Beranda / Romansa / Cinta dan Dilema / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Cinta dan Dilema: Bab 1 - Bab 10

22 Bab

Awal untuk akhir

 Aisyah syafana, Gadis yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Nana. Ia anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya laki-laki, menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga harmonis membuat gadis itu dipenuhi oleh kasih sayang dari anggota keluarga. Memasuki usia dua puluh tiga tahun, ia sudah menyelesaikan kuliahnya tahun ini dengan nilai yang memuaskan. Dan sepertinya ia tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya atau pun memilih untuk bekerja, ia lebih tertarik untuk nikah muda.Zadam, dia kakak laki-laki Nana yang sekarang berumur tiga puluh tahun, ia sudah berkeluarga dan memiliki anak perempuan yang baru berumur satu tahun.Aditya, adik laki-laki Nana. Mereka berdua tidak pernah akur jika dirumah, karena sikap adiknya yang jahil membuat Nana selalu menjadi sasaran empuk untuk dijahili Aditya. Laki-laki yang memasuki masa remaja itu adalah kesayangan Nana, bukan berarti sama kakaknya tak sayang, hanya saja sang kakak sudah ada yang l
Baca selengkapnya

Honeymoon

Sudah lima hari dirinya menikmati menjadi seorang istri dari Affan Saputra, bagi Nana sungguh bahagia karena setiap membuka matanya di pagi  ia akan melihat orang yang dicintainya begitu pun saat ingin tidur ia akan memejam mata dalam pelukan hangat sang suami. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, hari ini keberangkatan Nana bersama Affan ke Bali untuk honeymoon. Terlihat wajah bahagia wanita itu saat ingin melangkah masuk pesawat yang akan mengantar mereka ke tujuan. Senyumnya bahkan tak luntur dari pagi tadi sampai sekarang, entah apa yang membuat ia begitu antusias?Sedangkan Affan hanya bisa saja, ia malah terkesan berat hati untuk melangkah ke kota impian istrinya itu.Tapi bagaimana lagi? Acara ini sudah disusun jauh-jauh hari, tidak mungkin dirinya mengecewakan impian sang istri. Bagaimana ia bisa membuka hati wanita yang dicintainya terluka? Lagi pula ia tidak punya alasan yang logis untuk menolak, tidak mungkin ia berkata tak mau pergi k
Baca selengkapnya

Semarang

Semarang, 12 Januari, 2020 Kenangan dua tahun lalu kembali berputar di kepala wanita cantik yang berpakaian rapi itu, senyum kecut terlihat di bibir tipisnya dikala ia melihat dua pasang pasturi sedang bermanja-manja di sebuah taman kota. Jika kejadian naas itu tidak terjadi mungkin sekarang ia juga seperti wanita itu, berbahagia, bercanda tawa dengan kekasih halalnya. Melihat mereka rasanya ia kembali mengingat saat-saat terakhir bersama ... Dia. Tak perlu membuat nama mengenang saja hatinya sudah bagai ditikam sembilu. Ada rasa menyesal dalam hatinya, jika saja dulu ia tau akan berakhir seperti itu ia tidak akan membuang waktu, ia akan dengan suka rela menghabiskan waktu bersama suaminya saat baru sampai di Bali. Tapi apa? Dia malah sibuk dengan ponselnya, malah mengajak Dia melihat pemandangan, padahal ia tau mereka baru saja sampai di hotel. Kenangan itu menjadi buah penyesalan baginya. .... “Kau tidak ingin pulang? Ini sudah senja Nana.” Wanita itu tersentak saat mendengar te
Baca selengkapnya

Tetangga??

Pagi-pagi sekali Nana sudah siap dengan pakaian kerjanya. Sepertinya dia memang pantas dibilang cantik jika berpenampilan rapi meskipun memakai pakaian kantor, tapi karisma yang dipancarkan sangat menarik perhatian kaum Adam. Meskipun bajunya tidak terlalu sempit, tidak juga terlalu longgar, tapi ia semakin terlihat seksi dengan penampilannya.“Sepertinya kau lebih pantas menjadi model,” ucap intan tiba-tiba.“Terima kasih pujiannya pagi ini, nona.” Nana tersenyum mendengar pujian itu.Intan mengerutkan keningnya, sepertinya ada yang berbeda dari wanita di depannya ini. “Sepertinya pagi ini lebih baik, karena sudah diawali dengan senyum manis seorang Nana.” Goda intan yang membuat Nana tersipu malu.“Bukankah kamu yang bilang tadi malam? Mari kita mulai kehidupan ini dengan yang baru,” ucap Nana tersenyum lembut.“Kau benar!”Setelah itu mobil yang mereka pesan akhirnya d
Baca selengkapnya

Nana berubah

Kesal, itulah yang dirasakan dua wanita dalam satu ruangan itu, mungkin? Mungkin yang satu masih marah dengan masalah kemarin, karena insiden intan yang meninggalkan Nana di kantor, benar-benar membuat mood Nana memburuk, ditambah lagi sesi perkenalan yang berujung memalukan kemarin, astaga!! Ingin rasanya Nana mengurungkan diri dikamar agar tak bertemu lagi dengan tetangga barunya itu.Pertemuan pertama yang seharusnya terlihat baik tapi kenapa malah berubah sangat memalukan? Saat pertama kali pria itu memanggilnya ia sudah dengan percaya diri untuk beramah-tamah, tapi siapa sangka ... Memalukan! Flashback....Nana berpamitan dengan ibu Nurmala untuk kembali kerumahnya, karena baru saja kembali dari kantor ia merasa tubuhnya sakit sekali, sepertinya dirinya butuh istirahat yang cukup untuk menghadapi hari esok.Baru juga berjalan beberapa langkah, suara seseorang memanggil dirinya membuat ia berhenti lalu berbalik dengan senyum terbaik.
Baca selengkapnya

Tak akan pernah melupakan

Suara memercik air mulai terdengar disambut dengan Suara senandung kecil dari sang pemilik tubuh yang sedang berada didalam kamar mandi kecil itu. Tak berapa lama Nana keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rasa lelahnya bekerja seharian rasanya sudah hilang saat melihat kasur yang begitu empuk dimatanya sekarang.“Capeknya ... Mending aku tidur lebih awal sekarang,” ucap gadis itu pada dirinya sendiri.Saat dirinya baru saja merebahkan tubuhnya, suara ketukan pintu terdengar membuat ia kembali mengumpat kesal. Ia melangkah dengan malas membukakan pintu, rasa ingin marah-marah saja dirinya hari ini, mungkin efek dari datang bulan, Pikirnya.“Ada apa lagi?” tanya Nana dengan tampang malasnya. Sedangkan intan sudah berdiri diluar kamar dengan wajah tak bersalah.“Cari makan yuk, Na? Bosan di rumah terus,” ajaknya.“lagi malas, Tan. Besok aja ya, kan libur.” Intan menggeleng cepat, &
Baca selengkapnya

Tak berubah

Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang wanita yang masih meringkuk manja didalam selimut tebal yang membukus tubuh mungilnya. Sepertinya tidurnya sangat nyenyak sampai ia tak menyadari jika ini sudah lewat dari kebiasaannya.Nana mulai menggeliat saat merasa tubuhnya terguncang oleh seseorang. Intan menggeleng-geleng melihat Nana yang menguap dengan lebar, seolah mengatakan wanita itu masih mengantuk, tapi matanya malah tidak terbuka sedikit pun.“Nana, bangun!” Panggil intan sedikit keras.“Ehmm ... Apa, Tan?” Ucapnya serak, khas seorang baru bangun tidur.“Ih ... Ini sudah jam sembilan, Na. Kamu gak mau serapan?” Emang masih bisa dikatakan serapan ya? Pikir Intan, ya sudahlah, terserah dirinya mau ngucapin apa.“Nanti aja,” balasnya malas.“Kebo banget sih, kalo tidur.” Sekali lagi intan Mencoba menarik tangan Nana sup
Baca selengkapnya

Pak Panji

Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Na
Baca selengkapnya

Kesempatan

Malam belum begitu larut, jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Merasa bosan sendirian, Nana keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia duduk di teras sendirian untuk melihat bintang-bintang dengan ditemani secangkir kopi.  Merasa ada sesuatu yang memperhatikan, ia menoleh ke samping rumah tangganya. Ahh ... Ternyata ia tidak sendiri, ada Adrian yang juga di teras rumahnya. Nana yakin pasti pria itu melihatnya tadi, tapi saat dirinya menoleh Adri langsung membuang pandangannya. “Malam,” sapa Nana . Hanya untuk basa-basi saja. Adri tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar setelah itu kembali memalingkan wajahnya. “Sombong!” batin Nana. Ia tidak peduli lagi, baginya bintang-bintang yang bersifat itu lebih menarik untuk dilihat dari pada mengurus sang tetangga sombongnya. Namanya mengotak-atik ponselnya sebentar. Lagu rindu serindu rindunya mengalun indah dari ponselnya.  Dengan begini ia berasa benar-benar menghayati hidupnya,
Baca selengkapnya

Masih ada kesempatan

Nana memasuki kantor dengan senyum semangat yang luar biasa, berbeda dari hari sebelumnya yang selalu terlihat jutek dengan tampang keras kepalanya khas seorang Aisyah Syafina.“Pagi Nana,” sapa Arif  seperti biasa. Dia teman satu ruangan dengannya.“Pagi juga, Rif.” Jawab Nana tak kalah manis.Arif hampir saja diabetes melihat senyuman manis itu, untung saja ia langsung ingat jika dirumah ada Ibu negaranya, kalau tidak bisa khilaf dirinya.“Ada apa nih? Pagi-pagi udah bahagia aja.”“Emang gak boleh? Bagus dong, kalau aku selalu bahagia.”Inilah sifat Nana yang sebenarnya, yang selama ini seakan ia kubur hanya untuk menghukum dirinya sendiri atas kesalahannya yang bukan ia lakukan. Tapi tidak apa-apa, bukan kah kehidupan butuh perubahan agar tak bosan?Arif hanya tersenyum saja mendengar jawaban Nana. Pria itu seakan tak ingin semakin larut dalam obrolan yang pada akhirnya malah nan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status