke dalam rumah."Kenapa
Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai
Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat
Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda
Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak
Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap
"Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda
Zaki beranjak bangun karena terkejut, sesaat lelaki yang mengenakan topeng itupun juga menatap ke arahnya. Dengan gerakan cepat lelaki yang mengenakan topeng itu berhambur lari menuju ke arah pintu."Angga!" teriak Dimas terkejut melihat Angga tengah sekarat bersimbah dengan darah.Zaki bingung, hendak menyelamatkan Angga atau menangkap lelaki bertopeng itu. Zaki memutuskan untuk mengejar lelaki yang mengenakan topeng itu hingga menuju pintu keluar rumah Pak Samsul.Lengan kekar Zaki menyambar jaket kupluk yang lelaki itu kenakan. Tubuh lelaki terpelanting dan terjatuh."Ough!" Suara lelaki yang mengenakan topeng itu mengaduh kesakitan, karena benturan yang cukup keras.Zaki segera mengambil kesempatan untuk menangkap tubuh lelaki itu. Sayangnya lelaki itu menendang tubuh Zaki hingga terjatuh. Saat Zaki hendak melakukan penyerang padanya. Tubuh Zaki tersungkur dengan wajah mering
"Hey, tunggu!" teriak Angga dari ambang jendela.Menyadari jika Angga dan Zaki melihat kehadirannya. Lelaki yang bersembunyi di balik pohon pisang itu segera berlari masuk ke dalam kebun pisang."Tunggu!" teriak Zaki terus mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki yang mengenakan jaket hitam dan berlari sangat cepat sekali.Mantan jawara beladiri itu tidak kesulitan untuk menangkap lelaki yang mengintai rumah Pak Samsul. Satu tangannya menyambar jaket yang lelaki itu kenakan hingga terjatuh. Secepatnya Zaki, mengunci tubuh lelaki itu, dengan kaki yang menindih pada bagian perut dan tangan yang mencengkeram kuat pada kedua pergelangan tangan lelaki tersebut."Ampun Mas, ampun!" lirih lelaki itu dengan wajah ketakutan."Apa?" Seketika Zaki terkesiap. Melihat sosok lelaki yang berada di bawah tubuhnya bukanlah Yuda. Sahabat yang ia kira sedang mengintai rumah Pak Samsul.&n
Lelaki yang mengenakan topeng itu terus menyerang Dimas. Dimas tidak bisa berkutik, karena lelaki itu menindih tubuh Dimas dari belakang punggungnya."Le-lepaskan!" lirih Dimas, satu tangannya hendak meraih penutup topeng yang lelaki itu kenakan.Plak!Lelaki yang menindih tubuh Dimas itu memberikan tamparan tepat pada pipi Dimas. Seketika wajah Dimas pun berpaling hingga kacamata yang ia kenakan pun terlepas. Saat itu juga meramunlah penglihatan Dimas. Ia tidak bisa lagi melihat siapa yang sudah menyerangnya, apalagi gelap malam semakin membuatnya hampir seperti orang buta.Dimas semakin panik, ia tahu lelaki itu bisa leluasa menyakitinya karena kini dirinya hampir tidak dapat melihat sama sekali."Tolong!" teriak Dimas memberontak. Sayangnya tenaga lelaki itu jauh lebih kuat. Beberapa kali lelaki itu menjatuhkan tinjuan pada Dimas."Hentikan!"&n