Home / All / PENDEKAR CAMBUK HALILINTAR / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of PENDEKAR CAMBUK HALILINTAR: Chapter 61 - Chapter 70

88 Chapters

PART 61

          Gadis yang berwajah manis itu mengangguk-angguk agak ragu. “Si-siap, Mas...!”        “Baiklah. Ki Prana dan ibu silakan duduk saja di atas batu ceper itu.”        “Baik, Ngger...!” sahut Ki Prana lalu menarik tangan Nyi Ngatmi. Keduanya duduk menyaksikan di atas batu ceper tanpa berani berbicara.        Raden Anom menatap wajah Laksmi dan berkata, “Saya ingin melihat dulu Dik Laksmi memperagakan jurus-jurus yang telah Dik Laksmi kuasai.”       “Baik, Mas...!”      Setelah memasang kuda-kuda yang terlihat cukup kokoh, gadis yang baru melewati usia remaja itu segera mempergakan jurus-jurus yang dikuasainya. Jurus-jurus yang pernah ia pelajari di sebuah padepokan di daerah Pasuruan sebelum peristiwa maha pralaya dua tahun yang silam.
Read more

PART 62

         Laksmi merasakan tubuhnya semakin lama semakin panas dan seolah-olah hendak meledak. Jeritannya semakin kuat. Getaran tubuhnya seolah-olah hendak merontokkan seluruh daging dan otot yang membungkus rangka tubuhnya. Keringatnya laksana diusir dari dalam tubuhnya, berhamburan keluar. Rambutnya pun sampai meriap kaku seperti rambut pohon enau.       Saat Raden Anom mengakhiri pengaliran tenaga dalamnya dengan sebuah teriakan keras dan berat tertahan, tubuh Laksmi langsung jatuh lunglai ke depan, namun dengan cepat Raden Anom menahannya.      “Tolong ibu dan Ki Prana ke mari...!”       Raden Anom kemudian meletakkan kepada Laksmi yang tak sadarkan diri pada pangkuan ibunya, Nyi Ngatmi.       “Tak lama lagi dia akan s
Read more

PART 63

         “Begini, Dewi Laksmi adalah dewi kekayaan, kesuburan, kemakmuran, keberuntungan, kecantikan, keadilan, dan kebijaksanaan. Saya ingin dalam diri Dik Laksmi pun punya kemiripan sifat dan ciri-ciri yang dimiliki oleh Sang Dewi, yaitu kelak bisa menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana sehingga mampu membawa kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Dik Laksmi juga harus tampil cantik, punya pesona yang mampu menimbulkan kekaguman dan rasa hormat siapa pun yang memandangnya serta kata-katanya akan dipatuhi oleh segenap rakyatnya.”       “Maaf, Angger, tentu Denok belum memiliki sifat dan ciri seperti itu,” sahut Ki Prana. “Kehidupan keluarga kami ya seperti yang Angger lihat, miskin. Untuk sifat adil dan bijaksananya, kami pun belum melihatnya, karena usianya juga masih muda, belum genap dua puluh tahun. Untuk kecantikan, ya tentu saja dia cantik karena dia adalah a
Read more

PART 64

          Laksmi dan Nyi Ngatmi membagi-bagikan nasi dan lauknya.       “Tentu saja, Kawan Anom, ini daging kambing muda yang dimaskan sendiri oleh Nyi Isyana...!”       Ki Jalak Ireng memberi isyarat ke otak Raden Anom dengan menekankan kalimatnya saat menyebutkan nama istri Ki Lurah atau Juragan Srandak itu, dan Raden Anom hanya mesem saja.        Setelah menikmati hidangan itu, mereka melanjutkan obrolan untuk beberapa lamanya. Namun ketika hendak pamit untuk kembali ke rumahnya Juragan Srandak, Ki Jalak Ireng memberitahukan kepada Raden Anom dan Ki Prana sekeluarga, bahwa mulai besok sudah mulai dibuka pendaftaran para peserta yang ikut sayembara perang tanding.       “Baiklah, Ki Jalak, besok kami akan datang ke tempatnya Ki Lura
Read more

PART 65

 Menjelang diadakannya sayembara berupa perang tanding untuk memperebutkan posisi sebagai pengawal utama Juragan Srandak, segenap warga Desa Blimbingan yang laki-laki ikut bekerja gotong royong untuk membangun semacam panggung yang luas dan kuat untuk tempat para peserta beradu ilmu kesaktiannya.     Di belakang panggung yang luas itu dibuat juga panggung kecil yang lebih tinggi tempat sang lurah, Ki Srandak, dan ketiga istrinya untuk menyaksikan jalannya pertandingan yang punya kemungkinan akibat hidup-mati itu.      Sementara para peserta yang terdiri dari para pendekar yang kebanyakan dari aliran hitam telah berkumpul di alun-alun desa. Di alun-alun itu mereka mendirikan tenda-tenda untuk mereka tinggal sementara. Dari tiap-tiap mereka didampingi oleh para pendukungnya masing-masing. Atas kebijakan Lurah Srandak, mereka semua dijamin oleh Ki Lurah sendiri segala kebetuhannya selama mereka berada di desa itu, terutama urusan
Read more

PART 66

   Laksmi tidak terlihat tegang melihat hadirnya serangan itu. Ia berdiri dengan tenang namun dengan siaga penuh untuk menyambut serangan itu.      Namun baru saja ia hendak menyambut serangan itu dengan sambaran cepat kaki kanannya lagi, tiba-tiba...      Bughk...!!      Sebuah tendakan keras menghantam dada pendekar,  sehingga tubuh besar kekar itu kembali terlepar ke belakang beberapa tombak di luar panggung.      Untuk kedua kalinya semua mata mata menyaksikan peristiwa itu langsung terbelalak dan berteriak tertahan yang meninggalkan mulut mereka yang terbuka akibat kekagetan yang sangat. Terlebih setelah melihat bahwa laki-laki yang berjuluk Cakar Dewa Rajawali itu tak bergerak lagi. Tak sadarkan diri dengan posisi tubuh tertelungkup!      Sebenarnya yang kaget bukan hanya para penyaksi, tetapi juga dirasakan oleh Laksmi sendiri. Bagaimana mung
Read more

PART 67

       Menurut bisikan Ki Jalak Ireng, bahwa kedua jenis senjata di tangan kedua pendekar beraliran hitam itu memiliki kesaktian yang sama-sama mematikan. Cambuk Iblis mampu menghancurkan tubuh lawan-lawannya hingga ke tulang-tulangnya. Jarang ada yang bertahan oleh kedahsyatan cambuk itu. Sementara sepasang sarung tangan baja pun tak kalah mematikannya. Karena di tiap-tiap ujung cakar baja yang runcing dan tajam itu mengandung racun yang mematikan. Bisa dipastikan, jika lawan sudah terkoyak oleh cakar baja beracun itu, makan kemungkinan dapat bertahan sangatlah kecil.       Kepada Laksmi dan Raden Anom, Ki Jalak Ireng berkata dengan setengah berbisik: “Yang bergelar Pendekar Cambuk Iblis pernah menjadi pemimpin sebuah kelompok pendekar aliran hitam. Artinya, dia seorang pendekar yang sangat sakti.”        Laksmi dan Raden Anom hanya melihat ke wajah Ki Jalak sesaat tanpa
Read more

PART 68

       Pendekar Banci Kelana berdiri dengan melipat kedua tangannya di dadanya sembari tersenyum sinis ke arah lawannya yang sudah makin tak berdaya. Tak lama kemudian sang lawan ambruk menggelepar ke bumi dengan meregang nyawa.      Beberapa laki-laki masuk dan mengangkat keluar mayat Pendekar Iblis Cebol dari panggung pertarungan. Sesaat kemudian muncul juru acara, Ki Surojoya dan langsung mengangkat tangan kanan Pendekar Banci Kelana sembari mengumumkan kemenangannya atas lawannya, Pendekar Iblis Cebol.       Pasangan kelima yang maju di panggung pertarungan adalah dua orang pendekar yang memiliki postur sama-sama besar tinggi dan kekar. Yang seorang berjuluk Pendekar Iblis Tenggara dan lawannya bernama Pendekar Kapak Sakti.       Menurut bisikan Ki Jalak Ireng, Pendekar Iblis Tenggara merupakan saudara seperguruan dari Pendekar Iblis Cebol dan Pendekar
Read more

PART 69

      Ki Jalak Ireng dan Nimas Isyana langsung saling bertatapan.       “Jika dia adalah seorang pendekar, mengapa bukan dia sendiri yang ikut ambil bagian dalam sayembara ini?” bertanya Juragan Srandak seolah-olah pada dirinya sendiri.        “Maaf, Juragan. Jika pun benar Anom adalah seorang pendekar, tentu saja dia tetap tak tertarik dengan sayembara itu. Pertimbangan saya, pertama, dia lebih bahagia hidup bebas sebagai saudagar petualang, dan tak ingin terikat oleh sebuah jabatan. Yang kedua, dia tidak tertarik dengan hadiah dari juragan itu, karena dia seorang saudagar kaya juga.”       “Ya, ya, aku setuju dengan pendapatmu, Jalak Ireng,” puji Juragan Srandak. “Lalu pertanyaan keduanya adalah, mengapa tiba-tiba Laksmi berminat untuk ikut sayembara yang berbahaya ini? Padahal tujuan akhirnya adalah me
Read more

PART 70

       Saat bangun itu, Raden Anom memegang tangan Nimas Isyana untuk membantunya bangun dan berdiri.      “Terima kasih,” ucap Nimas Isyana lalu tersenyum manis.      “Sama-sama, Nyi...!”      Saat melihat Raden Anom melihat ke arah Ki Jalak Ireng dan ingin mengucapkan sesuatu, laki-laki itu menyambutnya dengan sebuah kedipan sebelah matanya. Raden Anom langsung tersenyum sembari menggeleng-geleng pelan.       Penonton pada pertandingan di hari kedua jauh lebih ramai dari penonton yang kemarin. Penonton di hari kedua ini bukan saja berasal dari warga dari desa Blimbingan sendiri, namun berasal dari berbagai desa tetangga.      Ternyata yang membuat para warga desa-desa lain itu hadir dalam sayembara berdarah-nyawa itu adalah karena mereka mendengar adanya keikutsertaan se
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status