Home / Lain / Selangkah Berjejak / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Selangkah Berjejak: Chapter 1 - Chapter 10

29 Chapters

01

Hujan mereda tatkala suara rem mobil menghentikan roda yang melaju cepat ke arah parkiran. Semuanya turun tak terkecuali dengan pak sopir, udara yang dingin setelah berjam-jam melewati jalanan tanpa macet, namun dengan guyuran hujan yang sangat lebat tiada henti. Masih dengan sisa rintik hujan yang masih berjatuhan semuanya turun dari mobil menuju kursi yang masih kosong di dalam kafe. Semuanya duduk sambil mengibas percikan air di baju yang cukup basah. Pak sopir tersenyum menatap ke arah anak-anak yang sedang membersihkan air dari pakaian mereka. Uban pak sopir cukup banyak, hal itu terlihat setelah ia melepaskan topinya. Namun, wajahnya tak kelihatan tua sama sekali, tak sebanding dengan uban yang hampir seluruhnya memutih. Padahal sebelumnya pak sopir pernah bercerita bahwa sebentar lagi ia akan menimang cucu ke sembilannya, cucu ke sembilan dari anak bungsunya. Seorang pelayan menghampiri kami dengan senyum lebar di wajahnya menawarkan menu kafe, yang langsung d
Read more

02

Azlan memotret beberapa pohon dari atas kapal. “Perjalanan ini membutuhkan waktu 2 jam 15 menit. Untuk tiba di pulau yang akan kita tinggali beberapa hari” Ucapan Azlan membuat Faleya seketika menjawab. “Pulau? “ “Ya, pulau” Tegas Azlan. Faleya membelalakkan mata tak percaya ia bahagia namun sedikit ragu. Ia menatapku aku hanya tersenyum mengangguk berharap semuanya akan menyenangkan. Faleya menatap danau yang begitu jernih. “Jangan di tatap Faleya, atau buaya akan muncul ke permukaan!” Kali ini Faleya sudah sedikit pucat, ia bergidik ngeri dan segera menggeser tubuhnya ke tengah kapal dekat denganku. Namun, hanya itulah yang membuatnya takut. Ia tidak peduli apakah Azlan bercanda atau serius intinya ia bahagia berada di atas kapal ini. Melihat danau dari jauh sudah membuatnya lupa kalimat Azlan barusan. Perjalanan cukup menyenangkan, terpaan angin yang membelai wajah kami dengan perlahan menenangkan kelelahan kami selama berjalan tadi
Read more

03

 Matahari hampir terbenam saat kami sampai di perkemahan. Saat kami tiba di sana. Kami telah melihat tenda berdiri tegak, Azlan menatap kami sinis. Aku meketakkan keranjang dan Faleya segera membasuhnya ke danau, Dira menatap Faleya dan segera membantunya. Aku berinisiatif mempersiapkan beberapa peralatan untuk masak.   Rizam mencoba membantuku, aku masih diam tak ingin menjelaskan apapun. Entah aku tidak mengerti apa yang Azlan pikirkan dengan ekspresi wajahnya yang terlihat tidak bersahabat seperti ini. Kay diam ia mengambil beberapa karpet untuk di gunakan untuk shlat maghrib nanti. Matahari sudah terbenam dengan sempurna, malam akan datang dan gelap sudah mulai terasa. Aku terus saja memasak, Kay menghidupkan api sebagai penerang mala mini, api itu secepatnya menyala. Kebetulan sedari tadi aku tidak masak di depan tenda melainkan di dalam tenda khusus yang memang sengaja kami buat untuk kepentingan darurat. Kami, beranggapan bahwa aroma masakan mun
Read more

04

Waktu pukul 17.00 saat kami tiba di area perkemahan. Kami segera membersihkan diri dan bersiap untuk shalat magrib. Kebutulan shalat ashar sudah kita kerjakan saat bertugas tadi. Kami mempersiapkan diri dengan baik, setelah shalat maghrib nanti Azlan dan Rizam akan memasak menu makan malam, malam ini sesuai jadwal yang telah di tentukan. Akhirnya, aku bisa duduk di dalam tenda dengan tenang, sambil lalu menunggu waktu maghrib tiba aku menyempatkan diri menulis sesuatu di buku kecil yang ku dapatkan dari Kay saat di atas kapal waktu itu.   Buku ini ku jadikan sebagai buku khusus yang mencatat delapan atau lebih kata yang bermakna sebagai kenangan yang bisa kubaca. Buku berwarna-warni ini membuatku semangat untuk menulis setiap hari. Aku tersenyum kemudian menuliskan sesuatu di halaman pertama.. Perjalanan yang indah tidak terlepas dari pengelaman yang bermakna aku menuliskan kalimat pertama di dalam buku diaryku. Aku tersenyum kecut, dalam hati ada sesuatu y
Read more

05

Aku mengangguk meyakinkan kondisiku dalam keadaan baik-baik saja. Rizam mengangguk kecut, semuanya terdiam beberapa saat memikirkan tentang suku kanibal itu, aku pun terpikir hal yang sama. Namun, kepalaku nyeri sesekali saat kupaksa mengingat hal itu. Aku pun mencoba menarik nafas membiarkan rasa lega di dadaku yang sedikit sesak karena terlalu banyak berpikir. “Kalian sudah menunaikan shalat isya’?” Tanyaku mereka semua menggeleng cepat seolah baru tersadar dari lamunan. Azlan melangkah keluar segera mengakhiri pembicaraan kita. Aku menyusulnya semuanya pun demikian. Kami semua bergantian ke danau sebab beberapa orang di antara kami menjaga tenda agar tetap aman. Setelah semuanya selesai, kami mendirikan shalat berlajut dengan makan malam. Nasi yang sudah matang sedari tadi kini sudah hampir dingin, tidak ada asap mengepul lagi di atasnya. Namun masih nikmat untuk di makan. Kami menghabiskan makan malam tanpa percakapan, setelah semuanya selesai aku kembali ke tend
Read more

06

Tugasku sudah selesai Rizam pun demikian kami membereskan semua peralatan penelitian kami. Kami memutuskan untuk berjaga mengambil jadwal lebih awal dari yang sudah di tentukan. Semuanya menyetujui keputusan kami dan mengubah jadwal untuk Minggu ini. “Sebaiknya kita istirahat sesudah subuh saja Sen. Aku pikir kita perlu membuka mata agar penjagaan lebih aman. Tapi jika kamu butuh lebih banyak istirahat kamu bisa istirahat saja dulu nanti ku bangunkan” Ucap Rizam. Sebagai jawaban aku menggeleng tidak setuju. “Aku tidak mengantuk lagi. Tidak apa-apa aku akan berjaga juga sesuai kesepakatan” Jawabku tegas. Angin malam di tengah hutan membuat kulitku menggigil kedinginan. Untunglah, aku membawa jaket dari tenda tadi, sehingga angin dingin tidak menembus tulang-tulangku. Meskipun kami di daerah perkemahan, namun tetap saja suasana hutan memberikan suasana yang berbeda. “Aku penasaran dengan persis apa yang kamu lihat tentang suku kanibal” Rizam menatap ten
Read more

07

“Bagaimana kita akan melakukannya, kapten?” Kay sedikit ragu. Air hujan membasahi wajahnya, ratusan tetes air itu membasahi jas hujan yang membungkus tubuhnya. Azlan menunjuk jas hujannya. “Kita akan mengelabuhi mereka dengan ini” Azlan menatap serius. “Baiklah. Aku ikut” Kay berujar serius. “Kau harus ikut. Tapi dengarkan aku, kau hanya perlu melepas jas hujan. Dan menghilanglah di balik semak-semak. Aku tau kamu pasti paham maksudku, jangan sampai dirimu ketahuan berlari.” Azlan menjelaskan. “Aku paham kapten” Kay tersenyum semangat. Ia merapikan jas hujan dengan seringai singkat di wajahnya. Ada semangat yang tiba-tiba mengobar di dalam jiwanya. Ia sudah geram dengan kelakuan burung-burung itu, terlebih lagi ia geram karena mereka enggan pergi saja tanpa perlu membuat keduanya repot. Sebelum pergi kami melihat burung-burung itu. Jumlah mereka lebih banyak dari sebelumnya. Azlan melihat satu persatu burung itu, ia melihat hal janggal di sana
Read more

08

Kay menatap Azlan berusaha mencari penjelasan. Dari sirat matanya seolah banyak sekali pertanyaan di benaknya. Ia melangkah sedikit lebih dekat ke pembatas pepohonan. Tak hanya cuaca di sini yang aneh karena yang tadinya hujan deras berubah menjadi terik. Namun, cuaca di desa sebelah juga tak kalah aneh yang awalnya terik berubah menjadi hujan deras seketika seperti hujan sebelumnya di daerah desa damai. Meskipun sebelumnya di sana terik panas matahari dan tidak ada tanda-tanda hujan akan turun. Tapi setelah air di dalam kendi itu di tuang pada titik pusat itu, semuanya berbalik seketika. Banyak pertanyaan pula di benak Azlan dengan semua hal yang yang ia lihat sejak tadi. Tidak hanya aneh, ini seolah sihir baginya. Ia pun tidak yakin hujan ini merata di desa damai sebagaimana hujan pada umumnya. “Kapten, ini sulit dijelaskan. Banyak sekali pertanyaan di benakku” Kay masih terus menatap apa yang ada di depannya. Setelah wanita itu menyiram air, ada se
Read more

09

Perjalanan dari perkemahan menuju rumah pak tua berjarak cukup jauh. Sena dan Azlan berjalan beriringan untuk tiba di sana. Tidak ada percakapan antara Sena dan Azlan. Hingga suatu celutukan kecil Azlan membuat atmosfer di antara keduanya lebih baik. “Terima kasih balutan perbannya. Sepertinya lukaku akan sembuh besok” Azlan tertawa menggoda. “Semoga cepat sembuh” Aku menggumam datar. Ia tak menanggapi jawabanku dengan serius, ia justru membuat pernyataan baru. “Ngomong-ngomong soal perban. Kamu cukup gerak cepat dalam berinisiatif” Ujarnya “Hanya agar kamu tetap jadi kapten. Kan tidak mungkin seorang kapten lama-lama cidera” Aku menjawab apa adanya masih terus berjalan melihat pemandangan di samping kanan. “Kupikir ada alasan lain” Azlan berjalan lebih cepat dariku. “Tidak ada hal lain. Yang ada hanya kepedulian kelompok, aku hanya peduli padamu hanya karena kamu seorang kapten di kelompokku.” Aku menjawab jengkel. “Kapten kel
Read more

10

Mereka tiba sebelum matahari terbenam. Azlan tiba saat yang lainnya baru saja tiba di perkemahan. Matahari sudah berwarna jingga pekat. “Kita akan bersiap menunaikan shalat Maghrib sebelum memulai penjelasanku” Azlan memerintahkan semuanya untuk bersiap sesaat setelah menyimpan kayu dan bahan makanan di tempat khusus. Semuanya bersemangat melihat raut wajah Azlan yang terlihat begitu ceria saat mengucapkan kalimat itu. Tanda baik sedang ia tampakkan meskipun nyatanya tidak demikian. Ia mencoba membuat teman-temannya sedikit merasa lebih baik. “Kau bisa membersihkan diri dan bersiap untuk misi besok dan seterusnya. Kita tidak punya waktu bersantai.” Azlan berbisik di telinga Sena. Sena terdiam datar tanpa anggukan atau jawaban. Setelah kalimat itu selesai Azlan menjauh meninggalkan tenda menuju danau untuk membersihkan diri. Gelap sudah menyelimuti langit di atas sana. Sena, Dira dan Faleya bersiap mengenakan mukenah di dalam tenda. Mereka menunggu Maghrib di
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status