Home / Romansa / Cinta dan Dilema / Awal untuk akhir

Share

Cinta dan Dilema
Cinta dan Dilema
Author: Ara putri

Awal untuk akhir

Author: Ara putri
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

 Aisyah syafana, Gadis yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Nana. Ia anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya laki-laki, menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga harmonis membuat gadis itu dipenuhi oleh kasih sayang dari anggota keluarga. 

Memasuki usia dua puluh tiga tahun, ia sudah menyelesaikan kuliahnya tahun ini dengan nilai yang memuaskan. Dan sepertinya ia tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya atau pun memilih untuk bekerja, ia lebih tertarik untuk nikah muda.

Zadam, dia kakak laki-laki Nana yang sekarang berumur tiga puluh tahun, ia sudah berkeluarga dan memiliki anak perempuan yang baru berumur satu tahun.

Aditya, adik laki-laki Nana. Mereka berdua tidak pernah akur jika dirumah, karena sikap adiknya yang jahil membuat Nana selalu menjadi sasaran empuk untuk dijahili Aditya. Laki-laki yang memasuki masa remaja itu adalah kesayangan Nana, bukan berarti sama kakaknya tak sayang, hanya saja sang kakak sudah ada yang lebih menyayanginya.

Sedangkan kedua orang tua Nana, dia seperti orang tua pada umumnya, mungkin bedanya hanya dalam mendidik anak-anak mereka saja, mereka berdua adalah panutan bagi hidup Nana.

......

Ada sesuatu yang membuat gadis manis itu berbeda untuk hari ini, senyum manisnya sudah tak berhenti dari tadi, membuat orang-orang disampingnya ikut merasa bahagia.

"Udah gak sabar ya, dek?" Goda zadam pada Nana yang sudah dibaluti dengan baju kebaya modern itu.

"Apa, Bang? Gak usah goda-goda aku," rajuk Nana tak terima.

Zadam hanya terkekeh geli melihat adiknya yang malu-malu, tapi mau.

Hari ini adalah hari pernikahan Nana bersama sang pujaan hati, Affan. Setelah tamat kuliah Nana memilih untuk menikah setelah mendapat lamaran dari sang pujaan hati, tentu saja dirinya tak akan susah-susah menolak, karena itu juga keinginan dirinya.

Bunda  mengusap lembut rambut anaknya yang sudah tertata rapi khas seorang pengantin, wanita setengah baya itu tak kuasa menahan haru saat melepaskan anaknya nanti.

"Kamu cantik sekali hari ini nak," ucap bunda.

"Bunda bisa aja ... Bun? Apa mas Affan sudah datang?" Tanya Nana. Ada rasa cemas dalam hatinya memikirkan sang calon suami.

"Kamu tenang saja, sebentar lagi juga akan datang." Nana menganguk mengerti.

Ia kembali duduk diam didalam kamar bersama bunda dan kakaknya, sedangkan para perias pengantin Sudah keluar dari tadi setelah selesai merias Nana.

Rumah berlantai dua itu mulai terdengar riuh dengan suara orang-orang, sepertinya pengantin pria sudah datang karena itu banyak yang bersorak heboh.

Tangan Nana semakin terasa dingin antara gugup dan senang. Sebentar lagi ... Ya sebentar lagi ia tidak lagi seorang gadis, tapi statusnya akan berbuah menjadi seorang istri dari Affan Saputra.

"Tukan, nak Affan nya datang. Kamu gak perlu kwatir lagi, tenangkan dirimu, nak," ucap bunda yang menenangkan kegelisahan putrinya.

"Iya, Bun. Kan biasa pengantin cemas, namanya juga kwatir,"

Zadam dan bunda tertawa mendengar jawaban Nana.  

Zadam menggeleng melihat tingkah adiknya, "makanya kurangi baca novel, jadi menghayal terus kan," Ucapnya sembari terkekeh geli.

Nana mengerucut bibirnya kesal, kakaknya ini selalu saja mengejeknya, padahal apa salahnya ya kan?

Mendengar suara tamu yang mulai banyak, bunda dan zadam pamit untuk turun ke bawah untuk menyambut tamu. Nana sendiri ditinggalkan bersama dengan saudara sepupunya untuk sementara sebelum ikut turun kebawah.

Terdengar para penghulu yang mulai mengucapkan berbagai kata bijak untuk sang calon suami sebelum ijab kabul diucapkan. Setelah itu berlanjut dengan suara ayahnya yang terdengar lantang mengucapkan ijab Kabul, yang tak berapa lama dijawab lagi oleh sang pengantin pria.

Kata 'Sah' mulai menggema di ruang tamu, bersama dengan Nana yang mulai digiring turun tangga oleh zadam dan Aditya. Para tamu undangan terlihat berdecak kagum dengan paras cantik sang pengantin wanita.

"Assalamualaikum ... istriku," bisik Affan ditelinga Nana saat baru duduk disampingnya.

Nana tersipu malu mendengarnya, "waalaikum salam, suamiku." Balas Nana ikut berbisik pula.

Acara berlanjut dengan hikmat. Para tamu Mulai menghabisi hidangan yang sudah disiapkan, adapula yang setelah mengucapkan selamat mereka langsung bergegas pulang, mungkin ada urusan penting.

Affan menggenggam tangan Nana dengan lembut. Senyum manisnya kedua insan itu tidak luntur dari tadi meskipun sudah berdiri begitu lama mungkin karena hati senang bahagia.

"Aku sangat bahagia ... Bisa memilikimu seutuhnya. Akhirnya penantian kita tercapai juga," ucap Affan penuh haru.

"Aku juga bahagia, Mas." Balas Nana malu-malu.

******

Akhirnya ... Kasur empuk yang dirindukannya seharian ini ketemu juga, Nana langsung menghempaskan tubuhnya saat baru sampai didalam kamar. Seharian tubuhnya berdiri serasa remuk redam, bahkan untuk makan saja ia tidak bisa karena banyaknya para tamu.

Affan menatapnya dengan geli. "Mandi dulu, dek."

"Capek mas. Nanti aja mandinya,"

Affan mendelik mendengar ucapan istrinya," gak ada! Jangan jorok kamu, dek." Affan menarik tangan Nana agar segera bangun, "kalau gak, mas aja yang mandiin kamu,"

Nana yang melihat senyum menyeringai suaminya langsung meloncat dari kasur, ia merasa ngeri sendiri sekaligus.

"Mana boleh! Aku sedang datang tamu bulan, jadi jangan macam-macam!"

Affan melotot mendengar ucapan istrinya, apa katanya tadi? Tamu bulan? Astaga!!! Apa dirinya akan berpuasa lebih lama lagi, padahal dirinya sudah berencana menghabiskan malam indah ini untuk bercinta dengan istrinya, tapi sekali harapannya pupus sudah.

Nana keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya, sepertinya ia sudah menyiapkan semuanya. Affan kembali menarik nafas panjang melihat semua itu.

"Kamu kenapa, Mas?" Tanya Nana bingung dengan sikap Affan. "Kok wajah mas Affan tegang begitu? Ada apa?"

Pria itu semakin mengeram kesal. "Ini karena kamu, dek. Malah ditanya lagi," rengeknya bercampur kesal.

"Loh, kok Nana?" 

"Ya, siapa suruh halangan dimalam pertama kita? Padahal mas ...," Pria itu tak lagi melanjutkan ucapannya, karena ia sendiri merasa malu m ngakui nya. "Sudahlah ... Lebih baik kamu istirahat duluan, dek. Mas mau mandi dulu," ucap Affan. Pria itu beranjak meninggalkan Nana yang masih melongo.

'gak sabaran amat, Suamiku' pikir Nana geli.

Sedangkan didalam kamar mandi Affan sedang mengguyur seluruh tubuhnya, dengan begini ia bisa menyembunyikan Semuanya, menenangkan diri dari pikiran liar yang dari tadi sudah berkelana di otaknya.

'untung honeymoon satu Minggu lagi." Pikir Affan.

Merasa sudah cukup segar, Affan keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes di pipinya. Affan kembali mendengus kecewa saat melihat istrinya sudah lebih dulu tertidur di kasur tanpa menunggu dirinya, padahal tadi ia ingin menghabiskan waktu berdua dengan wanita itu.

Ia mendekati Nana yang terlihat pulas dalam tidurnya, dengan lembut ia usab Surai hitam istrinya. Ahhh, ternyata dirinya benar harus puasa lebih lama lagi atau ...,

Karena sudah merasa bosan memandang wajah cantik itu, Affan ikut tertidur disamping-Nya. Dengan lembut ia menarik sang istri untuk masuk ke dalam pelukannya, agar bisa saling berbagi kehangatan untuk malam pertama mereka ini.

Tidak apa-apa sekarang dirinya gagal, tapi besok-besok ia akan melakukannya sampai puas. Astagfirullah ... Affan mengutuk dirinya sendiri dari pikiran gilanya itu, sejak kapan ia berubah begitu mesum sekarang. Tapi memang begitulah jika pengantin baru, pikiran tidak akan lepas dari berbau mesum.

Related chapters

  • Cinta dan Dilema   Honeymoon

    Sudah lima hari dirinya menikmati menjadi seorang istri dari Affan Saputra, bagi Nana sungguh bahagia karena setiap membuka matanya di pagi ia akan melihat orang yang dicintainya begitu pun saat ingin tidur ia akan memejam mata dalam pelukan hangat sang suami.Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, hari ini keberangkatan Nana bersama Affan ke Bali untuk honeymoon. Terlihat wajah bahagia wanita itu saat ingin melangkah masuk pesawat yang akan mengantar mereka ke tujuan. Senyumnya bahkan tak luntur dari pagi tadi sampai sekarang, entah apa yang membuat ia begitu antusias?Sedangkan Affan hanya bisa saja, ia malah terkesan berat hati untuk melangkah ke kota impian istrinya itu.Tapi bagaimana lagi? Acara ini sudah disusun jauh-jauh hari, tidak mungkin dirinya mengecewakan impian sang istri. Bagaimana ia bisa membuka hati wanita yang dicintainya terluka? Lagi pula ia tidak punya alasan yang logis untuk menolak, tidak mungkin ia berkata tak mau pergi k

  • Cinta dan Dilema   Semarang

    Semarang, 12 Januari, 2020 Kenangan dua tahun lalu kembali berputar di kepala wanita cantik yang berpakaian rapi itu, senyum kecut terlihat di bibir tipisnya dikala ia melihat dua pasang pasturi sedang bermanja-manja di sebuah taman kota. Jika kejadian naas itu tidak terjadi mungkin sekarang ia juga seperti wanita itu, berbahagia, bercanda tawa dengan kekasih halalnya. Melihat mereka rasanya ia kembali mengingat saat-saat terakhir bersama ... Dia. Tak perlu membuat nama mengenang saja hatinya sudah bagai ditikam sembilu. Ada rasa menyesal dalam hatinya, jika saja dulu ia tau akan berakhir seperti itu ia tidak akan membuang waktu, ia akan dengan suka rela menghabiskan waktu bersama suaminya saat baru sampai di Bali. Tapi apa? Dia malah sibuk dengan ponselnya, malah mengajak Dia melihat pemandangan, padahal ia tau mereka baru saja sampai di hotel. Kenangan itu menjadi buah penyesalan baginya. .... “Kau tidak ingin pulang? Ini sudah senja Nana.” Wanita itu tersentak saat mendengar te

  • Cinta dan Dilema   Tetangga??

    Pagi-pagi sekali Nana sudah siap dengan pakaian kerjanya. Sepertinya dia memang pantas dibilang cantik jika berpenampilan rapi meskipun memakai pakaian kantor, tapi karisma yang dipancarkan sangat menarik perhatian kaum Adam. Meskipun bajunya tidak terlalu sempit, tidak juga terlalu longgar, tapi ia semakin terlihat seksi dengan penampilannya.“Sepertinya kau lebih pantas menjadi model,” ucap intan tiba-tiba.“Terima kasih pujiannya pagi ini, nona.” Nana tersenyum mendengar pujian itu.Intan mengerutkan keningnya, sepertinya ada yang berbeda dari wanita di depannya ini.“Sepertinya pagi ini lebih baik, karena sudah diawali dengan senyum manis seorang Nana.” Goda intan yang membuat Nana tersipu malu.“Bukankah kamu yang bilang tadi malam? Mari kita mulai kehidupan ini dengan yang baru,” ucap Nana tersenyum lembut.“Kau benar!”Setelah itu mobil yang mereka pesan akhirnya d

  • Cinta dan Dilema   Nana berubah

    Kesal, itulah yang dirasakan dua wanita dalam satu ruangan itu, mungkin? Mungkin yang satu masih marah dengan masalah kemarin, karena insiden intan yang meninggalkan Nana di kantor, benar-benar membuat mood Nana memburuk, ditambah lagi sesi perkenalan yang berujung memalukan kemarin, astaga!! Ingin rasanya Nana mengurungkan diri dikamar agar tak bertemu lagi dengan tetangga barunya itu.Pertemuan pertama yang seharusnya terlihat baik tapi kenapa malah berubah sangat memalukan? Saat pertama kali pria itu memanggilnya ia sudah dengan percaya diri untuk beramah-tamah, tapi siapa sangka ... Memalukan!Flashback....Nana berpamitan dengan ibu Nurmala untuk kembali kerumahnya, karena baru saja kembali dari kantor ia merasa tubuhnya sakit sekali, sepertinya dirinya butuh istirahat yang cukup untuk menghadapi hari esok.Baru juga berjalan beberapa langkah, suara seseorang memanggil dirinya membuat ia berhenti lalu berbalik dengan senyum terbaik.

  • Cinta dan Dilema   Tak akan pernah melupakan

    Suara memercik air mulai terdengar disambut dengan Suara senandung kecil dari sang pemilik tubuh yang sedang berada didalam kamar mandi kecil itu. Tak berapa lama Nana keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rasa lelahnya bekerja seharian rasanya sudah hilang saat melihat kasur yang begitu empuk dimatanya sekarang.“Capeknya ... Mending aku tidur lebih awal sekarang,” ucap gadis itu pada dirinya sendiri.Saat dirinya baru saja merebahkan tubuhnya, suara ketukan pintu terdengar membuat ia kembali mengumpat kesal. Ia melangkah dengan malas membukakan pintu, rasa ingin marah-marah saja dirinya hari ini, mungkin efek dari datang bulan, Pikirnya.“Ada apa lagi?” tanya Nana dengan tampang malasnya. Sedangkan intan sudah berdiri diluar kamar dengan wajah tak bersalah.“Cari makan yuk, Na? Bosan di rumah terus,” ajaknya.“lagi malas, Tan. Besok aja ya, kan libur.”Intan menggeleng cepat, &

  • Cinta dan Dilema   Tak berubah

    Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang wanita yang masih meringkuk manja didalam selimut tebal yang membukus tubuh mungilnya. Sepertinya tidurnya sangat nyenyak sampai ia tak menyadari jika ini sudah lewat dari kebiasaannya.Nana mulai menggeliat saat merasa tubuhnya terguncang oleh seseorang. Intan menggeleng-geleng melihat Nana yang menguap dengan lebar, seolah mengatakan wanita itu masih mengantuk, tapi matanya malah tidak terbuka sedikit pun.“Nana, bangun!” Panggil intan sedikit keras.“Ehmm ... Apa, Tan?” Ucapnya serak, khas seorang baru bangun tidur.“Ih ... Ini sudah jam sembilan, Na. Kamu gak mau serapan?” Emang masih bisa dikatakan serapan ya? Pikir Intan, ya sudahlah, terserah dirinya mau ngucapin apa.“Nanti aja,” balasnya malas.“Kebo banget sih, kalo tidur.” Sekali lagi intan Mencoba menarik tangan Nana sup

  • Cinta dan Dilema   Pak Panji

    Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Na

  • Cinta dan Dilema   Kesempatan

    Malam belum begitu larut, jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Merasa bosan sendirian, Nana keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia duduk di teras sendirian untuk melihat bintang-bintang dengan ditemani secangkir kopi. Merasa ada sesuatu yang memperhatikan, ia menoleh ke samping rumah tangganya. Ahh ... Ternyata ia tidak sendiri, ada Adrian yang juga di teras rumahnya. Nana yakin pasti pria itu melihatnya tadi, tapi saat dirinya menoleh Adri langsung membuang pandangannya. “Malam,” sapa Nana . Hanya untuk basa-basi saja. Adri tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar setelah itu kembali memalingkan wajahnya. “Sombong!” batin Nana. Ia tidak peduli lagi, baginya bintang-bintang yang bersifat itu lebih menarik untuk dilihat dari pada mengurus sang tetangga sombongnya. Namanya mengotak-atik ponselnya sebentar. Lagu rindu serindu rindunya mengalun indah dari ponselnya. Dengan begini ia berasa benar-benar menghayati hidupnya,

Latest chapter

  • Cinta dan Dilema   Mudah tersinggung

    Sore hari ternyata Adri benar-benar membawa Nana keliling dengan sepeda motor. Tak tahu kemana tujuan mereka akan pergi, tapi bagi mereka lebih memilih menikmati perjalanan ini dengan berkeliling saja.Nana awalnya ingin protes, karena dari tadi motor Adri tak kunjung berhenti, tapi saat pria itu berkata 'kita nikmati saja senja dengan begini, akan terasa indah' Dan wanita itu malas membantah, toh begini lebih baik.“Mau makan apa?” tanya Adri saat mereka mulai bosan.“Terserah kamu aja,”Adri terkekeh geli mendengar jawaban Nana, “cewek memang gitu ya, setiap aja jalan pasti bilang terserah. Tapi kalau gak sesuai dengan keinginannya pasti pas pulang mengambek.”“Gak kok. Aku serius, terserah kamu pilih aja.” Jawab Nana meyakinkan.Adri membawa Nana ke sebuah restoran yang cukup terkenal, untuk hari ini ia ingin membuat perempuan ini terkesan padanya. Setelah sampai mereka langsung masuk.

  • Cinta dan Dilema   Penakluk hati

    Jika rasa sudah sudah tumbuh, tak ada yang bisa melarang lagi. Adri sadar ia sudah dewasa, tak ada gunanya lagi berlagak seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Tapi ia sendiri juga merasa bingung bagaimana cara menyampaikan isi hatinya, karena kesalahannya sekarang menyukai sang tetangga sendiri. Ia tak ingin merusak hubungan yang sudah beberapa lama ini terjalin baik dengan dia.Adri bertanya-tanya, apa gadis itu juga menyukainya?Itulah kegelisahan yang dirasakannya, ia bahkan tak tahu apapun tentang Nana, tapi ia bisa memastikan jika benih-benih cinta sudah tumbuh dihatinya untuk sang tetangga cantik.“Dokter Adri, kenapa melamun?”Dokter Farah mengguncang pelan bahu pria yang asyik melamun itu. Adri gelagapan sendiri. Iss, kenapa ia bisa melamun saat bertugas seperti ini.“Ada apa dokter Farah?”“Dari tadi saya memanggil anda, dokter. Kita harus memeriksa pasien sekarang.”Adri mengang

  • Cinta dan Dilema   Surat cinta

    Nana tersenyum manis melihat pria didepannya, sedangkan yang dipandang hanya berwajah datar saja, tak peduli dengan yang dilakukan Nana.“Kenapa kamu memandang ku seperti itu?” Tanya dokter tampan itu jutek. Ia mulai merasa risih saat ditatap begitu intens.“Gak ada ... Hanya melihat ciptaan Allah yang sempurna,” Ucapnya tanpa malu.Wajah Adri langsung memerah. Jangan salah, meskipun dia seorang pria tapi tidak dilarang untuk baper kan? Toh, dirinya punya perasaan.“Kamu gombal saya?”“Gak kok, dokter. Hanya berkata jujur.” Entah apa yang merasuki Nana hari ini, tapi ia suka saat mengganggu Adri.Setelah membaca novel romantis tadi ia menjadi ingin menjadi gadis di novel itu, yang selalu mengejar cinta. Ah betapa anehnya wanita ini.“Kamu sehat kan? Atau jangan-jangan setelah kecelakaan itu otak kamu geser.”Nana mendengus kesal mendengarnya, mana mun

  • Cinta dan Dilema   Ternyata kakak ipar

    Nana mengusap wajahnya pelan, ia merasa lelah setelah seharian bekerja. Karena terlalu lama libur bekerja membuat pekerjaan menumpuk, dan sekarang ia harus menyelesaikannya.Seminggu sudah berlalu. Nana maupun Intan sudah kembali bekerja seperti biasa. Tapi belakangan ini Nana sedikit terganggu dengan gosip tentang dirinya, permasalahan waktu pak Panji membawanya ke rumah sakit menyebar luas, bahkan banyak pula dari mereka yang menambah-nambahkan membuat gosip itu semakin menarik, padahal kenyataannya tak seperti itu.Tapi Nana tidak ambil pusing, selagi hidupnya tidak diganggu dan tidak berlebihan ia akan memilih untuk diam saja.“Na, makan siang yuk?”Nana melihat Lisa sudah berdiri menunggu dirinya, “Iya ... Aku simpan dokumen ini dulu.” Lisa mengangguk setuju.Setelah itu mereka menuju kantin kantor yang sudah mulai terlihat penuh, semua karyawan sepertinya sudah siap untuk menyantap makan siang mereka.

  • Cinta dan Dilema   Dokter mesum

    Nana mengerang saat merasakan cahaya matahari menerpa wajahnya. Dia mengerjap matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya, seketika matanya melebar saat melihat jam yang ada didinding.“Astagfirullah! Aku telat bangun lagi!” pekik wanita itu penuh kesal.Nana segera menghambur masuk kedalam kamar mandi. Setelah lima belas menit berlalu Nana sudah keluar dari kamar dengan pakaian rapinya. Ia segera menuju taksi yang sudah dipesannya, seperti biasa.Saat diruang tamu ia melihat Intan yang sedang bersantai menikmati sarapan bersama jus buahnya, Nana mendengus kesal. “Dasar teman durhaka! Bukannya membangunkan ku, kamu malah bersenang-senang,” ucap Nan kesal. Sedangkan gadis itu malah tertawa bahagia.Intan masih menikmati masa liburannya yang masih tersisa empat hari lagi, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh gadis itu, katanya waktu dirumah orang tuanya ia tak bisa bersenang-senang. Jadi sekarang gadis itu sungguh

  • Cinta dan Dilema   Tak ada kesempatan

    Nana dan Adri sampai di bandara setelah lima belas menit berlalu. Mereka segera mencari keberadaan Intan yang katanya menunggu di lobi bandara. Wanita itu dengan gesit melihat setiap orang-orang yang ada Disana, tapi ia tak kunjung menemukan keberadaan Intan. Merasa sedih putus asa wanita itu kembali mencari di tempat tunggu penumpang, akhirnya yang dicarinya ketemu juga.Tepat di sebuah kursi panjang tempat penumpang menunggu, terlihat seorang perempuan yang tertunduk diam disana, Nana yakin itu pasti intan yang masih menangis. Dengan cepat aku segera mendekati gadis itu agar bisa lekas pulang.“Itu dia!” Nana segera menghampirinya. Sedangkan Adri tak ikut karena ia malas ikut campur urusan para wanita. Iya yakin sekali pasti ada drama yang terjadi jika suasana sudah seperti ini.“Intan?” Panggil Nana dengan pelan.Perempuan yang dipanggil itu segera menonggak melihat siapa yang memanggilkannya, ternyata dia memang intan yang terl

  • Cinta dan Dilema   Memilih pergi

    Intan tiba di bandara setelah berjuang lepas dari cengkaman kedua orang tuanya. Ya, setelah pertengkaran itu Intan memutuskan untuk langsung pulang ke Jakarta. Bagaimana bisa ia tinggal lebih lama disana, sedangkan Pandu selalu datang mengganggu hari-harinya. Butuh waktu dua jam agar lolos dari ayahnya, mereka kembali berdebat setelah itu, karena ayah intan yang mencoba menahannya.Intan hanya bisa membawa tas kecil yang berisi beberapa pakaian, dompet, ponsel dan kartu identitasnya saja. Tentu saja tidak bisa bawa barang banyak-banyak, namanya juga orang mau kabur, kalau bawa perlengkapan lengkap itu namanya mau kamping.Intan masuk kedalam pesawat, menuju kursi ekonomi yang sudah ditentukan. Sebentar lagi pesawat akan lepas landas, Intan berharap setelah ini semuanya akan baik-baik saja. Meninggalkan orang tua dalam keadaan marah, sebenarnya Intan sedikit takut, tapi bagaimana lagi dirinya tidak mau menikah dengan mantan makanya pemberontakan ini ia lakukan.S

  • Cinta dan Dilema   Suara bagaikan kotoran

    Jika gelap tidak selalu diartikan malam, bagaimana bisa semua cerita akan bisa berakhir bahagia. Karena perjuangan saja masih bisa menghianati hasil, apalagi jika hati hanya mengandalkan takdir.Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, membangunkan orang-orang yang masih masih betah dengan bergelung Manja ditempat tidur. Nana membuka matanya yang masih terasa sangat mengantuk, wanita itu tidak bisa tidur sepanjang malam karena tubuhnya yang terasa sakit. Ia bahkan hanya tidur dua jam telah Subuh, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.Adri masuk setelah mengetuk pintu sebelumnya, ia membawa semangkuk sup dan obat untuk tetangganya itu. Sungguh perhatian!“Kamu sudah bangun?”“Ya,” jawab Nana.Nana bersandar pada kepala ranjangnya. Penglihatannya masih terasa kabur, kepalanya juga masih berdenyut-denyut, meskipun tidak seberapa sakitnya lagi. Ia bersyukur mendapat bantuan dari Adri, jika tidak ia bisa men

  • Cinta dan Dilema   Perhatian Adri

    Angin malam menghembus hingga ketulang, membelai wajah pucat yang terbaring lemah ditempat tidur itu, semakin membuat tubuh rapuh itu bergetar kedinginan. Hampir seharian wanita itu tak bangun-bangun membuat seseorang yang menjaganya dari siang tadi menjadi sangat cemas.Nana mulai membuka matanya yang masih terasa perih, ia mengerjap pelan menghindari sinar lampu yang menyilaukan matanya. Ia seakan menjadi linglung, mungkin karena terlalu lama menutup mata, apalagi kepalanya masih berdenyut sakit, meskipun tak separah tadi pagi.“Ohh, aku kenapa?” Wanita itu melihat tangannya yang terasa sakit, Ahh ternyata ada jarum infus terpasang disana.Nana melihat tempat ia berada, ternyata masih didalam kamarnya, tadi ia sempat berpikir jika dirinya dibawa ke rumah sakit.Tapi ... Bukankah tadi siang ia pingsan sendiri? Lalu siapa yang membawanya ke kamar dan juga memasang infus ini? Kapan benda ini ada?“Kamu sudah bangun?”D

DMCA.com Protection Status