Biba terpaku di tempat, mengatur nafasnya. Kalau dia bisa, dia juga pengen mengatur ritme detak jantungnya yang berdegup kencang. Tapi sayang, dia enggak mampu. Tubuhnya gemetar, tapi ia coba menenangkan dirinya. Biba enggak ingin dirinya tampak menyedihkan di hadapan Ares. Bukan karena harga diri, tapi karena kuatir Ares jadi trauma menyaksikan kekerasan. Ini bukan kali pertamanya ditampar oleh ibu-ibu. Pipi sebelah kirinya sudah pernah merasakan tamparan, tapi, ini pertama kalinya dia ditampar pakai tas branded mahal! Apa ini sebuah pencapaian? Entahlah. “Kenapa anak ini masih di sini? Anak ini yang bikin Ares enggak sadar diri dua hari di rumah, kan? Sekarang dia juga bikin Ares pingsan, padahal waktunya kontrol!” suara menggelegar datang dari mulut seorang wanita paruh baya yang bertubuh mungil. “Saya mohon maaf, bu- Nyonya? Saya akan berusaha lebih baik lagi agar tuan Ares-” “Diem. Sekarang, kamu keluar.” Perintah Oma Deril. Padahal Biba lebih tinggi daripada Oma Deril,
Read more