Semua Bab Ketulusan Cinta Rania: Bab 1 - Bab 10

87 Bab

KABAR BURUK

Rumah Sakit Nusa Nagara, Kota Bandana.Suara langkah kaki terdengar sangat jelas menggema di lorong rumah sakit. Suara langkah kaki seorang wanita yang sedang berjalan dengan cepat bahkan setengah berlari. Kedua tangannya mendorong sebuah kursi roda dimana seorang wanita paruh baya duduk di atasnya sambil menangis. Kedua wanita itu tidak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat ke arah mereka dengan beragam arti. Yang ada di dalam pikiran mereka saat ini hanya satu. Mereka ingin segera sampai ke ruang IGD, tempat dimana sumber dari kepanikan dan kesedihan itu berasal. Malam ini langit tampak gelap. Tidak ada satu pun bintang yang berani menari di sebuah panggung langit yang terhampar luas. Bulan pun tidak berani menampakkan wajahnya dan hanya bersembunyi di belakang rentetan awan hitam. Semua fenomena itu seperti memberikan pertanda bahwa sebuah kejadian menyedihkan telah datang ke dalam sebuah keluarga.*** Jam di dinding rumah sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Akan tetap
Baca selengkapnya

IKHTIAR

“Ya Allah, hamba percaya jika selama kita hidup di dunia ini pasti tidak akan luput dari yang namanya ujian. Baik itu ujian yang datang dari diri kita sendiri, dari pasangan kita, dari orangtua kita, dari keluarga kita, ataupun mungkin dari orang lain. Tapi hamba juga percaya bahwa setiap ujian yang datang kepada kita pastilah ada hikmah yang baik di dalamnya. Oleh karena itu hamba tidak akan mengeluh, seberapa besar pun ujian yang Engkau turunkan kepada hamba, hamba tidak akan pernah putus harapan. Hamba yakin jika Engkau tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hambanya. Hamba hanya berdoa semoga selain Engkau memberikan ujian yang bertubi-tubi kepada hamba, Engkau juga memberikan hamba kesabaran dan jalan keluar untuk meyelesaikan semuanya.” ***  Rania masih duduk di salah satu bangku di dalam sebuah bus kota. Kali ini dia akan pergi ke suatu tempat dimana dirinya menaruh sebuah harapan besar disana. Walaupun sang ibu mertua awalnya tidak merestui
Baca selengkapnya

MEMINJAM UANG

“Siapa Pak Burhan?” suara barithon seorang laki-laki terdengar dari balik gerbang. Security yang diketahui bernama Pak Burhan yang sedari tadi berbicara dengan Rania langsung menghadap ke arah sumber suara. Tampak seorang laki-laki muda nan tampan sedang berjalan mendekat ke arah Pak Burhan. Jika dilihat dari segi usia mungkin sama dengan Rania. Dengan menggunakan sebuah celana jeans hitam dan kaos berwana putih yang dibalut sebuah jaket kulit membuat laki-laki itu terlihat sangat gagah. Rambutnya yang sedikit basah dan tertata seenaknya membuat siapa saja wanita yang melihatnya pastilah langsung terpesona. Apalagi dengan latar belakang keluarga orang kaya, wanita mana yang tidak tertarik dengannya? Laki-laki itu terus saja berjalan mendekat dan pada akhirnya dia pun bisa melihat siapa yang sedang berdiri di depan gerbang rumahnya itu. “Rania...” ucap laki-laki itu kaget. “Bian...” kata wanita tersebut pelan. Melihat sang majikan mengenal wani
Baca selengkapnya

MEMOHON

Segalanya memang butuh uang tapi uang bukanlah segalanya. Lalu apakah ketika kita menjadi orang kaya maka secara otomatis derajat kita lebih tinggi dari yang miskin? Apakah ketika kita menjadi orang kaya maka semua yang ada di alam dunia ini menjadi milik kita? Apakah ketika kita menjadi orang kaya maka saudara sendiri bahkan orangtua sendiri pun bisa kita jadikan alas kaki? Apakah ketika kita menjadi orang kaya, semua harta itu akan menjamin kita masuk surga? Apakah anda yakin bahwa semua kekayaan yang sedang anda milikki saat ini abadi hingga akhir khayat? *** Rania masih diam berdiri membiarkan Paman Luki, Tante Irma dan juga Bian tertawa atau lebih tepatnya menertawakan dirinya. Marah? Tidak! Karena memang sejak awal dia berniat untuk datang ke rumah ini menemui mereka, dirinya sudah menyiapkan mental untuk segala kemungkinan yang terjadi. Termasuk segala penghinaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga ini. Rania hanya bisa menarik nafasnya dalam lalu ber
Baca selengkapnya

BUKAN ANAKNYA

“Hahahahaha. Aku sangat senang melihatmu melakukan hal ini, Rania. Karena itu artinya kamu tahu dimana posisimu, dimana derajatmu. Selama ini, kalian selalu bangga bukan dengan kemandirian kalian? Tapi lihatlah sekarang, semuanya sudah terpampang jelas bahwa kalian membutuhkanku. Tapi sayang sekali, aku tidak bisa membantumu atau lebih tepatnya aku tidak mau membantumu.” Kata-kata terakhir sang paman benar-benar seakan membunuh Rania saat itu juga. Setelah semua yang sudah dia lakukan, setelah semua penghinaan pahit yang dia terima bahkan setelah dirinya terpaksa berlutut di depan kaki paman dan tantenya namun nyatanya sang paman masih tetap saja menolak untuk membantunya. Ada apa dengan keluarga ini? kenapa mereka sangat kejam? Apa mereka tidak punya hati nurani termasuk kepada saudaranya sendiri? Apa salahku Ya Allah? Apa salah keluargaku hingga kami harus mendapatkan ujian seberat ini? ucap Rania di dalam hati. Tubuh Rania melemas, air matanya sudah tidak
Baca selengkapnya

LELAH

Hari sudah beranjak sore. Jarum jam yang melingkar di tangan kiri Rania sudah menunjukkan pukul 3 sore. Rania pun menghela nafas panjang. Hmm, tinggal beberapa jam lagi sebelum mengambil keputusan untuk Yusuf. Sedangkan sampai sekarang, aku belum tahu harus bagaimana? Aku belum tahu harus pergi ke mana? Ya Allah, hamba mohon berikan petunjuk-Mu. Apa yang harus hamba lakukan? Berilah keajaiban-Mu Ya Allah. Hamba mohon, ucap Rania di dalam hatinya. Dia menangis merasakan saat ini dirinya begitu tidak berdaya, begitu lemah. Langit yang semula terlihat cerah kini tiba-tiba saja berubah menjadi mendung. Tidak tahu apa karena sudah masuk musim pancaroba ataukah sang langit juga ikut bersedih melihat apa yang sudah dialami oleh gadis itu, entahlah. Langkah Rania terhenti di salah satu sudut jalan yang masih sepi dari ribuan kendaraan. Tentu saja karena kaki Rania masih berada di dalam sebuah perumahan elite. Jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh untuk sa
Baca selengkapnya

PENAWARAN

Sungguh sangat berat beban yang dirasa oleh Rania saat ini. Dia benar-benar bingung bagaimana dia akan menghadapi sang ibu mertua yang sangat mempercayai dirinya akan berhasil. Dia sadar ini adalah kesalahannya yang sangat yakin akan berhasil sehingga dia pun memaksa sang ibu mertua untuk percaya kepadanya juga dan menghilangkan semua keraguan yang ada di dalam hatinya. Dia tidak tahu kalau selama ini dia tidak mengenal dengan baik bagaimana sifat dan tingkah laku keluarga dari suaminya itu. Dia hanya mengenal Ayah Ridho dan Ibu Tyas saja. Dia hanya meyakini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh bunda Nayla, Ibu panti asuhan dimana selama ini ia tinggal bahwa semarah apapun setiap anggota keluarga, rasa kasih sayang diantara mereka tidak akan pernah menghilang.Sekarang ia hanya bisa mematung di tempat ia berdiri, merasa bingung harus kemana lagi sekarang. Sebuah suara dering ponsel miliknya membuyarkan lamunan Rania saat itu. Dengan segera dia mengambil ponsel yang sedari ta
Baca selengkapnya

KECOPETAN

Sore hari di rumah sakit tepat dimana Yusuf masih dirawat dengan sangat intensif oleh para dokter dan juga suster yang berjaga disana. Sambil menunggu keputusan keluarga tentang langkah selanjutnya kepada pasien, Yusuf pun dipindahkan terlebih dahulu ke ruang perawatan. Hanya Ibu Tyas saja yang selalu menjaganya, di sisinya dan tak sekali pun mau meninggalkan anak tersayangnya itu. Wajah Yusuf masih sangat pucat, dengan selang oksigen yang masih menempel di hidungnya dan jarum infus yang setia menusuk di tangannya. Kembali, melihat kondisi sang anak yang sangat mengkhawatirkan, Ibu Tyas kembali menangis. Ibu Tyas mendorong kursi rodanya untuk mendekat ke arah sang anak pas di samping kepala Yusuf. Tangannya yang sudah mulai mengerut tampak mengusap kepala sang anak. Hatinya benar-benar hancur melihat anak yang selama 9 bulan berada di dalam perutnya, seorang anak yang demi kelahirannya, ia ikhlas melawan hidup dan mati. Seorang anak yang tak pernah lupa disebut naman
Baca selengkapnya

AWASI DIA

Senja yang sangat cerah. Langit berwarana orange dengan angin bertiup sepoy-sepoy membuat beberapa orang sangat senang menghabiskan waktunya bermain di tempat terbuka. Di sebuah taman yang cukup luas, tampak banyak sekali anak-anak kecil berlarian, bermain dengan riangnya. Seolah tidak ada permasalahan sama sekali di dalam pikiran mereka. Namun bukankah memang demikian? Pikiran seorang anak kecil hanya terbebani dengan tugas sekolah saja. Mereka belum diberi beban untuk memikirkan permasalahan dunia yang begitu rumit dan terkadang membuat diri putus asa sampai-sampai ingin mengakhiri hidup.Pikiran seorang anak kecil begitu polos. Mereka belum mengenal permainan dunia yang sangat kejam, penuh intrik dan penuh dengan kebohongan serta kejahatan. Mereka belum mengenal orang-orang munafik yang selalu baik di depan namun buruk di belakang. Mereka hanyalah seorang anak kecil. Di dalam pikiran mereka hanya bermain, bermain, dan bermain.Tiba-tiba tampak sebuah bola berwarna b
Baca selengkapnya

PEMIKIRAN JAHAT

Langit yang sedari tadi tampak mendung manahan daya serap awan yang semakin berat akhirnya merasa lelah juga. Menumpahkan titik-titik air hujan yang mulai membasahi jalanan ibu kota. Debu-debu yang semula menumpuk menutupi jalanan beraspal kini menghilang seolah tersapu oleh air hujan dan memunculkan bau yang terasa sangat menyengat di dalam hidung.Orang-orang yang semula berlalu-lalang di tengah jalan mulai menepi mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk berteduh. Begitu juga beberapa motor yang sedang melaju, banyak diantaranya yang ikut menepi karena sang pengendara lupa tidak membawa jas hujan. Udara dingin mulai menyeruak menusuk ke sela-sela pori terdalam. Satu kesalahan lagi yang dilakukan oleh Rania kembali membuatnya menyesal. Sejak awal dia berangkat ke kota ini, dia lupa tidak membawa jaket ataupun payung. Rasa paniknya membuat dirinya tidak berfikir sampai ke arah situ.Alhasil Rania pun ikut berkumpul bersama orang-orang yang sedang menghindari air huja
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status