Beranda / CEO / Momong Tuan CEO Manja / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Momong Tuan CEO Manja: Bab 1 - Bab 10

21 Bab

1. Jebakan Madu

“Haa!” Ares terlentang di atas ranjang, tubuhnya gemetar panik. Kedua telapak tangan menutupi wajahnya yang menyembur merah. Sensasi asing nan nikmat yang menjalar di seluruh tubuhnya membuatnya hampir hilang akal. Dibawa oleh darah muda yang mendesir mesra. “Haa … jangan berhenti,” Ares terisak memohon, tangannya mencekeram erat sprei ranjang. Ares kelelahan, namun hatinya enggan menghentikan kenikmatan ini. Perlahan ia membuka matanya yang selama ini dipejamkan lantaran malu. Pandangan matanya yang masih kabur mulai menangkap pemandangan di mana sepasang tangan lembut dengan jari lentik memainkan miliknya. “Lebih cepet Kak … hmm… jangan ngendor.” Ares memohon lagi, kali ini dengan menatap kedua mata Biba yang berlinang air mata. “Argh! Udah cukup Bang Ares! Kenapa Kak Biba yang harus beresin barangnya Bang Ares?! Bang Ares bisa beresin sendiri!” Semprot wanita itu, mukanya memerah tomat saking malunya melihat kondisi tangannya yang basah enggak karuan. “Ogah! Ares ogah mega
Baca selengkapnya

2. Jebakan Madu (2)

“Apa alasannya, Pak?” Tanya Biba kepada seorang Bapak berjenggot tipis, yakni Pak Kepsek. “Masa Bu Biba enggak tahu? Yang Bu Biba pukulin itu, anak kepala yayasan!” Biba melangkah keluar ruangan, lalu berhenti sejenak buat mengacungkan jari tengahnya ke hadapan Pak Kepsek yang mendelik kaget. Kalau dipikir-pikir, sudah lima tahun Biba bekerja di sekolah ini tapi dia enggak merasakan ikatan emosional sama sekali ke tempat itu. Selain karena punya Kepala Sekolah yang suka grepe-grepe tubuhnya, serta kolega yang acuh terhadapnya, Biba juga kecewa karena ternyata sekolah bukan tempat sakral seperti dalam bayangannya. Biba berpapasan dengan wanita selingkuhan tunangannya – ups, mantannya. Wanita itu tersenyum kepada Biba seolah enggak tahu menahu tentang apa yang terjadi kepada dirinya. “Bu Biba, sayang sekali Bu Biba harus pergi. Semoga baik-baik saja ya Bu.” Tuturnya lembut, senyumnya bagai rubah. Biba mendengus. Dia melewatinya tanpa menggubris wanita itu. Tapi semakin ia pikir, se
Baca selengkapnya

3. Keju Dalam Perangkap

Setelah sebulanan diteror Cherish yang hampir setiap hari menelponnya untuk komat-kamit mantra kutukan biar Biba enggak dapet kerjaan, akhirnya harapan Cherish kesampaian. Kalau dihitung-hitung, kerja jadi nanny lumayan juga. Enggak perlu bingung tidur dan makan di mana. Karena kata Cherish, fasilitasnya udah dipenuhi semua termasuk kamar pribadi untuk nanny. Jadi, Biba udah enggak perlu numpang Om dan Tantenya lagi, meski harus balik ke Jakarta. Di tambah, si bocah sembilan tahun itu memang kelihatan lucu dan menggemaskan dari foto yang dikirimkan Cherish sebagai umpan ke Biba, yang emang lemah dengan yang imut-imut. “Gue tunggu di Jakarta beibiiih!” Sorak ria Cherish dari seberang panggilan. Yang Biba lewatkan adalah tawa iblis seorang Cherish setelah menutup panggilan teleponnya. “HeheheuahaHAHA!” Tangan Biba mengepal rapat-rapat. Giginya gemeretak. Kupingnya menyembur merah seraya lipatan di keningnya menebal. Biba mengatur nafasnya satu-satu. Lalu mengambil nafas
Baca selengkapnya

4. Keju Dalam Perangkap (2)

“Ugh! Uph! Huuup!” Sosok itu meronta-ronta, hendak bicara namun Biba lebih dulu menyumpel mulutnya dengan kaos kaki yang baru saja ia copot. ‘Sial! Baru juga semalem di sini, langsung ada yang nerobos gini?! Keluarga tajir emang beda dramanya.’ Batin Biba kesal, seluruh tubuhnya sibuk menahan, memukul dan membekuk sosok pria di hadapannya. Biba jadi teringat pesan singkat Pak Darwin tadi siang. Kalau Biba harus jeli dan gesit dalam melindungi Ares dari pihak yang berniat menyakiti Ares. Wanita itu membanting tubuhnya ke atas si penyusup. Membiarkan bobot tubuhnya melakukan fungsinya: meremukkan rusuk si penyusup. Si penyusup meronta. Berusaha meloloskan diri, tapi di mata Biba dia lebih mirip kayak cacing digaramin. Biba menyeringai iblis. Bola mata si penyusup gemetar panik. Bergerak ke segala penjuru ruangan seolah mencari pertolongan, yang tentu saja: enggak ada. Biba bergegas menuju interkom. “Gila! Siapapun situ, enggak akan aku biarin nyakitin tuan muda, dasar
Baca selengkapnya

5. Dunia Baru

“Jangan mikir yang jorok-jorok, ini urusan kesehatan. Kamu dibayar untuk momong Ares kan? Sekarang itu, mental Ares masih sama kayak anak usia sembilan tahun. Dia masih terguncang akibat kecelakaan, juga karena pas bangun tubuhnya udah beda. Bisa bayangin enggak tiba-tiba tubuhmu terasa beda dari biasanya? Kondisi Ares sekarang begitu. Jadi saya, dan kamu ini tugasnya bikin Ares bisa beradaptasi dengan tubuhnya sekarang.” Dokter Jefri mengetuk-etuk gagang kursinya. “Ini juga perintah Bu Presdir, biar Ares, CEO Siastone, bisa menghasilkan keturunan. Paham? Apalagi setelah 5 bulan bangun, cuma bagian seksualnya aja yang belum terangsang. Jadi, kamu kudu kerja sesuai bayaranmu.” Dokter Jefri kayak lagi nge-rap. Degup jantung Chelsea memburu. Perutnya melilit. “Buat sekarang ini, kamu perlu bikin barangnya Ares berdiri dulu lah. Itu dulu.” “Gimana caranya…. ?” Pertanyaan polos dari Chelsea bikin Pak Darwin dan Dokter Jefri tertegun. Keduanya saling melirik kikuk pada satu sama lain
Baca selengkapnya

6. Orang Baru

Pak Darwin bilang kalau Ares itu rewel soal makan. Apalagi kalau moodnya lagi jelek. Beuh, susahnya pol-polan. Dan sialnya, mood Ares hari ini lagi jelek gara-gara insiden tadi malam. Biba udah nunggu Ares di depan kamarnya sejak Dokter Jefri dan Pak Darwin pamit. Tapi sampai hari berganti dan bahkan menjelang tengah hari, Ares enggak keluar-keluar dari kamar. Padahal sarapan udah nyampek dari tadi pagi. Biba ketok-ketok pintu tapi enggak ada jawaban. Biba nempelin kuping ke pintu pun enggak ada suara kedengaran. Karena kuatir, Biba nyoba buka pintu. “Permisi Tuan Ares, saya masuk ya?” Cklek. Cklek. Eh pintu dikunci dong dari dalem. ‘Gaaaah!’ Setahu Biba, tadi malam Ares juga enggak makan karena makanan kemarin malam masih utuh di meja makan. Semuanya emang gara-gara Biba yang ketiduran! ‘Jangan-jangan kemarin dia ke kamarku karena laper kali ya? Bego! Bego! Bisa-bisanya aku ketiduran terus nganggurin Ares? Pakai dibanting segala lagi! Waduuuh.’ Biba menjitaki kepalanya.
Baca selengkapnya

7. Manusia Serba Salah

“Ke-keluar!” Sembur Ares gelagapan sambil menarik kakinya mundur. “Hatchi! Hatchi!” Biba bersin-bersin. Lalu matanya menyapu setiap jengkal ruangan. Hidungnya menangkap bau asam aneh yang menusuk-nusuk indera penciumannya. Di sisi kirinya, ada Ares yang masih berdiri gemetaran sambil pegang gagang interkom, canggung. Mukanya berangsur pucat. Biba buru-buru tiarap, sedang Ares tersentak. “Tuan Ares, nama saya Biba. Saya minta maaf soal kejadian semalam. Saya mohon maaf ya Tuan Ares. Saya bener-bener menyesal loh. Saya kira yang kemarin malem masuk kamar saya itu maling atau rampok. Makanya saya spontan melindungi diri. Mungkin Tuan Ares pikir saya ini banyak alasan, tapi saya mohon jangan pecat saya. Saya enggak punya rumah buat kembali, jadi saya mohon maafkan saya ya Tuan.” Biba mengemis. Biba masih di posisi setengah bersujud. Pandangan ditundukkan. Menggesekkan tangannya kayak mau bikin api di atas kepalanya. Memohon ampun. Ares kelimpungan. Baru pertama kali ini ada ora
Baca selengkapnya

8. Kok Di Sini?!

‘Wait. Ares kudu gimana ini? Kalau Ares turun, takutnya kecoak bakal ngiterin Ares. Tapi kalau tetep di posisi ini, MALU! Gimana ini? Gimana ini?’ Biba memandangi Ares yang kelihatan gusar. Lalu garuk-garuk kepalanya canggung. Dia pikir Ares bakal turun dari tubuhnya. Tapi Ares tetap di posisinya; menindihi Biba sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. ‘Ini sampai kapan dia bakal ada di atasku? Apa dia enggak paham ya kalau posisi ini sensual banget? Haaa.’ Karena cowok di hadapannya punya mental anak usia sembilan tahun, Biba enggak bisa serampangan menoyor tubuh Ares. Jadi Biba diem aja sampai Ares sendiri yang berinisiatif minggir. Hitung-hitung ngajarin Ares peka lah. Eh, kok Ares malah menurunkan tubuhnya. Mendekatkan wajahnya ke wajah Biba sedang Ares perlahan memejamkan matanya, dan Biba mendelik kebingungan. Hidungnya kembang kempis dengan nafas berat. Di sela-sela kebingungannya, Biba masih sempat mengagumi wajah Ares yang putih mulus tanpa bercak. Tetap saja tangannya
Baca selengkapnya

9. Hidangan Pembuka (18+)

Ares menghentikan kecupannya. Bola matanya gemetar panik seraya tatapannya bertemu tatapan Biba. Saat Biba mengangkat tangannya ke udara, Ares tersentak. Ares pikir, Biba akan memukul atau membantingnya. Tapi tangan Biba malah singgah di pipi Ares dengan lembut. Lalu membelainya. Mata Ares kedip-kedip. ‘Ngapain dia? Kenapa enggak marah?’ Meskipun Ares tahu kalau perbuatannya bisa bikin Biba marah besar, tapi dia enggak bisa berhenti. Ares terlanjur menikmati aktivitas ini yang bikin dia merasa jantan banget di depan Biba – yang dasarnya jantan(?). Ares merasa bangga aja bisa bikin orang nyeremin macem preman gini enggak berdaya dan tersaji pasrah di bawahnya. Saat Ares membelai pipi Biba, wanita itu tersipu, memancarkan senyum menggemaskan yang bikin Ares semakin hilang kendali. Ares menelan ludahnya. ‘Damn! Screw it!’ Ares kembali memagut bibir Biba. Cup. Cup. “Buka mulutmu,” Ares memerintahnya dengan suara rendah. Biba tampak malu, tapi pada akhirnya ia membiarkan bibir
Baca selengkapnya

10. Bunga Tidur

Ares terkesiap. Matanya mengerjap-erjap. Jarinya menelusuri bibirnya yang dingin dan kosong, kontras banget dengan momen hangat yang baru saja ia rasakan. Badannya terasa enteng, udah enggak bunyi kriyek-kriyek lagi pas bangun. Ares garuk-garuk kepalanya. Dia enggak menyangka kalau akan ada malam yang bikin dia bisa terlelap. Tanpa mimpi buruk kecelakaan waktu itu. Yaa, meskipun berubah jadi mimpi aneh yang bikin dadanya semriwing geli sampai sekarang. Tapi, lumayanlah. ‘Woah. Untung cuma mimpi, Ares enggak mau barang Ares bengkak kayak gitu lagi. Hii.. tapi kok pantat Ares kayak basah ya?’ Pas Ares cek celana pendeknya. Dia tertegun. ‘Kok bengkak?! Hush hush.. kok barang Ares kaku kayak yang pas di mimpi? Apa ada yang sakit?! Aduh.. mama, papa, tolong Ares,’ Ares pikir dengan niupin barangnya bisa bikin bentuknya kembali menyusut seperti semula. Perkiraannya meleset. Selain menjumpai barangnya yang nunjuk dan bengkak, Ares juga lihat ada bekas air membentuk pulau di bagian
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status