Kesal, itulah yang dirasakan dua wanita dalam satu ruangan itu, mungkin? Mungkin yang satu masih marah dengan masalah kemarin, karena insiden intan yang meninggalkan Nana di kantor, benar-benar membuat mood Nana memburuk, ditambah lagi sesi perkenalan yang berujung memalukan kemarin, astaga!! Ingin rasanya Nana mengurungkan diri dikamar agar tak bertemu lagi dengan tetangga barunya itu.
Pertemuan pertama yang seharusnya terlihat baik tapi kenapa malah berubah sangat memalukan? Saat pertama kali pria itu memanggilnya ia sudah dengan percaya diri untuk beramah-tamah, tapi siapa sangka ... Memalukan!
Flashback....
Nana berpamitan dengan ibu Nurmala untuk kembali kerumahnya, karena baru saja kembali dari kantor ia merasa tubuhnya sakit sekali, sepertinya dirinya butuh istirahat yang cukup untuk menghadapi hari esok.
Baru juga berjalan beberapa langkah, suara seseorang memanggil dirinya membuat ia berhenti lalu berbalik dengan senyum terbaik.
“Permisi, Nona.” Nana berbalik dengan baik, dan ia tersenyum manis untuk menyapa tetangganya itu.
“Iya, tuan. Ada apa?”
“Aku hanya mau bilang, apa kau sedang terluka?” Nana menatap bingung dengan pertanyaan aneh pria itu.
“Tidak! Kenapa memangnya?”
“Ohh, saya pikir kamu terluka, karena ... Ada darah di belakang celana mu,”
Nana yang awalnya masih mempertahankan senyum manis langsung menganga lebar. Dirinya langsung mencoba melihat celana yang berwarna putih itu ... Sial!!! Ternyata dia sedang datang bulan!
Nana kembali mendongak melihat pria yang belum diketahui namanya itu. Dapat Nana lihat ada wajah yang sedang menahan tawa disana, sepertinya pria ini sengaja mempermalukannya. Nana menoleh ke kiri dan ke kanan, untung hanya ada ibu Mala bersama pria itu saja, kalau tidak ia akan semakin malu, itu pasti!
Ibu Nurmala yang tahu situasi langsung memberikan kain yang cukup menutup hal memalukan itu. Setelah itu Nana secepat kilat kabur dari situasi memalukannya, dari jauh sayup-sayup ia bisa mendengar suara tawa pria aneh Tandi.
Gila!! Nana benar-benar dibuat malu, ingin rasanya ia membentur kepala karena saking malunya. Bagaimana ia bisa lupa? Bahwa tanda-tanda tamu bulanan itu sudah dari tadi pagi ia rasakan, tapi ia malah tidak engah.
Flashback off....
Untuk menutup mata saja rasanya sanggup sulit dilakukannya, kenapa bayangan tadi sore selalu menghantuinya, dia sungguh tidak bisa melupakannya. Nana mencebik kesal, kenapa ia harus lebay begini? Toh ia juga tidak perlu bertemu dengan dia lagi, dia Cuma tetangga! Itu benar, ia harus lebih rileks.
Kembali ia mencoba memejamkan matanya, dan akhirnya ia berhasil untuk memejamkan mata sampai tertidur pulas. Mungkin dirinya juga lelah sudah bekerja seharian ditambah sekarang malah bergadang membuat ia tertidur begitu nyenyak.
......
Nana tertegun ditempat saat ia menyadari sesuatu, matanya melotot saat melihat seseorang didepannya. Takdir macam apa ini? Bagaimana di pagi yang indah ini ia harus kembali bertemu dengan pria kemarin yang membuat ia malu setengah mati.
“Eh, kamu?” Nana menjadi canggung dalam situasi seperti ini.
Sedangkan sang pria malah berlagak cuek sambil berlalu pergi, sepertinya dia sedang berolahraga pagi.'lah? Kok berubah?'
Nana menjadi bingung melihat sikap ... Entahlah, sampai sekarang ia belum tahu nama tetangganya itu. Ia juga tidak perlu repot-repot mencari tahu kan? Tak ada untungnya juga, apalagi sepertinya ia sedikit dendam dengan pria itu, naik lain waktu mungkin ia bisa membalasnya.
“Kamu kenapa, Na? Taksi kita sudah datang?” tanya intan yang baru saja keluar dengan penampilan rapinya khas seorang pekerja kantoran.
“Belum,”
Intan hanya ber-oh ria sembari memilih duduk menunggu taksi yang sudah dipesan. Tak berapa lama akhirnya taksi yang mereka pesan datang juga, mereka berdua langsung berangkat bekerja. Didalam mobil mereka masih saling diam, sepertinya perang dingin masih berlanjut.
“Kenapa kau semarah itu padaku? Aku pulang duluan Itu karena memang ada sedikit urusan. Dan saat aku sampai rumah langsung ditarik ibu RT untuk berkenalan dengan tetangga, seharusnya kau mendengar penjelasan ku dulu.”
Nana hanya diam saja, lagi pula dia tidak semarah itu dengan temannya, hanya saja ia masih memikirkan kejadian kemarin. Tapi pagi tadi dirinya malah kembali bertemu, Bukankah seharusnya ia yang harus melengos pergi karena kejadian kemarin, tapi kenapa malah pria itu yang berlagak sok? Ahh! Kenapa dirinya harus memikirkan ini?
“Kamu masih diam padaku? Aiss ... Padahal aku ingin curhat padamu,” ucap intan seperti merengek. Dia paling tidak bisa didiamkan seseorang, apalagi dilakukan oleh Nana dia merasa tak tenang semalaman.
“Siapa yang marah padamu? Aku hanya masih kesal!”
“Sama saja!” cibir Intan.
“Katakan, siapa nama pria yang tinggal di sebelah?”
Intan mengenyit bingung, “Katanya gak peduli,” Nana hanya menyengir malu. “Namanya ... Reja Adrian nu.., aku lupa nama belakangnya!” ucap intan dengan tampang menyesal, padahal kemarin ia sudah beberapa kali mendengar nama pria itu bahkan secara langsung mereka saling berkenalan.
“Aku hanya bertanya nama panggilan saja, tidak perlu juga dijelaskan.”
“Kenapa kau begitu ingin tahu? Apa sudah ada rasa,” goda intan yang langsung dihadiahi sebuah pukulan maut Nana.
“Sembarangan!”
Asyik berdebat mereka tidak menyadari mobil sudah sampai. Akhirnya sang sopir menegur mereka, “nona, kita sudah sampai.”
Mereka menoleh kiri dan kanan, ternyata benar, mereka sudah sampai di tempat kerja. Nana lebih dulu melangkah keluar dari taksi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sebentar lagi jam kerja akan dimulai, dengan sedikit berlari Nana menuju lift untuk menuju lantai atas.
Nana bekerja di bagian staff keuangan, tentu saja dirinya harus disiplin dalam bekerja jika tak ingin dipecat. Pekerjaan ini sungguh membuatnya lelah, melihat angka sepanjang hari membuat ia sangat bosan. Tapi ia juga tidak bisa meningkatkan pekerjaan ini karena tanpa bekerja dengan apa ia hidup?
Langkah yang terburu-buru membuat Nana menabrak seorang pria, awalnya ingin mengumpat kesal tapi saat menyadari siapa yang ada di hadapannya membuat ia berpikir, mungkin ini hari tersial nya!“Pak bos? Maaf,” cicit Nana malu.
“Apa kau tidak bisa berjalan dengan baik? Pagi-pagi sudah ingin mencelakai orang lain!” Nana tahu pasti akhirnya seperti ini. Ternyata bos galak juga? Maklum selama ini ia tidak pernah berinteraksi langsung.
“Sekali lagi saya mohon maaf, pak. Ini kesalahan saya,”
“Memang kesalahan kamu!” Nana terlonjak kaget mendengar bentakan keras itu, bahkan untuk menatap bosnya saja tak berani.
Setelah itu sang bos langsung melengos pergi menuju pintu lift. Nana akhirnya tersadar kalau ia tertinggal untuk mendaki lift, akhirnya ia hanya bisa menunggu lagi.
“Kamu kenapa Na? Kok pucat?” intan yang baru berhasil menyusul Nana terkejut melihat keadaan temannya.
“Baru saja kena marah si bos, aku gak sengaja nabraknya.”Intan mengernyit bingung, “Bukankah bos ada lift khusus?” baginya ini sangat aneh, karena biasanya sang bos tidak pernah lewat lift karena, tapi sekarang kenapa bisa?
“Aku tidak tahu dan tak mau tahu juga! Pagi ku benar-benar hancur, sial!” umpat Nana kesal.
‘Dihh, seram Nana sekarang ya? Gak biasanya nih orang berbicara kasar. Ada apa gerangan?' Intan membatin, takjub dengan perubahan Nana yang sekarang.
Suara memercik air mulai terdengar disambut dengan Suara senandung kecil dari sang pemilik tubuh yang sedang berada didalam kamar mandi kecil itu. Tak berapa lama Nana keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rasa lelahnya bekerja seharian rasanya sudah hilang saat melihat kasur yang begitu empuk dimatanya sekarang.“Capeknya ... Mending aku tidur lebih awal sekarang,” ucap gadis itu pada dirinya sendiri.Saat dirinya baru saja merebahkan tubuhnya, suara ketukan pintu terdengar membuat ia kembali mengumpat kesal. Ia melangkah dengan malas membukakan pintu, rasa ingin marah-marah saja dirinya hari ini, mungkin efek dari datang bulan, Pikirnya.“Ada apa lagi?” tanya Nana dengan tampang malasnya. Sedangkan intan sudah berdiri diluar kamar dengan wajah tak bersalah.“Cari makan yuk, Na? Bosan di rumah terus,” ajaknya.“lagi malas, Tan. Besok aja ya, kan libur.”Intan menggeleng cepat, &
Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang wanita yang masih meringkuk manja didalam selimut tebal yang membukus tubuh mungilnya. Sepertinya tidurnya sangat nyenyak sampai ia tak menyadari jika ini sudah lewat dari kebiasaannya.Nana mulai menggeliat saat merasa tubuhnya terguncang oleh seseorang. Intan menggeleng-geleng melihat Nana yang menguap dengan lebar, seolah mengatakan wanita itu masih mengantuk, tapi matanya malah tidak terbuka sedikit pun.“Nana, bangun!” Panggil intan sedikit keras.“Ehmm ... Apa, Tan?” Ucapnya serak, khas seorang baru bangun tidur.“Ih ... Ini sudah jam sembilan, Na. Kamu gak mau serapan?” Emang masih bisa dikatakan serapan ya? Pikir Intan, ya sudahlah, terserah dirinya mau ngucapin apa.“Nanti aja,” balasnya malas.“Kebo banget sih, kalo tidur.” Sekali lagi intan Mencoba menarik tangan Nana sup
Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Na
Malam belum begitu larut, jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Merasa bosan sendirian, Nana keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia duduk di teras sendirian untuk melihat bintang-bintang dengan ditemani secangkir kopi. Merasa ada sesuatu yang memperhatikan, ia menoleh ke samping rumah tangganya. Ahh ... Ternyata ia tidak sendiri, ada Adrian yang juga di teras rumahnya. Nana yakin pasti pria itu melihatnya tadi, tapi saat dirinya menoleh Adri langsung membuang pandangannya. “Malam,” sapa Nana . Hanya untuk basa-basi saja. Adri tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar setelah itu kembali memalingkan wajahnya. “Sombong!” batin Nana. Ia tidak peduli lagi, baginya bintang-bintang yang bersifat itu lebih menarik untuk dilihat dari pada mengurus sang tetangga sombongnya. Namanya mengotak-atik ponselnya sebentar. Lagu rindu serindu rindunya mengalun indah dari ponselnya. Dengan begini ia berasa benar-benar menghayati hidupnya,
Nana memasuki kantor dengan senyum semangat yang luar biasa, berbeda dari hari sebelumnya yang selalu terlihat jutek dengan tampang keras kepalanya khas seorang Aisyah Syafina.“Pagi Nana,” sapa Arif seperti biasa. Dia teman satu ruangan dengannya.“Pagi juga, Rif.” Jawab Nana tak kalah manis.Arif hampir saja diabetes melihat senyuman manis itu, untung saja ia langsung ingat jika dirumah ada Ibu negaranya, kalau tidak bisa khilaf dirinya.“Ada apa nih? Pagi-pagi udah bahagia aja.”“Emang gak boleh? Bagus dong, kalau aku selalu bahagia.”Inilah sifat Nana yang sebenarnya, yang selama ini seakan ia kubur hanya untuk menghukum dirinya sendiri atas kesalahannya yang bukan ia lakukan. Tapi tidak apa-apa, bukan kah kehidupan butuh perubahan agar tak bosan?Arif hanya tersenyum saja mendengar jawaban Nana. Pria itu seakan tak ingin semakin larut dalam obrolan yang pada akhirnya malah nan
“Kamu tak ingin bertanya?” Tanyanya penasaran.“Tidak, aku tahu itu privasi. Tapi jika butuh teman bercerita, kamu bisa meminta ku.”Intan sungguh terharu mendengar ucapan ini, selalu peduli padanya tanpa mencoba memaksa. “Kau teman terbaikku, Na.” Nana tersenyum manis mendengar ucapan pujian itu.“Aku tahu,”Nana lanjut mengompres luka intan dengan hati-hati, tak ingin membuat Gadi itu Demak kesaksian nantinya. Meskipun dalam hati ada sedikit kesal, melihat tingkah Intan yang akhir-akhir ini membuat Nana sedikit curiga.“Aku baru saja ditampar seorang wanita,” Sepertinya Gadis itu mulai menceritakannya. Nana dengan baik akan mendengar tanpa membantah seperti biasa. “Maaf belum memberi tahunya padamu, Na. Beberapa hari ini aku dekat dengan seorang pria, tapi aku tidak tahu kalau ...,”Nana semakin penasaran, “kalau apa?”“Dia sudah punya istri,&rdq
Bumi ini berputar dua puluh empat jam, begitu juga dengan kehidupan yang tiada henti hari ke hari. Nana tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, yang ia tahu hannyalah menjalani hidup ini tanpa mengeluh pada takdir. Meskipun terkadang ia sendiri sering lupa untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan.Memang begitulah kehidupan jika tak ada cobaan maka kita rasakan tahu rasanya kebahagiaan, karena kebahagiaan itu tidak akan datang tanpa di undang. Karena itulah selalu bersyukur dalam situasi apapun, karena setiap kejadian ada hikmahnya.Pagi ini Nana sendiri untuk berangkat, Intan sudah pergi dari kemarin sore Membuat rumah begitu terasa sepi dari biasanya. Gadis itu harus kembalikan Dengan cepat karena ayahnya yang tak henti selalu menghubungi, jika keadaan orang tua intan semakin memburuk..Nana melangkah keluar dari rumah, tapi entah kenapa taksi yang dipesannya sampai sekarang belum datang juga. Meliha
Hujan begitu deras turun tanpa henti, membuat semua orang memilih untuk bergelung di bawah selimut tebal untuk menghangatkan tubuh mereka. Tapi berbeda dengan seorang wanita cantik itu, ia berlari di bawah hujan yang sangat lebat tanpa pelindung apapun. Bahkan ia sudah terlihat sangat kedinginan, wajahnya mulai terlihat membiru karena terlalu lama kehujanan.Dari kantor tadi sebenarnya hujan tidak selebat ini, karena itu Nana memutuskan pulang. Tapi nasibnya sangat sial, ditegah jalan taksi yang ditumpanginya malah mogok, tak punya pilihan lain ia terpaksa menerobos hujan yang semakin lebat sampai rumah, untungnya jaraknya tak terlalu jauh dari rumahnya lagi.“Jam berapa sekarang?” perempuan itu melihat jam di pergelangan tangannya. Ternyata sudah menunjukkan jam delapan malam. Untung batang itu tidak rusak, karena terlindungi dari baju panjang yang ia gunakan.Nana mengerutkan hidupnya yang terasa perih, mungkin terlalu lama terkena air hujan membua
Sore hari ternyata Adri benar-benar membawa Nana keliling dengan sepeda motor. Tak tahu kemana tujuan mereka akan pergi, tapi bagi mereka lebih memilih menikmati perjalanan ini dengan berkeliling saja.Nana awalnya ingin protes, karena dari tadi motor Adri tak kunjung berhenti, tapi saat pria itu berkata 'kita nikmati saja senja dengan begini, akan terasa indah' Dan wanita itu malas membantah, toh begini lebih baik.“Mau makan apa?” tanya Adri saat mereka mulai bosan.“Terserah kamu aja,”Adri terkekeh geli mendengar jawaban Nana, “cewek memang gitu ya, setiap aja jalan pasti bilang terserah. Tapi kalau gak sesuai dengan keinginannya pasti pas pulang mengambek.”“Gak kok. Aku serius, terserah kamu pilih aja.” Jawab Nana meyakinkan.Adri membawa Nana ke sebuah restoran yang cukup terkenal, untuk hari ini ia ingin membuat perempuan ini terkesan padanya. Setelah sampai mereka langsung masuk.
Jika rasa sudah sudah tumbuh, tak ada yang bisa melarang lagi. Adri sadar ia sudah dewasa, tak ada gunanya lagi berlagak seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Tapi ia sendiri juga merasa bingung bagaimana cara menyampaikan isi hatinya, karena kesalahannya sekarang menyukai sang tetangga sendiri. Ia tak ingin merusak hubungan yang sudah beberapa lama ini terjalin baik dengan dia.Adri bertanya-tanya, apa gadis itu juga menyukainya?Itulah kegelisahan yang dirasakannya, ia bahkan tak tahu apapun tentang Nana, tapi ia bisa memastikan jika benih-benih cinta sudah tumbuh dihatinya untuk sang tetangga cantik.“Dokter Adri, kenapa melamun?”Dokter Farah mengguncang pelan bahu pria yang asyik melamun itu. Adri gelagapan sendiri. Iss, kenapa ia bisa melamun saat bertugas seperti ini.“Ada apa dokter Farah?”“Dari tadi saya memanggil anda, dokter. Kita harus memeriksa pasien sekarang.”Adri mengang
Nana tersenyum manis melihat pria didepannya, sedangkan yang dipandang hanya berwajah datar saja, tak peduli dengan yang dilakukan Nana.“Kenapa kamu memandang ku seperti itu?” Tanya dokter tampan itu jutek. Ia mulai merasa risih saat ditatap begitu intens.“Gak ada ... Hanya melihat ciptaan Allah yang sempurna,” Ucapnya tanpa malu.Wajah Adri langsung memerah. Jangan salah, meskipun dia seorang pria tapi tidak dilarang untuk baper kan? Toh, dirinya punya perasaan.“Kamu gombal saya?”“Gak kok, dokter. Hanya berkata jujur.” Entah apa yang merasuki Nana hari ini, tapi ia suka saat mengganggu Adri.Setelah membaca novel romantis tadi ia menjadi ingin menjadi gadis di novel itu, yang selalu mengejar cinta. Ah betapa anehnya wanita ini.“Kamu sehat kan? Atau jangan-jangan setelah kecelakaan itu otak kamu geser.”Nana mendengus kesal mendengarnya, mana mun
Nana mengusap wajahnya pelan, ia merasa lelah setelah seharian bekerja. Karena terlalu lama libur bekerja membuat pekerjaan menumpuk, dan sekarang ia harus menyelesaikannya.Seminggu sudah berlalu. Nana maupun Intan sudah kembali bekerja seperti biasa. Tapi belakangan ini Nana sedikit terganggu dengan gosip tentang dirinya, permasalahan waktu pak Panji membawanya ke rumah sakit menyebar luas, bahkan banyak pula dari mereka yang menambah-nambahkan membuat gosip itu semakin menarik, padahal kenyataannya tak seperti itu.Tapi Nana tidak ambil pusing, selagi hidupnya tidak diganggu dan tidak berlebihan ia akan memilih untuk diam saja.“Na, makan siang yuk?”Nana melihat Lisa sudah berdiri menunggu dirinya, “Iya ... Aku simpan dokumen ini dulu.” Lisa mengangguk setuju.Setelah itu mereka menuju kantin kantor yang sudah mulai terlihat penuh, semua karyawan sepertinya sudah siap untuk menyantap makan siang mereka.
Nana mengerang saat merasakan cahaya matahari menerpa wajahnya. Dia mengerjap matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya, seketika matanya melebar saat melihat jam yang ada didinding.“Astagfirullah! Aku telat bangun lagi!” pekik wanita itu penuh kesal.Nana segera menghambur masuk kedalam kamar mandi. Setelah lima belas menit berlalu Nana sudah keluar dari kamar dengan pakaian rapinya. Ia segera menuju taksi yang sudah dipesannya, seperti biasa.Saat diruang tamu ia melihat Intan yang sedang bersantai menikmati sarapan bersama jus buahnya, Nana mendengus kesal. “Dasar teman durhaka! Bukannya membangunkan ku, kamu malah bersenang-senang,” ucap Nan kesal. Sedangkan gadis itu malah tertawa bahagia.Intan masih menikmati masa liburannya yang masih tersisa empat hari lagi, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh gadis itu, katanya waktu dirumah orang tuanya ia tak bisa bersenang-senang. Jadi sekarang gadis itu sungguh
Nana dan Adri sampai di bandara setelah lima belas menit berlalu. Mereka segera mencari keberadaan Intan yang katanya menunggu di lobi bandara. Wanita itu dengan gesit melihat setiap orang-orang yang ada Disana, tapi ia tak kunjung menemukan keberadaan Intan. Merasa sedih putus asa wanita itu kembali mencari di tempat tunggu penumpang, akhirnya yang dicarinya ketemu juga.Tepat di sebuah kursi panjang tempat penumpang menunggu, terlihat seorang perempuan yang tertunduk diam disana, Nana yakin itu pasti intan yang masih menangis. Dengan cepat aku segera mendekati gadis itu agar bisa lekas pulang.“Itu dia!” Nana segera menghampirinya. Sedangkan Adri tak ikut karena ia malas ikut campur urusan para wanita. Iya yakin sekali pasti ada drama yang terjadi jika suasana sudah seperti ini.“Intan?” Panggil Nana dengan pelan.Perempuan yang dipanggil itu segera menonggak melihat siapa yang memanggilkannya, ternyata dia memang intan yang terl
Intan tiba di bandara setelah berjuang lepas dari cengkaman kedua orang tuanya. Ya, setelah pertengkaran itu Intan memutuskan untuk langsung pulang ke Jakarta. Bagaimana bisa ia tinggal lebih lama disana, sedangkan Pandu selalu datang mengganggu hari-harinya. Butuh waktu dua jam agar lolos dari ayahnya, mereka kembali berdebat setelah itu, karena ayah intan yang mencoba menahannya.Intan hanya bisa membawa tas kecil yang berisi beberapa pakaian, dompet, ponsel dan kartu identitasnya saja. Tentu saja tidak bisa bawa barang banyak-banyak, namanya juga orang mau kabur, kalau bawa perlengkapan lengkap itu namanya mau kamping.Intan masuk kedalam pesawat, menuju kursi ekonomi yang sudah ditentukan. Sebentar lagi pesawat akan lepas landas, Intan berharap setelah ini semuanya akan baik-baik saja. Meninggalkan orang tua dalam keadaan marah, sebenarnya Intan sedikit takut, tapi bagaimana lagi dirinya tidak mau menikah dengan mantan makanya pemberontakan ini ia lakukan.S
Jika gelap tidak selalu diartikan malam, bagaimana bisa semua cerita akan bisa berakhir bahagia. Karena perjuangan saja masih bisa menghianati hasil, apalagi jika hati hanya mengandalkan takdir.Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, membangunkan orang-orang yang masih masih betah dengan bergelung Manja ditempat tidur. Nana membuka matanya yang masih terasa sangat mengantuk, wanita itu tidak bisa tidur sepanjang malam karena tubuhnya yang terasa sakit. Ia bahkan hanya tidur dua jam telah Subuh, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.Adri masuk setelah mengetuk pintu sebelumnya, ia membawa semangkuk sup dan obat untuk tetangganya itu. Sungguh perhatian!“Kamu sudah bangun?”“Ya,” jawab Nana.Nana bersandar pada kepala ranjangnya. Penglihatannya masih terasa kabur, kepalanya juga masih berdenyut-denyut, meskipun tidak seberapa sakitnya lagi. Ia bersyukur mendapat bantuan dari Adri, jika tidak ia bisa men
Angin malam menghembus hingga ketulang, membelai wajah pucat yang terbaring lemah ditempat tidur itu, semakin membuat tubuh rapuh itu bergetar kedinginan. Hampir seharian wanita itu tak bangun-bangun membuat seseorang yang menjaganya dari siang tadi menjadi sangat cemas.Nana mulai membuka matanya yang masih terasa perih, ia mengerjap pelan menghindari sinar lampu yang menyilaukan matanya. Ia seakan menjadi linglung, mungkin karena terlalu lama menutup mata, apalagi kepalanya masih berdenyut sakit, meskipun tak separah tadi pagi.“Ohh, aku kenapa?” Wanita itu melihat tangannya yang terasa sakit, Ahh ternyata ada jarum infus terpasang disana.Nana melihat tempat ia berada, ternyata masih didalam kamarnya, tadi ia sempat berpikir jika dirinya dibawa ke rumah sakit.Tapi ... Bukankah tadi siang ia pingsan sendiri? Lalu siapa yang membawanya ke kamar dan juga memasang infus ini? Kapan benda ini ada?“Kamu sudah bangun?”D