Home / Romansa / Damai dalam Poligami / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Damai dalam Poligami: Chapter 11 - Chapter 20

84 Chapters

Bab. 11

 Fadhil berlenggang menyusuri jalanan komplek yang lengang. Kebanyakan warga sedang sibuk beraktifitas di kantor atau tempat usaha yang lain seperti kawasan niaga maupun industri yang umumnya berangkat pagi pulang sore hingga malam. Akan tetapi ada sekelompok ibu rumah tangga yang menobatkan diri sebagai Emak rebahan masih sempat bergerombol dan berbisikbisik sambil sesekali melirik lelaki yang tampak gagah melangkah santai dengan tangan terselip di saku celana.   “Pak Fadhil akhirnya ingat pulang.” Begitu kata seseorang dari mereka.   Merasa jengah Fadhil mempercepat langkah agar segera sampai lalu dengan menggumam salam diselipkannya anak kunci  guna membuka rumah Sarah. Gagal. Ada sesuatu yang menyumbat lubang dari dalam. Reflek Fadhil memutar handel pintu dan terbuka.  Perkiraannya salah. Ternyata Sarah ada di rumah. Wanita itu nampak kaget dan terbangun dari sofa tempatnya tengah bermalasan.   “Mas Fa
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more

Bab. 12

Fadhil mondar mandir dengan linglung di depan ruang UGD rumah sakit. Sesekali mencoba mengintip kesibukan dokter di dalam sana. Pikirannya kalut mengingat kondisi terakhir Sarah yang tak sadarkan diri dengan darah yang terus menetes. Dirinya pun tak menyadari bahwa saat ini penampilannya juga kacau. Celana dan kaus yang dikenakan belepotan darah yang mulai mengering. Bau tak sedap menguar dari sana. Orang orang menjauh kala melewatinya. Fadhil merasa sendirian ketika tiba tiba mengingat Zubaidah.   ‘Apa?! Rumah sakit lagi!? Kenapa, Bang?’   Zubaidah merasa lututnya lemas, mendengar tentang Sarah yang pendarahan. Di waktu waktu dekat ini disadari begitu banyak kejadian menguji kesabaran. Cobaan demi cobaan menimpa keluarga suaminya. Itu terjadi setelah dirinya hadir di antara mereka.   ‘Belum tahu tapi dokter sedang berjuang menyelamatkannya. Sekarang belum sadar.’   Suara Fadhil serak penuh kesedihan
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more

Bab. 13

 Cahaya matahari  pagi menerobos jendela lantai dua rumah sakit,  menghangatkan wajah Fadhil yang kuyu. Lelaki itu duduk bersandar di sebuah kursi sambil membaca Al-Quran, sesekali menatap pintu kaca tempat isterinya berada. Hatinya sedikit tenang. Dokter mengatakan masa kritis Sarah sudah lewat meski kini masih belum sadar seharusnya itu tidak akan lama.   “Allah pasti berikan yang terbaik, Sayang,” bisik Fadhil seolah tengah bicara di telinga istrinya.   Ketenangan tiba-tiba terusik oleh suara tangis ibu Sarah yang datang bersama bapaknya. Rupanya mereka langsung berangkat dari kampung halaman begitu Fadhil mengabari keadaan putri mereka semalam.   “Bapak. Ibu.” Fadhil menyalami dan mencium tangan mereka khidmad, tapi ibu menariknya dengan kasar.   “Apa yang kau lakukan pada anak ibu!?”   “Ibu ....” Fadhil tak bisa berkata kata melihat kemarahan meluap di
last updateLast Updated : 2021-10-11
Read more

Bab. 14

Duduk kaku di antara kedua mertuanya yang menatap sengit sungguh menyiksa. Fadhil serasa menjadi terdakwa yang duduk di kursi pesakitan ruang sidang. Dalam keadaan seperti ini, tidak mungkin bagi  Fadhil membela diri dan mengatakan bahwa pada awalnya Sarahlah yang menginginkan dirinya berpoligami. Ketegangan melingkupi batin Fadhil terlebih saat  suara bariton bapak memecah kesunyian. “Setelah bayinya lahir, kembalikan Sarah pada kami, Nak Fadhil!” Suara yang tenang itu bagai menggelegar di telinga lelaki yang kini telah goyah dalam berpijak.Tubuh Fadhil luruh bersimpuh dan memegang tangan bapak mertuanya. Wajah kuyu menjelaskan betapa gundah dan frustasi batinnya. “Maafkan saya, Pak. Sekarang Sarah belum sadar, tolong jangan membahas ini dulu. Tolonglah, Pak ....” Fadhil tak sanggup menahan tangisnya. Tak peduli apa tanggapan orang tentang lelaki yang cengeng. Namun
last updateLast Updated : 2021-10-11
Read more

Bab. 15

Fadhil berjalan keluar rumah sakit dengan linglung mencapai jalan raya. Memorinya berisi banyak hal berdesakan hilang timbul membuatnya mengernyit sakit karena berusaha focus. Dia meninggalkan mobilnya di rumah sakit dan pulang  dengan taksi. Pikirannya yang tengah kalut tidak memungkinkan untuk menyetir.  Berbahaya.  Bayangan wajah Sarah menari di pelupuk mata. Begitu pun perjalanan pernikahannya dengan wanita yang akan memberinya 3 anak itu. Perempuan yang selalu kuat dan tegar menghadapi sikap kekanakan suami, lebih banyak memberi dari pada meminta, bekerja keras  dalam membantu ekonomi keluarga, juga rajin mengingatkan  agar suaminya lebih baik dan lebih baik lagi menjalankan kewajiban sebagai suami dan ayah. Dia rela diajak berjuang sejak awal pernikahan, saat keluarga kecilnya  belum memiliki apa-apa tapi tidak pernah menuntut lebih saat suami mulai berjaya. Kenyataan ini membuat dadanya berdenyut sakit me
last updateLast Updated : 2021-10-11
Read more

Bab 16

Rumah asri di sebuah perkampungan padat penduduk itu tampak ramai oleh celoteh anak usia TK hingga SD. Mereka duduk melingkar mengerubungi seorang wanita cantik berkerudung biru panjang menjuntai membingkai wajah oval berkulit terang. Dia adalah Laras guru mengaji di lingkungan tempat tinggalnya. Sore itu Zubaidah berkunjung ke rumah Laras. Sambil menunggu adiknya itu selesai dalam memberikan bimbingan dirinya membaur bersama beberapa orang anak yang sedang duduk memainkan karet gelang. “Tante mau ikut main?” tanya seorang anak perempuan lucu berwajah bulat. “Memang boleh?” Zubaidah balik bertanya. Wajah itu mengedarkan pandangan pada temantemannya yang lain seolah meminta persetujuan. Zubaidah menapilkan wajah memelas yang membuat mereka mengangguk berbarengan. Zubaidah tertawa karena merasa konyol. Beban di hatinya teralihkan sepenuhnya saat ini berkat kepolosan mereka. Anga
last updateLast Updated : 2021-10-12
Read more

Bab 17

Rumah asri di sebuah perkampungan padat penduduk itu tampak ramai oleh celoteh anak usia TK hingga SD. Mereka duduk melingkar mengerubungi seorang wanita cantik berkerudung biru panjang menjuntai membingkai wajah oval berkulit terang. Dia adalah Laras guru mengaji di lingkungan tempat tinggalnya. Sore itu Zubaidah berkunjung ke rumah Laras. Sambil menunggu adiknya itu selesai dalam memberikan bimbingan dirinya membaur bersama beberapa orang anak yang sedang duduk memainkan karet gelang. “Tante mau ikut main?” tanya seorang anak perempuan lucu berwajah bulat. “Memang boleh?” Zubaidah balik bertanya. Wajah itu mengedarkan pandangan pada temantemannya yang lain seolah meminta persetujuan. Zubaidah menapilkan wajah memelas yang membuat mereka mengangguk berbarengan. Zubaidah tertawa karena merasa konyol. Beban di hatinya teralihkan sepenuhnya saat ini berkat kepolosan mereka. Anga
last updateLast Updated : 2021-10-12
Read more

Bab 18

Dalam perjalanan Fadhil masih terbayang wajah kesal pura kecilnya. Ada sedikit rasa menyesal tidak mengabulkan keinginannya untuk ikut menjenguk Sang Bunda. Batin lelaki yang kali ini tampil sedikit berantakan itu saling berdebat  membenarkan tindakan. Satu sisi mengatakan sebaiknya anak anak tidak mendekati rumah sakit karena banyak virus takut tertular. Namun sisi lain menyangkalnya.   “Mungkin saja Sarah akan senang bertemu Habbil,” gumamnya.   Sarah sangat menyayangi anak  dan mereka juga sangat dekat dengan ibunya. Sarah sangat pandai mengambil hati dan menjadikan dirinya teman curhat yang asyik. Gelak tawa ceria mereka berdengung di telinga. Mengingat semuanya Fadhil tersenyum getir. Rasa bersalah kembali menguasai, sadar semua kekacauan ini karena kebodohannya sebagai suami dan ayah. Keluarga yang begitu sempurna terkoyak hanya oleh sifat kikir dan arogannya selama ini.  Memalukan!   Menyeti
last updateLast Updated : 2021-10-13
Read more

Bab 19

Seperti angin Fadhil melarikan mobilnya dengan kencang. Jeritan klakson kembali bersahutan memperingatkannya tapi dihiraukan. Petugas keamanan kantor di pintu masuk bahkan tersentak mendapati sebuah mobil yang nyelonong masuk tanpa memelankan laju apalagi klakson kecil sebagai ganti sapaan seperti biasa.   Petugas itu berlari mendekat untuk bertanya. Barangkali ada sesuatu yang darurat hingga pemilik mobil yang dikenalnya bertindak tidak wajar. Sayangnya begitu turun Fadhil justru menghiraukannya dan bergegas masuk dengan kepala menunduk memperhatikan langkah kaki seolah takut tersandung.   “Kenapa dengan Pak Fadhil?” gumam lelaki berseragam biru dengan pentungan tergantung di pinggang itu bingung.   Sampai di ruang kerjanya pun Fadhil hanya perlu duduk dan menyalakan computer di meja kerja tanpa sedikit berbasa basi dengan rekan seruangan seperti biasa. Jelas keadaannya juga sikap yang janggal memancing perhatian. Anton
last updateLast Updated : 2021-10-14
Read more

Bab 20

Perjalanan Jawa-Jakarta memakan waktu kurang dari 8jam naik kereta api. Sarah sengaja memilih transportasi ini untuk menyamankan diri. Meski  kandungannya sudah cukup kuat di usia 3 bulan, dirinya tidak memilih bus demi rasa lebih aman saat harus berganti tranportasi di stasiun kereta tujuan ke rumahnya. Sarah juga enggan meminta jemput  suaminya karena ada sesuatu yang hendak dilakukan sebelum bertemu Fadhil.   Wanita berkimar panjang berwarna gading itu sungguh ingin tahu apakah suami dan madunya juga seperti orangorang pada umumnya? Setiap pagi bercengkerama bersama di hadapan teko yang mengepulkan asap dan sepiring kue khas favorite dua jagoan yang teramat dia rindukan? Oh tdak! Batinnya menolak percaya.   “Kenapa aku jadi terus terusan berburuk sangka?” Sarah menepuk dahi merasa frustasi.   Ransel di punggung terasa lebih berat dari pertama disandang kemarin. Perjalanannya menguras energy meski dirinya ber
last updateLast Updated : 2021-10-14
Read more
PREV
123456
...
9
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status