Home / Fantasi / Guardians of Shan / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Guardians of Shan: Chapter 61 - Chapter 70

202 Chapters

Evergreen sang Guardian – 8

"Safar al-Khidir?" Evergreen mengerutkan kening. "Kenapa tidak asing bagiku?""Ia seorang raja dari Aibarab," tutur Nemesis. "Zahra mengaku sebagai putri Kerajaan Zabuz dan Aibarab.""Ah, jadi ada raja dan putri jin di Aibarab?" tanya Evergreen. "Ketahuilah, aku juga sering berurusan dengan jin."Seluruh tatapan tertuju padanya. Hening mencekam, saling lirik, menunggu. Tiada yang berani bersuara."Berurusan dengan jin?" tanya Gill polos."Aku bisa melihat mereka meski tanpa izin," ujar Evergreen."Makhluk macam apa kau?" Nemesis mengangkat sebelah alis."Kamu tidak terlihat seperti sosok yang kauucapkan," timpal Arsene. "Kamu bukan penyihir."Evergreen memutar bola mata, seolah itu sering ditanyakan. "Aku John Evergreen dari Ezilis Selatan. Kehidupan nyata dan gaib tiada bedanya bagiku. Aku dilahirkan di kerajaan yang tak terlihat."
last updateLast Updated : 2021-11-16
Read more

Evergreen sang Guardian – 9

"Akram memberi tahu?" tanya Evergreen memastikan."Ya, dia salah satu teman penaku. Um, seseorang yang memperkenalkannya padaku, dulu sekali," balas Gill terdengar polos. "Dia sempat mengirim surat kalau keluarganya hendak pindah ke Ezilis Utara sebulan sebelum keruntuhan."Evergreen bergumam, suaranya malah terdengar gemetar. "Kenapa ... Dia tidak bilang?""Apa?"Evergreen menarik napas. "Tidak ada. Hanya masalah pribadi."Ia lanjutkan langkah. Kami ikuti dengan bingung. Aku tahu Evergreen pasti berhubungan dengan keluarga Wynter. Reaksinya tadi membuatku yakin ia bisa saja merasa dikhianati oleh mereka. Kendati selamat saat keruntuhan."Kamu kenal keluarga Wynter selain Akram?" tanyaku pada Gill."Aku kenal beberapa," jawabnya. "Tapi, hanya Akram yang paling dekat. Itu pun hanya sebatas teman pena.""Dia sahabat masa kecilmu?"
last updateLast Updated : 2021-11-16
Read more

Menuju Kebenaran – 1

Aku dilempar ke tempat yang jauh lebih aneh. Tanah luas namun begitu hitam dan lembab. Sekelilingku dipenuhi gundukan tanah dan tulang belulang, belum lagi di bawahnya penuh dengan cacing."Oh, ada Pangeran.""Atau makanan untuk kita berdua.""Ish, Delina! Kita tidak makan manusia.""Tapi, boleh, Delisa. Abi bilang tidak masalah.""Kepalamu! Kalau Abi keberatan, tidak wajib artinya."Aku melihat dua gadis kembali berdiri di depanku dari kejauhan. Keduanya menyeringai dengan wajah imut. Ya, aku berani bilang mereka manis kendati ucapan berbanding terbalik dengan penampilan.Mereka memiliki postur dan penampilan yang sangat mirip ; rambut sepinggang dikepang satu, dengan poni dijepit penjepit rambut berbentuk bulan sabit. Keduanya mengenakan pakaian sama, polos putih dengan rok pendek hitam serta celana panjang hingga menutupi seluruh kaki.
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more

Menuju Kebenaran – 2

Gill refleks melempar sesuatu ke arahnya.Dur...!Ledakan kecil tadi membuat kepala itu hancur lebur dan menyebar mengotori sekitar. Gill melindungiku dari kekacauan tadi hingga jaketnya ikut kotor.Gill menatapku dengan sorot ngeri. "Gila! Apa itu?!""Apa-apaan?" tanyaku merujuk pada benda yang dilemparnya."Biasa, mainan anak-anak." Gill memamerkan bola-bola kecil mirip petasan. Seingatku, petasan tidak sampai menghancurkan sebuah kepala bahkan sampai bagiannya berpencar ke mana-mana."Kamu ini sebenarnya apa?" tanyaku."Aku Pengalih-Rupa," jelas Gill. "Yah, cukup lemah.""Ti-tidak masalah," balasku spontan. "Kamu baru saja melindungiku dari ... Kepala."Gill bergidik. "Aku benci kepala tanpa badan, atau badan tanpa kepala.""Aku juga," balasku, berniat menenangkannya."Kepala,"
last updateLast Updated : 2021-11-21
Read more

Menuju Kebenaran – 3

"Setan!" Gill refleks menarikku ke sisinya dan melempar petasannya.Dur! Asap mengepul menutupi pandangan, kami terbatuk beberapa saat sebelum melihat sosok di balik kabut.Gadis cantik ... Mirip dengan si kembar, hanya saja rambutnya hitam dengan sorot mata biru. Dia seperti Akram, namun versi gadis. Berdiri di depan dengan tatapan tajam. Wajahnya kini dipenuhi abu hitam bekas petasan Gill. Aku bahkan ragu jika itu benar-benar petasan."Akram!" seru gadis itu dengan geram. "Kamu sendiri yang ngagetin," balas Akram. "Nih, temanku."Gadis itu mendengkus. "Ganteng tapi penakut, percuma!"Kulirik Gill, pemuda itu menatapnya tajam. Dia arahkan telunjuk padanya. "Orang waras mana yang tidak kaget? Kamu yang main hantu dan wajar aku kaget!"Gadis itu memutar bola mata dan bersedekap."Gill, ini adikku, Nisma Ferant Elzalis Wynter," jelas Akram. "Dia seorang necromancer.""Tak heran." Gill mengalihkan pandangan. 
last updateLast Updated : 2021-11-24
Read more

Menuju Kebenaran – 4

Dalam beberapa saat, musuh kami tumbang. Aku dan Gill tercegang melihatnya dengan cepat membabat habis mayat-mayat itu. Tumpukan mayat tentaranya Nisma terkapar dalam keadaan termutilasi. Aroma anyir bercampur tanah tercium jelas. Bagian tubuh dan organ berceceran, belum lagi kotoran membanjiri tanah. Jelas menyakiti hidung. Pria itu hanya berdiri memandang kami di antara jasad musuh, menyarung pedang dengan tenang. Aku mendekat. Bagaimana bisa ia membantai mayat hidup secepat itu? Kulirik tangannya, sebuah pedang penuh daging busuk, tampak sederhana namun mematikan. Warna kulit pria itu sedikit lebih gelap dari kami, sawo matang. Rambut hitam pendek dengan mata merah menyala. Ia jelas pria tertinggi yang pernah kulihat. "Ka ..." Suara Gill bahkan terdengar seperti bisikan, seakan mengenal sosok itu tapi di saat yang sama juga ragu. Dia berdiri jauh di belakang, jela
last updateLast Updated : 2021-11-24
Read more

Menuju Kebenaran – 5

Aku mengenalnya. Salah satu antek-antek Evergreen.Tangannya menjelma jadi benda tajam merah yang menusuk dahan tadi, dengan tatapan tajam. Seringainya seolah mencengkeram jantungku.Lucius.Ya, aku masih ingat namanya. Bukanya dia berjanji tidak akan menganggu?Lucius menyeringai. "Ia mencarimu!"Gill refleks menarik kami menjauh, melesat lebih tepatnya.DUR!Dentuman bersahutan berima di telinga. Aku sempat menoleh dan melihatnya berjuang menangkap kami. Segala rintangan dilompati Gill seperti permainan anak-anak. Hanya kami berdua yang tidak tahu harus berbuat apa sementara Gill terus menjerit entah menambah kekuatan atau memberi sinyal. Pastinya, itu jeritan jiwa yang terbelenggu oleh ketakutan nan nyata."Mampus aku!" serunya sambil melompati dahan demi dahan, masih kuat memegang baju kami. "Apa jadinya kalau kalian yang trauma?!"Kami diam saja, tidak tahu harus balas apa lagi. Aku terus mengamati Luci
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

Menuju Kebenaran – 6

Kami bergegas pulang ke rumah Evergreen dan menghubungi dokter Youngfeather. Butuh waktu beberapa jam menunggunya sementara aku duduk di luar dengan gelisah. Evergreen tampak dengan senang hati mengizinkan kami menginap di rumahnya. Evergreen duduk di samping sambil menepuk bahuku. "Ia akan baik-baik saja." Aku yang telanjur takut, beringsut memeluk Gill yang duduk di sampingku sambil terisak. Michelle hanya mengelus bahuku tanpa bisa berbuat banyak. "Tidak apa, Nak." Evergreen berbisik dengan lembut disertai belaian. "Semua akan baik-baik saja. Aku janji." "Ada apa tadi?" tanya Michelle. "Dimana Nemesis?" "Vampir itu menghilang," jelas Evergreen. "Begitulah kata Monsieur Perrier." "Bagaimana bisa?" heran Michelle. "Dia tidak akan hilang secepat itu!" "Tahan dulu, Putri!" balas Evergreen. "Biar kami yang cari untukmu. Asal kautahu, aku punya banyak anak buah. Sayang, Lucius berkhi
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

Menuju Kebenaran – 7

Aku terbangun di kasur baru pada dini hari. Kulirik sekitar, tidak ada seorang pun menemani. Lantas, aku mencoba keluar dan mencari seseorang untuk diajak mengobrol. Kemarin malam, Evergreen menyuruhku tidur di sini, walaupun aku merasa tidak nyaman lantaran ini terlalu asing. Apalagi perihal malam itu. Aku seakan tidak percaya, namun tentu tidak bisa menolak ucapan Arsene. Pintu kamar kubuka. Lantas mencari kamar Arsene untuk menjenguk. Tok! Tok! Tok! Aku hendak memanggil, tapi– "Eh?" Baru saja mengetuk, keluar wajah Dokter yang ... Berantakan. Rambutnya acak-acakan serta mata yang tampak kelelahan.  "Remi?" herannya. "Dimana Pa–" Terdengar suara batuk dari belakang. Bibirku bergetar. "Pa–" Ia memotong. "Kamu tidurlah, biarkan ayahmu istirahat." Klik Ia tutup pintunya. Aku yang tidak bisa berkata-kata, hanya duduk berharap cemas di luar sambil menyandarkan tu
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

Menuju Kebenaran – 8

"Bagaimana kabar Mister Perrier?" tanya vampir itu.Kabut hitam mengikis, menyisakan dirinya yang berdiri di tengah tangga ruang bawah tanah. Ia tampak seolah baru saja keluar dari lembah kematian. Tatapannya masih dingin, padahal kami sudah saling mengenal."Membaik," balasku. "Nemesis, kamu dari mana saja?" tanya Michelle."Kemarin, kami berhasil kabur dari kumpulan vampir," jawab Nemesis. "Aku berpencar. Mister Perrier yang menyelamatkan kalian, bukan?"Aku mengiakan."Aku mendapat giliran mengirim kabar ke salah satu Guardian," ujarnya. "Sebelumnya, aku disuruh memberi kabar ke Wynter.""Untuk apa?" tanyaku."Kami menyakini sesuatu dan ia tahu itu." Nemesis berpaling menghadap ruang bawah tanah, meski tidak jelas seberapa jauh kami harus menuruni tangga. "Ayo, ikut aku!"Gill terkesiap saat kami menuruni tangga. Jelas takutnya kambuh. Aku tahu ia yang tidak mau ditinggal sendirian, terpaksa menyusul meski kuden
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more
PREV
1
...
56789
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status