Home / All / PENDEKAR CAMBUK HALILINTAR / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of PENDEKAR CAMBUK HALILINTAR: Chapter 41 - Chapter 50

88 Chapters

PART 41

     Begitu turun dari punggung kudanya, laki-laki berusia empat puluhan tahun yang disebut Adipati Tadakara itu langsung menyambup pelukan dari putrinya sembari bertanya, “Apa yang terjadi, Nduk?”      Belum lagi putrinya menjawab, Raden Anom muncul di pintu warung makan dan bertanya, “Sampean yang bernama Adipati Tadakara?”      Bukan saja sang adipati sendiri yang kaget mendapat pertanyaan yang terkesan tidak bertatakrama itu, namun semua orang pasar yang berkerumun langsung saling berpandangan satu sama lain. Bahkan seorang bintara yang memimpin pengawalan terhadap sang adipati merasa geram.       “Heh, Anak Muda! Apakah kautidak tahu kausedang berhadapan dengan siapa!”ucap sang bintara bhayangkara itu dengan membentak.    &
Read more

PART 42

       Sejak hari itu, hingga beberapa lama ke depan, Raden Anom tinggal di Pura Kadipaten. Ia ingin melakukan pembersihan besar-besar dalam tubuh pemerintahan Kadipaten Mojo Agung. Pejabat-pejabat yang terpapar oleh pengaruh Adipati Tadakara harus dibersihkan, hingga ke tingkat paling bawah.          Untuk itu, Raden Anom mengumpulkan pejabat-pejabat tinggi di kadipaten. Ia ingin mendengarkan pendapat, masukan, dan sebagainya dari para pejabat-pejabat itu.        “Jika sang adipati berhalangan, sakit, atau sedang ke luar kadipaten dalam waktu yang cukup lama, biasanya siapa yang melaksanakan pemerintahannya?” bertanya Raden Anom.         “Hamba, Gusti Raden Anom,” sahut salah seorang pejabat yang duduk di deretan kursi sebelah kanan Raden
Read more

PART 43

        Setelah semua urusan di Kadipaten Mojo Agung, Raden Anom langsung melesat menuju kota raja. Di istana kerajaan ia disambut oleh segenap penghuni istana dengan rasa suka cita.       Tentu yang paling senang melihat sang pendekar muda itu pulang adalah biungnya, Diajeng Sekar Laras, dan bopo sambung sekaligus gurunya, Ki Jagadita.       “Mengembara ke mana saja kau, Ngger?” tanya bopo sambungnya.       “Ananda hanya mengembara di kerajaan tetangga, Bopo,” sahut Raden Anom sembari menyalami dan menciumi tangan sang ayah sambung sekaligus gurunya itu.        “Bopo dengar Angger mampir dulu di Kadipaten Mojo Agung? Bagaimana keadaan kadipaten itu sekarang?”
Read more

PART 44

        Raden Anom mengantarnya untuk duduk kembali ke kursinya semula.        “Dik Purwati dan Galih adalah sahabat baik adinda di Kota Watu Galuh, Raka Prabu. Adinda menemaninya untuk menyelesaikan permasalahan mereka, lalu saya pergi begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu,”cerita Raden Anom setelah duduk kembali ke kursinya.        “Ampun Gusti Prabu, terlebih dahulu hamba menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Angger Anom. Selama ini hamba hanya berhadap bisa bertemu dengan beliau. Rupanya Dewata Agung mengabulkan permohonan hamba. Dan hamba sama sekali tak menduga justru bertemunya di pertemuan agung ini. Hamba benar-benar merasa amat tersanjung, karena ternyata pemuda yang pernah membantu kehidupan putri dan putra  hamba serta membantu menyelesaikan permasalahan hamba adalah
Read more

PART 45

         Siang hari, saat Raden Anom sedang mengajar para muridnya di padepokan istana, seorang prajurit kerajaan datang menghadap, memberitahukan bahwa Gusti Prabu mengharapkannya untuk menghadap di Balai Paseban.       “Baiklah, silakan duluan. Saya akan segera menyusul,” sahut Raden Anom.       “Baik, Gusti Anom.”         Prajurit kawal istana itu langsung kembali ke tempat tugasnya di depan pintu istana.        Tetapi betapa kagetnya ia, ketika ia kembali berdiri di sisi pintu istana, ternyata Raden Anom sedang berbicara dengan Baginda Prabu di balai paseban. Namun ia tak berani berkata apa-apa kepada prajurit lain yang berdiri di samping kiri kanannya. Namun hatinya berkata, bahwa Raden Anom
Read more

PART 46

          Sesungguhnya, Raden Anom tidak bermaksud untuk memamerkan kedigdayaannya di hadapan sang raja dan sang mahapatihnya, tetapi biar apa yang akan mereka saksikan kelak menjadi bukti, bahwa Kerajaan Palingga memiliki pasukan yang sangat tangguh, dan tak boleh ada pemberontak atau pun kerajaan mana pun yang boleh mengganggu mereka.         “Saya sangat setuju dengan semua usulan yang disampaikan oleh Panglima Muda Anom. Saya serahkan sepenuhnya kelanjutan kerajaan saya kepada Panglima Muda Anom dari serbuan para pemberontak itu,”sabda Raka Hastanta.         “Terima kasih, Gusti Prabu,” sahut Raden Anom. “Karena itu, saya meminta kepada Ki Mahapatih agar menarik seluruh pasukan ke kota raja. Pastikan para pemberontak itu memasuki ladang kematian mereka, yaitu alun-alun kota.”
Read more

PART 47

       Pada malam purnama lima hari kemudian, semua sudah bersiap-siap di posisi yang sudah diatur sedemikian rupa. Kota raja telah lengang sejak malam menggantikan senja hari. Segenap rakyat di seantero kota telah diberitahu oleh para pemimpin mereka di tiap wilayah agar malam itu semua tidak ada yang keluar dari rumah.       Kemarin malam Pendekar Cambuk Halilintar telah mengadakan kontak gaib dengan eyang gurunya, Ki Baureksa Galap Ngampar. Kepada sang eyang gurunya itu Raden Anom meminta bantuan agar di malam bulan empat belas sang eyang dapat menolongnya untuk mengaburkan seluruh mata pemberontak dengan Mantra Panglimunan Jagat agar mereka tidak dapat melihat istana Raja Hastanta serta mengubah kota raja terlihat sebagai sebuah rimba belantara.        “Baiklah, cucuku, Eyang akan membantumu demi kebaikan rakyat Kerajaan Astanegara.
Read more

PART 48

          Saat keadaan kota raja dikembalikan dalam keadaan aslinya, seluruh warga kota berbondong-bodong datang ke alun-alun. Mereka menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan.         Mungkin karena mayat-mayat itu adalah mayat-mayatnya pemberontak dan penghianat kerajaan, para warga itu pun sama sekali tak merasakan adanya rasa berbela sungkawa sedikit pun. Malah yang ada adalah perasaan geram.        Atas permintaan Mahapatih Suradarma, segenap prajurit kerajaan dan dibantu oleh segenap warga kota yang laki-laki menguburkan seluruh mayat itu di sebelah barat alun-alun. Seluruhnya ditimbun dalam sebuah lobang raksasa  dan dalam.        Sementara para dedengkotnya pemberontak, yaitu Ki Bratasena, Ki Cakra Wisa, da
Read more

PART 49

        “Kira-kira dari kerajaan manakah yang melakukan penyerbuan tadi, Kangmas, Bopo, Biung?” bertanya Ratu Gayatri.        “Kalau dilihat dari seragam pasukannya, mereka adalah pasukan dari Kerajaan Wurawari dan Kerajaan Sriwijaya,” sahut Ki Jagadita tanpa menoleh kepada kedua muridnya maupun istrinya, DIajeng Sekar Laras.        “Kerajaan Wurawuri? Bukankah Kerajaan Wurawari adalah kerajaan kecil yang berada di bawah naungan Kerajaan Medang Kamulan, Bopo? Lalu mengapa pula kerajaan Sriwijaya jauh-jauh datang menyerbu Kerajaan Medang?”ucap Ratu Gayatri.        “Kerajaan Sriwijaya pernah diserbu oleh Kerajaan Medang. Bopo kira, mereka melakukan tindakan balasan di saat Kerajaan Medang Kamulan. Me
Read more

PART 50

       “Ceritakan semuanya kepadaku, Angger, apa sebenarnya yang telah terjadi terhadap orang tua dari bocah itu?” tanya Baginda Nara kepada Raden Anom saat duduk sembari menyaksikan Galih yang sedang berlatih di halaman padepokan.        “Nasibnya mirip-mirip nasib ananda, Bopo Gedhe. Dia kehilangan ayahnya oleh sebuah keserakah nafsu. Hanya bedanya, Bopo dibantai oleh para begal, sementara bopo dan ayundanya Galih ikut terbunuh oleh pemberontak yang menyerbu Kerajaan Medang Kamulan. Ia terbunuh bersama Raja Dharmawansah Teguh sekeluarga serta segenap undang pernikahan agung itu. Para pembesar kerajaan juga ikut terbunuh. Putri sang raja juga terbunuh, tetapi Pangeran Airlangga, sang menantu, ananda  dengar ia berhasil meloloskan diri.”       “Ya Tuhan..., sebuah kerajaan
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status