Home / All / PENDEKAR CAMBUK HALILINTAR / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of PENDEKAR CAMBUK HALILINTAR: Chapter 21 - Chapter 30

88 Chapters

PART 21

       Tampaknya Prabu Nararyawardhana sudah mulai menyadari bahwa kepercayaan rakyat terhadap dirinya mulai terlihat menurut di mana-mana. Itu dapat ia rasa dan saksikan dalam setahun terakhir ini. Setiap kali  ia melakukan kunjungan keliling ke pelosok negerinya, di mana ia hanya disambut oleh rakyatnya dengan sikap agak dingin, dan tak seperti sebelumnya ia disambut dengan sangat meriah dan dieluk-elukan di sepanjang jalan yang dilewatinya. Ia merasa, bahwa dirinya mulai tak dianggap lagi sebagai pemimpin oleh rakyatnya.       Apa yang dilakukan dan diharapkan oleh persekongkolan Patih Adiwilaga dan Ki Jantaka alias Gentala Seta tampaknya sudah mulai menampakkan hasil. Dan hebatnya, ketika ia berkeliling ke setiap pelosok, Patih Adiwilaga dapat merasakan sambutan yang baik rakyat terhadapnya. Tak sedikit ia dielu-elukan oleh segenap rakyat yang dilewatinya. Sembari dalam
Read more

PART 22

        Keempat pendekar muda hanya mengangguk dan terdiam.        “Dan malam ini,” lanjut Ki Jagadita, “aku masih menurunkan satu benda wasiat yang bernama Cambuk Halilintar. Karena cambuk ini hanya satu, maka kalian harus mendapatkannya dengan cara diuji. Cambuk ini memiliki ruh, dia akan memilih siapa yang akan menjadi pemiliknya. Ia akan tinggal di tubuh pemiliknya sebelum cambuk itu akan diwariskan kepada sang pelanjutnya. Pesan  Bopo, kepada siapa pun akhirnya Cambuk Halilintar ini akan jatuh, maka yang lain tak boleh merasa sakit hati atau sejenis itu. Justru kalian harus saling mendukung. Karena pada dasarnya, ilmu yang kalian miliki sudah terlalu tinggi bagi lawan-lawan kalian.”       “Baiklah, Bopo, siapa pun di antara kami yang dipilih oleh cambuk itu, kami akan ikhlas,” ucap Diandra.
Read more

PART 23

    Setelah menghadap Baginda Pradu di balai paseban, hal pertama yang dialukan oleh Patih Wiratama adalah mengirim warta panggilan kepada Patih Adiwilaga dan Lurah Sawo Jajar, Ki Jantaka. Dan hal berikut yang dilakukannya adalah membersihkan angkatan perang darat Kerajaan Palingga dengan menyingkirkan prajurit-prajurit yang direkrut sejak eempat tahun yang lalu, lalu melakukan perekrutan anggota prajurit baru dengan koordinasi ketat dari perwira-perwira yang dikenal sangat setia terhadap Baginda Prabu Nararyawardhana.        Ternyata hal itu bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi Patih Wiratama. Ada begitu banyak tantangan yang dihadapi. Demikian banyak perwira-perwira yang dulunya dikenal sangat loyal kepada Baginda Prabu Nararyawardhana, kini banyak terendus telah dicemari oleh pengaruhnya Patih Adiwilaga dan Lurah Ki Jantaka alias Gentala Seta. Mereka direcoki oleh sang patih durhaka dan lurah keblinger
Read more

PART 24

         Beberapa bulan kemudian, Baginda Prabu Nararyawardhana mengumumkan akan  turun tahta dan akan digantikan oleh putra mahkotanya, yaitu Pangeran Labdajaya.        Pengumuman itu ada begitu banyak tanggapan dari kalangan rakyat. Ada yang berpendapat, bahwa Baginda Prabu Nararyawardhana terlalu cepat turun tahta mengingat usianya masih terbilang muda, baru berusia lima puluh tahun. Pendapat kedua adalah memuji kebesaran jiwa Baginda Prabu Nararyawardhana yang merasa bahwa ia mungkin merasa sudah tak mampu lagi untuk membendung fitnah-fitnah yang ditebarkan oleh mantan patihnya, Patih Adiwilaga, dan komplotannya sehingga terjadi krisis kepercayaan rakyat yang berujung pada pemberontakan dan perang saudara. Namun sebenarnya untuk hal ini, setelah rakyat mengetahui persisi duduk permasalahnya, bahwa selama ini mereka telah termakan oleh hasutan
Read more

PART 25

      Namun saat di mana sang putra mahkota dinobatkan sebagai raja baru Kerajaan Palingga, beribu-ribu rakyat berdatangan dari seantero negeri, tumpah ruah di alun-alun kota raja. Penobatan putra mahkota, Pangeran Labdajaya, menjadi raja tidak hanya dihadiri oleh rakyat Palingga sendiri tetapi juga dihadiri oleh ribuan para utusan dari kerajaan-kerajaan sahabat.       Penobatan itu berlangsung khikmat. Setelah Pangeran Labdajaya mengenakan mahkota Kerajaan Palingga, ia bergelar Sri Maharaja Prabu Labdajayawardhana. Dalam menyampaikan pidato pertamanya di hadapan segenap rakyat dan para tamu undangan dari kerajaan-keraan sahabat, ia berkata dengan dengan suaranya yang lantang namun teratur dan berwibawa:       “Rakyatku sekalian yang aku cintai. Sejak saat ini aku telah dinobatkan sebagai raja baru kalian setelah secara resmi Ayahanda, Paduka Yan
Read more

PART 26

      Di suatu daerah yang masuk dalam wilayah Kerajaan Medang terdapat sebuah wilayah kelurahan yang bernama Uluwatu yang dipimpinan oleh Ki Lurah yang bernama Wilulang. Wilulang merupakan adik dari sang wiyasa yang memimpin wilayah watek (sejenis wilayah kecamatan sekarang), yang wilayahnya membawahi  juga wilayah kelurahan yang dipimpin oleh Wilulang.       Sangat banyak kebijakan Ki Lurah Wilulang menyimpang jauh dari kebijakan dari Sri Baginda yang sangat adil dan bijaksana. Lurah Wilulang tak ubahnya harimau berbulu domba, yang hanya tampak tenang dan berwibawa dan pandai menyembunyikan kuku-kuku yang tajam dan mematikan. Akibat kebijakannya yang lalim, rakyatnya mengalami penderitaan dan ketidakadilan. Kesengraan serta kemelaratan terjadi merata di mana-mana di desanya. Rakyatnya baginya tak ubah sebagai sapi perahan yang dapat seenaknya mereka peras dan rampas hartanya. Penarikan pajak pun ber
Read more

PART 27

 “Perjalanan hidup manusia itu sudah digariskan oleh Sang Hyang Maha Agung, Ki Masura, termasuk kita akan bertemu sendiri,” ucap Raden Anom. “Ohya, apa Ki Masura pernah berguru ilmu silat?”        “Dulu, ketika saya merantau ke Blambangan, saya pernah berguru, Pendekar, tapi berhenti di tengah jalan ketika saya harus kembali ke Uluwatu dan menikah.”        “Berarti Ki Masura sudah cukup trampil memainkan jurus-jurus, walau belum sampai tuntas belajarnya?”       “Begitulan, Pendekar Anom. Tapi ilmu belum tuntas itu belum terlalu bisa menolong saya dari penzoliman Ki Lurah Wilulang dan para kaki tangannya, sampai saya tak mampu menyelamatkan istri dan anak saya dari kebiadaban mereka,” ucap Ki Masura.  &nbs
Read more

PART 28

  Lalu kepada Raden Anom dia bertanya, “Bagaimana pendapat Pendekar Anom dengan penampilan saya tadi?”       Raden Anom tersenyum. “Ya, ya, ya, sebuah langkah awal yang sangat bagus. Terbukti puluhan anak buahnya Ki Lurah Wilulang itu bertekuk lutut, kan?”       Ki Masura tersenyum bungah, tapi tidak sombong. “Saya benar-benar merasa saya masih sedang mimpi. Tadi saya dibelenggu dan dizolimi hanya oleh beberapa orang, tapi sekarang....luar biasa! Terima kasih, Pendekar.. !”       “Ya, sama-sama...”        Ketiga laki-laki penggarap sawah datang mendekat dan menghaturkan terima kasih berkali-kali kepada Ki Masura dengan sikap sedikit membungkuk.     &nbs
Read more

PART 29

        Ditantang demikian oleh Ki Masura yang seorang diri, tanpa perlu ditawar lagi, ratusan kaki tangannya Ki Lurah Wilulang itu langsung bergerak mengepung dengan golok terhunus dan tombak pendek di  tangan mereka. Jika Ki Masura masih seperti beberapa hari sebelumnya, hanyalah laki-laki desa biasa, tentu dengan cepat tubuhnya akan dicincang hingga menjadi bagian-bagian yang kecil-kecil oleh ratusan srigala berwujud manusia itu. Namun sosok Ki Masura sekarang adalah Ki Masura yang benar-benar sudah berbeda sangat jauh. Ia kini telah menjelma menjadi seorang pendekar yang sakti mandraguna.        Ki Masura langsung menjemput gelombang serangan itu dengan berkelebat ke depan dengan gerakan yang sangat cepat sembari menebaskan golok panjangnya dengan tebasan yang terarah dan mematikan. Jerit kematian pun langsung terdengar mengiris hati di malam yang diterangi oleh sinar rembulan itu. Laki-
Read more

PART 30

      Seluruh kaum lelaki Dusun Kidul sudah berkumpul dan menunggu di halaman rumahnya Ki Masura. Setelah kokok ayam pertama berakhir baru mereka berangkat menuju Dusun Lor di bawah pimpinan Ki Masura dan Raden Anom. Cahaya bulan yang hampir purnama membantu perjalanan mereka sehingga mereka tidak perlu menggunakan obor sebagai alat penerangan.       Jarak antara Dusun Kidul dengan Dusun Lor tak terlalu jauh, hanya butuh waktu perjalanan sekitar sepeminum teh mereka telah berada di luar dari dusun itu. Untuk menunggu waktu yang ditentukan untuk masuk, mereka berkumpul di persawahan yang berdekatan dengan Dusun.       “Jemali, Kentung, dan Kelik...,”panggil Raden Anom.       “Iya, Pendekar...!”sahut ketiganya nyaris bersamaan.    &
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status