Semua Bab Jerat Ambisi Cinta sang Dokter: Bab 81 - Bab 90

200 Bab

BAB 81

Tawa Morgan dan Clara pecah begitu riuh ketika Clara beres menceritakan pengalaman lucunya bersama mahasiswi koas yang seharian tadi dia bimbing. Mereka duduk di sebuah meja yang ada di restoran gelato terkenal itu. Dengan segelas gelato rasa favorit masing-masing. "Emang harus gitu, ya?" tanya Morgan sambil tertawa kecil, wajahnya memerah. "Iya dong! Kalau nggak mana boleh?" Clara menelan gelato yang memenuhi mulutnya, kembali menyuapkan gelato dari dalam gelasnya. "Rumit ya sekolah dokter itu? Untung dari kecil aku udah suka sama mobil dan duit." ujarnya sambil mengikuti Clara menyantap gelato. "Banget! Udah lama, susah, mana mahal pula." mau tidak mau Clara flashback masa dia berjuang lolos tes masuk fakultas kedokteran. Masa penuh perjuangan darah dan keringat. Morgan tersenyum, menatap wajah yang nampak begitu manis dengan mulut penuh gelato. Karena itu dulu Clara rela pasrah diam saja diperlakukan keji dan tidak
Baca selengkapnya

BAB 82

"Sudah merasa lebih baik?" Morgan berbisik ketika mereka melangkah keluar dari kedai gelato, tangannya menggandeng dan meremas lembut tangan Clara."Sangat lebih baik! Terima kasih." Clara tersenyum,, sebenarnya bukan gelato yang membuatnya jadi lebih baik, tetapi tentu karena bagaimana Morgan men-treat dirinya sepanjang mereka makan gelato tadi.Morgan hanya mengangguk, membuka pitu mobil dan mempersilahkan CLara masuk ke dalam. Dengan begitu lembut Morgan lantas memasangkan seat belt Clara, menutup pintunya dan melangkah ke sisi lain mobil.Clara menatap lelaki itu dari tempatnya duduk. Ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi untuk mengungkapkan atau menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Yang jelas tentu dia sudah lebih tenang dan nyaman di bandingkan beberapa saat yang lalu."Bu Dokter mau langsung pulang?" Morgan kini sudah duduk di belakang kemudi, sudah bersiap dengan sabuk pengamannya."Tentu! Atau kau ingin membawaku kemana?" tangan
Baca selengkapnya

BAB 83

"Sini!" Arga bergegas menyeret Indira masuk ke dalam kamar, tangannya mencengkeram kuat tangan Indira, malam ini Indira tidak boleh lepas dari genggamannya! Tidak boleh! "Apaan sih, Mas?" Indira mencoba berontak, mencoba melepaskan diri dari Arga, namun dia kalah kuat, cengkeraman tangan itu begitu kuat dan nyaris tidak bisa Indira lepaskan. "Lepaskan!""Nggak ada lepas! Sini!" Arga mendorong Indira jatuh ke atas ranjang, membuat Indira mengaduh pelan."Apa-apaan sih, Mas?" Indira setengah berteriak, terlebih saat dia melihat Arga malah dengan santainya melucuti pakaian yang melekat di tubuhnya. "Mas, mau ngapain?"Arga tidak menggubris, ia lantas berusaha melucuti pakaian sang isteri, sebuah tindakan yang langsung mendapat protes keras dari Indira. "MAS!" Indira berteriak, membuat Arga menghentikan aksinya. Mata mereka beradu, sama-sama bersorot tajam dan saling tidak mau kalah. "Kamu mau aku pakai cara kasar atau lembut?"
Baca selengkapnya

BAB 84

“Kenapa belum tidur?” Tjandra terkejut mendapat sang isteri masih terbaring sambil bermain ponsel, ia meletakkan ponsel miliknya di nakas, naik ke atas ranjang dan menatap sang isteri dengan seksama.“Morgan udah ngomong belum?” todong Feni yang nampak sengaja tetap terjaga menantikan Tjandra masuk ke dalam kamar mereka.Alis lelaki yang rambutnya sudah hampir memutih sempurna itu kontan berkerut, pandangannya tidak beralih dari sang isteri, menatap raut wajah yang nampak menggelap di balik baju tidur yang sedikit cerah.“Soal calon isterinya?” tebak Tjandra sambil menarik selimut, kalau soal itu, tentu Tjandra sudah tahu. Dia bahkan menghabiskan waktu makan siangnya untuk membahas hal itu bersama anak lelaki kebanggaannya.“Ya ... soal itu!” Feni memperjelas, sedetik kemudian nampak ia menghela nafas kasar.“Memang kenapa? Calon dokter spesialis loh yang mau dia bawa.” Tjandra tahu betul
Baca selengkapnya

BAB 85

Indira melangkah menuju poli, hendak masuk ke dalam ruang prakteknya ketika sosok itu sontak bangkit dan mengekor di belakang langkahnya. Indira menatap dan memberi kode Morgan untuk mengikutinya masuk ke dalam. "Tumben pagi sekali sudah kemari, ada apa?" Indira melepas snelli yang dia kenakan, meletakkan jas putihnya di kursi. "Menagih janji darimu, In!" Morgan duduk di depan Indira, menatap dokter anak itu dengan seksama. Tampak alis Indira berkerut, sedetik kemudian Indira tersenyum dan mengangguk pelan. Membuat Morgan sontak tersenyum lebar. "Seberapa parah sih dia, Gan?" Indira mengikat rambutnya, masih fokus menyimak maksud dan tujuan Morgan menemuinya pagi ini. Tampak Morgan menghela nafas panjang, "Parah banget, dia jadi rendah diri, In. Merasa dia paling kotor, paling tidak berguna dan ...."Morgan menghela nafas panjang, bagaimana dia bisa menjelaskan semuanya? Clara sering mimpi buruk, berkeringat din
Baca selengkapnya

BAB 86

"Nah, Mama cariin tadi! Dari mana kau?" Morgan baru saja turun dari mobil, sudah mendapat sambutan plus cecaran pertanyaan tidak penting dari sang mama. Ia sontak menghela nafas panjang, menatap sang mama yang sudah memberinya tatapan menyelidik. "Dari rumah sakit, Ma." jawab Morgan yang terus melangkah masuk ke dalam gedung kantornya. Feni sontak membelalakkan mata, mengekor di belakang Morgan dengan mulut yang terus mencuit. "Heh, nggak sopan ya! Mama masih mau ngomong nih!" protes Feni atas tanggapan Morgan yang main nyelonong pergi dari hadapannya. Morgan menghentikan langkah, membalikkan badan dan menatap sang mama dengan gemas. "Ya ayo ke ruangan Morgan, Ma! Nggak mungkin, kan, kita ngobrol panjang lebar di pintu loby?" Morgan benar-benar tidak mengerti, mamanya datang hanya untuk mengajaknya beradu argumen macam ini? Astaga! Feni tidak menjawab, ia menatap gemas ke arah Morgan dan melangkah mendahul
Baca selengkapnya

BAB 87

"APA?" Tjandra memekik keras ketika Morgan menelepon dan menceritakan perihal kedatangan Feni ke kantor Morgan pagi ini. Hal gila macam apa lagi yang hendak sang isteri lakukan? "Pa, serius! Tolongin Morgan, Pa!" renggek suara dari seberang yang seketika mampu mengembalikan Tjandra dari rasa terkejutnya. "Mamamu benar-benar udah gila! Dia bilang begitu tadi?" Tjandra tidak habis pikir dengan jalan pikiran sangat isteri. Bisa bisanya dia hendak menyuruh Morgan menikahi dua wanita sekaligus! "Nah oleh sebab itu, tolongin Morgan, Pa! Morgan nggak mau dan nggak bisa kalau harus nikahin Callysta!" Tjandra mengangguk, tangannya masih memegang ponsel yang menempel di telinga. Dia tahu betul sejak dulu anak lelakinya ini memang tidak pernah suka main-main dengan perempuan. "Nanti biar papa coba ngomong sama mamamu, Gan. Jangan khawatir." sebuah janji yang Tjandra berikan pada anak lelakinya itu. Dia juga tidak setuju jika Morg
Baca selengkapnya

BAB 88

Clara segera melarikan diri dari hadapan Adrian, sebelum dia makin pusing dengan alasan menolak ajakan lelaki satu itu. Clara tengah menanti Rudi di depan loby rumah sakit ketika secara tiba-tiba sosok itu sudah berdiri tepat di sampingnya.  Clara tercekat, keringat dingin sontak mengucur dari tubuhnya. Nafasnya terasa sesak mengingat yang berdiri di sebelah kirinya itu adalah sosok Arga Yoga Saputra.  "Sudah makan siang, Ra? Aku tidak mau kamu telat makan dan jatuh sakit." ujarnya sambil menatap ke depan, tampak begitu tenang berdiri.  "Apa pedulimu, Ga?" Clara mencoba tenang, mencoba berani menghadapi lelaki yang pernah begitu Clara cintai dulu.  "Aku akan selalu peduli padamu, Ra. Meskipun kini aku hanya bisa melakukannya dari jauh." Arga menoleh, mata mereka bertemu. Kenapa semenjak hubungan mereka kandas, Arga malah terang-terangan menemui Clara di rumah sakit?  Clara menghela nafas panjang, ia memalingkan wajah.
Baca selengkapnya

BAB 89

Clara tersenyum, bangkit dan mengulurkan tangan pada sejawatnya di bagian kejiwaan itu. Selesai sudah konseling nya hari ini. Konseling pertama yang dia lakukan demi membuang semua kenangan buruk yang pernah dia lalui selama dua tahun terakhir. Di mana hidupnya dijerat oleh lelaki yang dulu selalu Clara gadang-gadang menjadi masa depannya. "Saya percaya kamu bisa bangkit." dokter cantik berkacamata itu tersenyum, menjabat erat tangan Clara yang nampak begitu payah setelah menceritakan semua tekanan yang harus dia alami. "Mohon bantuannya, Dokter. Saya benar-benar ...," Clara menghentikan kalimatnya, tangisnya hampir pecah kembali. Ia mengigit bibir kuat-kuat lalu menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. "Jangan dipaksakan. Dibuat santai saja. Jangan lupa obatnya diminum, oke?"Kembali Clara mengangguk, "Kalau begitu saya pamit, Dok. Terima kasih banyak."Dengan segera Clara melangkah keluar, dia harus segera kembali ke rumah s
Baca selengkapnya

BAB 90

Tawa riuh masih terdengar di dalam ruangan itu, hingga kemudian tawa itu terhenti karena secara tiba-tiba Tjandra menatap sang anak lelaki dengan tatapan serius. "Kenapa? Papa lupa sesuatu?" Morgan ikut memasang wajah serius, kenapa tiba-tiba sang papa jadi tegang macam itu. "Kamu minta buru-buru nikah bukan karena pacarmu itu sudah hamil, kan, Gan?"Sontak mata Morgan membelalak, hamil? Ah! Papanya ini tidak tahu saja kalau Clara barus saja keguguran! Tapi bukan salah papanya juga kalau menuduh Morgan demikian. Kemarin-kemarin dia dipaksa menikah, selalu menolak dan mendadak izin mau nikah? Orang tua manapun pasti akan berpikiran kesana, bukan? "Astaga, Pa! Morgan sudah berpengalaman, nggak mungkin kebobolan!" jawab Morgan asal, dia akui dia sering kok main satu malam dengan beberapa wanita dulu, dan dia selalu main aman. Tjandra melotot, mencubit gemas perut anak lelakinya itu. Morgan sontak kembali tertawa terbahak-bahak,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
20
DMCA.com Protection Status