All Chapters of Dua Pilar Cinta: Chapter 21 - Chapter 30

99 Chapters

21. Dua Pilar Cinta

Ramon memasuki sebuah bangunan kecil di tengah hutan. Beberapa orang sudah tiba lebih dahulu di sana. Saat masuk, asap rokok dan bau alkohol menyambutnya. Pria itu lantas duduk di kursi depan, menatap satu per satu orang yang akan menjadi bagian dalam misinya.“Gue pengen lu semua kerahin anak buah buat ngawasin pesantren selama satu minggu ke depan,” ucap Ramon tanpa basa-basi, “ini misi penting dan gue gak mau ada kesalahan sekecil apa pun. Jangan sampai orang-orang Ratnawan curiga. Untuk tugas selanjutnya, gue bakal kasih info lagi sama lu semua.”Semua orang yang ada di ruangan serempak mengangguk. Suara tembakau yang terbakar dan dentingan gelas menjadi pengiring saat Ramon pergi. Kabar tentang anak buahnya yang dihabisi Ratnawan cukup membuatnya kesal. Ia masih beruntung memiliki satu mata-mata lagi di pasukan musuh bebuyutan papanya itu.  Ramon memasuki mobil, lantas memacu kendaraan melewati jalan setapak di antara rindangny
Read more

22. Dua Pilar Cinta

Rania akhirnya bernapas lega. Ia terbayang kenikmatan hidup di rumahnya yang akan segera dirinya dapatkan kembali. “Biar aja si Raiko tinggal di sini. Dia pasti bakalan tebar pesona ke santri-santri cewek. Gue sampai bosan santri di sini ngomongin dia. Lagian apa sih yang menarik dari dia?”Rania cemberut, terlebih saat membayangkan wajah merah dan malu-malu Rumi. “Mereka gak tau aja kalau si Raiko itu sebelas dua belas sama cebong. Muka kayak adonan cimol aja sok jadi idola santri.”Rania terus mencibir Raihan sampai puas. Ketika melihat sebuah tangga kayu yang tergeletak di bawah pohon, ia segera mengambilnya, kemudian menyandarkannya ke tembok. Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri, lalu mulai menaiki tangga. Setelah berhasil keluar dari pesantren, ia akan meminta pengawal untuk mengantarnya pulang.Rania refleks menyembunyikan diri ketika cahaya senter hendak mengungkap keberadaannya. Arahnya berasal dari balik tembok. Saat menoleh ke d
Read more

23. Dua Pilar Cinta

Raihan tak mengerti kenapa para santriwati yang berkumpul di depan UKS malah tersenyum sembari berbisik-bisik saat dirinya datang. Wajahnya masih tampan dan bajunya juga rapi. Jadi, tak ada yang aneh dengan dirinya. Namun, setelah menengok ke belakang, ia tahu kalau mereka tengah menggoda Rumi yang tanpa ia sadari mengikutinya.Ketika memasuki ruangan UKS, Raihan langsung disemprot oleh amukan ustazah yang terkenal garang.“Kenapa antum ada di sini?” tanya Ustazah dengan mata memelotot.“Ana ingin jenguk Rania, sepupu ana.” Raihan terpaksa berbohong.Ustazah menoleh pada pada para santriwati untuk sesaat. “Sepuluh menit,” ucapnya sebelum keluar dari ruangan.Raihan duduk di samping kasur, membenarkan letak selimut Rania. Gadis itu masih tertidur. Suhu badannya panas dan wajahnya tampak pucat. Raihan melepas peci, kemudian menyisir rambut dengan jemari. Ia lantas menyandarkan tubuh ke kursi. Hela
Read more

24. Dua Pilar Cinta

Raihan menarik napas dalam begitu ponselnya terhubung dengan Ratnawan. Ketakutan  tiba-tiba saja menyergap begitu memorinya justru membuka kejadian tempo hari di bangunan belakang rumah. Mengingatnya seringkali menimbulkan tanya, apa yang sebenarnya terjadi di sana? Lalu siapa Ratnawan sesungguhnya?Jantung Raihan berdenyut lebih cepat begitu runtuian kata mulai terdengar dari seberang telepon. Pemuda itu mengusap rambut beberapa kali sembari mengawasi halaman belakang sekolah. Untuk menghilangkan gugup, ia memasukan satu tangan ke saku celana.“Rania ... sakit, Pa,” ucap Raihan setelah berbasa-basi. Ia yakin jika suaranya bergetar ketika bicara barusan. “Saya ... minta maaf.”“Nak Raihan tak perlu minta maaf.” Ratnawan terkekeh.Raihan menjauhkan ponselnya sesaat, berkerut bingung.“Saya tahu gimana Rania. Ini pasti cuma akal-akalan dia biar bisa balik ke rumah. Nak Raihan tenang aja.”Ra
Read more

25. Dua Pilar Cinta

Rania duduk di kasur seraya memeluk kedua lutut. Pandangannya tertuju pada jendela yang menampilkan lalu-lalang santriwati. Ini pertama kali bagi Rania merasa terasing seperti ini. Ia seakan hidup sendiri, tak punya apa pun dan siapa pun.  “Ini semua gara-gara si Raiko!” Hujan deras mengguyur pesantren. Rania menepuk pipi beberapa kali seraya turun dari kasur. Ia membuka pintu kamar, lalu berdiri di sana sembari memandangi sekeliling. Udara sore hari begitu segar, terlebih ketika mencium bau tanah karena hujan. Dari kejauhan, ia melihat Rumi datang dengan seorang perempuan. Dilihat dari penampilannya, wanita itu seperti seorang dokter. Rania kembali berbaring di kasur. Ia sebal karena rencana untuk jalan-jalan di sekitar pesantren gagal. Tenang saja, ia enggak berniat kabur lagi, kok. Ya, hanya sekadar melepas suntuk. Lagi pula, kalau hujan begini ia takut jadi putri duyung. Rumi masuk bersama wanita tersebut. Dugaan Rania tepat karena perempuan berjas p
Read more

26. Dua Pilar Cinta

“Rania.” Raihan mengguncang tubuh Rania beberapa kali. Tatapannya tertuju pada jendela yang menampilkan keriuhan di luar. Terdengar teriakan ustazah yang meminta para santriwati untuk segera berkumpul di titik evakuasi.Rania mengerjap tak lama kemudian. Ia sontak menarik selimutnya lebih tinggi. “Gue gak mau minum obat,” ucapnya sambil mengubah posisi tidur menjadi menyamping.“Dasar kebo,” ledek Raihan di tengah kepanikan.Rania sontak memelotot begitu mendengar suara Raihan. Ia segera menghempas selimut, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Apa yang lu bilang?” tanyanya dengan tatapan nyalang.“Lu ngapain masih di sini?” Raihan menyimpan selimut kembali ke atas kasur. “Lu harus segera ke titik evakuasi.”Rania seketika menekuk wajah, lantas berbaring seraya menyelimuti tubuhnya lagi. Melihat Raihan berada di sini benar-benar membuatnya muak. “Jangan ganggu gue.&rdq
Read more

27. Dua Pilar Cinta

Awalnya, Raihan yakin kalau Rania itu kesurupan. Akan tetapi, setelah mendengar hinaan gadis itu terhadap bapaknya, dugaan itu menguap entah ke mana. Jujur, ia amat tersinggung oleh ocehan Rania yang seenaknya menuduh dirnya dan sang bapak yang ingin merebut harta keluarganya. Enggak ada akhlak memang.Tangan Raihan terus terkepal saat keluar dari kamar. Secara sekilas, ia mendengar teriakan, tetapi amarah justru membuatnya memilih tak peduli. “Biar gue sama Rania sama-sama tenang dulu,” ujarnya.Di satu sisi, alarm terus berbunyi.  Walau begitu, Raihan memilih berjalan seolah tak ada kejadian buruk yang terjadi di pesantren. Pikirannya justru terbang pada kejadian beberapa menit yang lalu. Ia tak pernah mengira jika Rania akan menangis, terlebih mengatakan kalau dirinya dan Rumi sudah dijodohkan.“Keputusan gue bawa dia ke pesantren benar-benar salah,” ujar Raihan, “Rania pasti makin stres udah ini.”Raihan mengam
Read more

28. Dua Pilar Cinta

Rania mengerjap beberapa kali. Kepalanya masih pusing akibat pengaruh obat bius. Butuh beberapa waktu agar penglihatannya kembali seperti semula. Ketika matanya berangsur normal, ia sontak tercengang ketika menyadari jika tubuhnya dililit tali dan mulut dibekap lakban. Kejadian ini mengingatkannya pada aksi penculikan yang dilakukan papanya sendiri. Akan tetapi, saat menoleh ke samping, pria tambun itu justru tak terlihat perut buncitnya. Sebenarnya, di mana Rania sekarang?“Ke mana tujuan kita?” Seseorang bertanya.Rania menebak bila dirinya tengah berada di sebuah mobil. Meski keadaan remang, ia melihat ada empat orang yang berada di kendaraan termasuk dirinya. Gadis itu memilih berpura-pura tertidur untuk bisa mengumpulkan informasi. Kalau memang orang-orang ini suruhan papanya, ia jujur tidak akan akan melawan meski kesal karena harus diikat seperti bayam di pasar.“Ke tempat yang bos Ramon bilang,” jawab seorang lagi.Rania so
Read more

29. Dua Pilar Cinta

Setelah melarikan diri dari Ramon, Raihan bergegas menuju ke tempat para santri berada. Ia harus memberitahu mereka kalau pesantren dalam keadaan bahaya. Jauh di dalam pikirannya, Raihan terus disesaki dengan perkataan Ramon yang mengatakan kalau sebenarnya keluarga Ratnawan adalah keluarga mafia, dan dirinya dipilih untuk menggantikan posisinya.Raihan mengambil napas panjang. Hal pertama yang harus ia lakukan adalah berusaha tenang, mengenali masalah, lalu memprioritaskan hal penting apa yang harus ia lakukan lebih dahulu. “Romi!” panggil Raihan berkali-kali. Ia harus membawa seluruh santri yang mengejar si pelaku tadi kembali ke pesantren. Dengan begitu, ia mampu menyelematkan para santri yang masih terjebak di sana. Raihan hanya berharap kalau ocehan Ramon yang akan membakar pesantren hanya gertakan. “Han!” Terdengar sahutan entah dari mana.Raihan mempercepat langkah kaki. Ia akan bersyukur kalau teman-temannya ber
Read more

30. Dua Pilar Cinta

Raihan segera berbaring di tanah begitu sampai di tempat evakuasi. Napasnya masih tersengal di mana dadanya tampak kembang kempis. Lelaki itu menoleh saat Romi duduk di sampingnya. Ia ikut duduk untuk menerima segelas air. Benar juga, kerongkongannya rasanya ikut terbakar.“Gue harus cek keadaan Rania dulu,” kata Raihan seraya berdiri.“Lu obatin luka lu dulu sebelum ngurusin orang lain.” Romi berucap tanpa menoleh.Raihan membalas dengan dehaman. Lelaki itu segera menyisir sekeliling, menyibak kerumunan santri. Senyumnya yang merekah perlahan surut, tenggelam bersama tanya mengenai keberadaan Rania.Beberapa kali mengecek keadaan, Raihan belum menemukan keberadaan Rania. Ia akan bersyukur jika gadis itu masih marah padanya dibanding menghilang seperti ini.“Kamu tahu di mana Rania?” tanya Raihan saat Rumi berjalan ke arahnya.Rumi tercenung kaget. Setetes air mata akhirnya jatuh membasahi pipi. “Buk
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status