Home / Fantasi / FIORE / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of FIORE: Chapter 31 - Chapter 40

55 Chapters

31

“Hei, Iris!” Iris menoleh dan ia melihat Cleon mengintip dari balik pintu yang setengah terbuka. “Mau bergabung untuk makan bersama?”   Iris tersenyum. “Tentu saja.” katanya.   Makan siang adalah momennya dalam sehari untuk merawat dirinya sendiri, untuk memberi tubuhnya nutrisi berkualitas yang dibutuhkan untuk terus merawat orang lain dengan baik. Dengan makanan yang sederhana, namun dinikmati setiap hari seperti halnya jamuan makan di atas meja raja. Sup jamur yang kental, sayuran pahit dengan potongan tomat, irisan daging sapi panggang setipis kertas, pasta dengan saus hijau serta hidangan keju yang meleleh di lidah disajikan dengan anggur yang manis. Para pelayan, semua pengawal yang mengenakan seragam bergerak berkelompok dengan membawa nampan yang penuh dengan makanan.   Belasan orang duduk dengan punggung tegak, mengunyah dengan mulut tertutup, makan beberapa suap dan lalu membuat percakapan yang menyenangkan. Ir
Read more

32

Adrian berdiri bersandar pada pilar, menatap punggung Aiden dan Iris yang telah pergi meninggalkannya karena pekerjaan. Menarik nafas dalam untuk menahan rasa sakit yang ia rasakan apabila ia dekat dengan Iris. Sejak ia mengetahui Iris adalah matenya, ia selalu merasakan sakit dari dalam tubuhnya sendiri ketika berada di dekatnya.   Adrian memejamkan matanya, tangannya mengelus dadanya dengan harapan agar rasa sakitnya menghilang. Ada rasa takut yang tiba-tiba muncul, membuat tubuhnya meremang. Adrian mengenali perasaan tersedak yang tidak asing pada tenggorokannya. Rasa sakit yang sudah menjadi suatu yang sangat tidak asing bagi Adrian selama beberapa bulan terakhir sejak pertama kali ia menyadarinya dan ia bahkan dapat berasumsi bahwa itu hanya semakin buruk dari hari ke hari. Ia melihat sekelilingnya dengan sedikit gemetar, berbalik untuk menutup mulutnya dengan satu tangan dengan cepat untuk menahan suara batuknya. Ia meringis ketika melihat kelopak bunga ya
Read more

33

Iris sudah selesai membantu rekannya untuk merapikan peralatan yang telah mereka gunakan dan mencatat bahan apa yang hampir habis untuk dibeli serta diolah keesokan hari. Iris bergabung dengan Aria di sudut farmasi sementara Max menghilang pergi. Iris duduk di dekat jendela dan udara yang menerpa wajahnya serta suasana yang sunyi membuatnya sedikit mengantuk.   “Iris, aku hampir lupa!” Aria berseru tiba-tiba. Iris menoleh ke arahnya dengan tatapan bertanya-tanya. “Max meminta kau untuk melakukan pemeriksaan bulanan Pangeran Adrian.” Aria berjalan menuju salah satu meja dan membuka lacinya— mencari-cari sesuatu.   “Aku yang pergi?” tanya Iris, menunjuk dirinya sendiri.   Aria berbalik, menatap Iris dengan heran. “Iya, tentu saja kau.” katanya. “Apa kau lupa kalau Max sudah menyerahkan tugas untuk mengawasi Pangeran padamu?”   “Ah…Benar…” Iris bergumam dengan datar. “Tapi saat itu aku hanya diminta unt
Read more

34

Adrian menatap tangannya yang terdapat bercak darah. “Ah, tenang saja,” katanya, bangkit berdiri dan mengambil sapu tangan bersih dari salah satu laci terdekatnya. “Aku sudah mengalami ini beberapa kali,”   “Beberapa kali?” tanya Iris. Suaranya terdengar lebih tegas. “Tapi saya yakin tidak ada info tentang ini di buku kesehatan anda.” lanjutnya, Iris bersedekap dan terdiam seperti ia sedang menunggu jawaban.   Adrian mengusap tengkuk lehernya dengan canggung. “Eh? Itu—” perkataannya terhenti. Iris memiringkan kepalanya ketika perkataan pangeran yang berhenti tiba-tiba. Ia pun secara tidak sadar langsung memperhatikan bahasa tubuhnya.   Adrian merasakan kepanikan karena tiba-tiba ia merasa sulit untuk bernafas dan ia pun mulai terengah-engah, bernapas dengan susah seolah-olah
Read more

35

Hari sudah terlewat beberapa hari hingga minggu, keadaan Pangeran pun sudah diketahui oleh Max dan Aria. Iris sangat ingat bagaimana hari itu, Max menjadi sangat kesal karena Pangeran tidak pernah mengatakan apapun. Suasana pun menjadi lebih tegang dari biasanya.   “Bagaimana bisa kau memilih untuk tidak memberitahu kami soal ini?” tanya Max. Suaranya datar dan terdengar tenang, namun Iris dapat merasakan emosi terpendam dari dalam dirinya. Kata gila dan bodoh adalah salah satu dari beberapa kata yang dilontarkan oleh Max. Iris dan Aiden hanya dapat diam, menatap Max terus menerus mengoceh. Iris juga melirik ke arah Pangeran dan tentu saja, seperti biasanya, ia masih terlihat santai.   Adrian sedang duduk di pinggir tempat tidur, menatap keluar balkon dengan raut wajah kesal sebelum seekor anjing berbulu putih mengendus serta meletak
Read more

36

Iris terkesiap dan langsung menoleh dengan cepat. Iris saat itu benar-benar kehilangan kata-kata, suatu hal yang sangat jarang terjadi padanya. Adrian tersenyum kepadanya tanpa mengubah posisinya sama sekali. “Bagaimana?” tanyanya.   Dahi Iris saling bertaut dan ia pun membeo. “Bagaimana? Saya bahkan tidak tahu harus mengatakan apa,” lanjutnya. Suasana canggung dan membingungkan baginya, berhasil membuat Iris sulit berpikir dan merasa kalau ia akan membuat situasi menjadi lebih canggung apabila ia terus berbicara.   Ada suasana hening sejenak di antara mereka. “Biarkan intuisi yang memandu,” Adrian tiba-tiba berkata kepada Iris, mengubah posisi duduknya menjadi sedikit miring ke samping untuk menghadap Iris. “Jangan terlalu memikirkannya.” lanjutnya.   Iris menaikkan alis dan memiringkan kepalanya. “Bagaimana bisa saya tidak memikirkannya?” tanyanya. Ia merasa enggan, tapi Adrian memberikannya sebuah anggukan tegas dan s
Read more

37

Anna berlari kecil dari balik meja untuk menghampiri Iris dan tanpa ragu, ia memeluk lengan Iris dengan erat. Karena perbedaan tinggi badan mereka, Anna perlu menengadah ke atas agar ia dapat melihat wajah Iris. “Kenapa kakak tidak mengabarkan terlebih dahulu?” tanyanya dengan nada merajuk.   Iris mengusap tengkuknya, terkekeh dengan canggung. “...Aku lupa,” katanya. “Ini rencana mendadak.” Ia menoleh sekelilingnya, mencari seseorang.   Anna menyadari hal tersebut dan ia juga sudah dapat menebak siapa yang kakaknya cari. “Kalau kakak mencari ayah atau ibu…” katanya dengan pelan. “Ayah sedang pergi dan ibu berada di laboratorium,” ia menunjuk ke arah pintu di balik meja.   “Ayah pergi?” tanya Iris, menoleh ke Anna dengan alis terangkat.   Anna mengangguk. “Kakak, ingat kakek Finley?” tanyanya.   Iris mencoba mengingat. Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit baginya untuk k
Read more

38

Matahari mulai turun di balik pepohonan membuat bayangan dari pepohonan turun ke tanah. Iris menghabiskan sisa waktunya setelah ibunya membaca ramalan teh dengan memasak makan malam. “Semuanya hampir siap. Iris, tolong bawakan ini ke meja makan,” kata ayahnya.   “Baiklah,” Aroma makanan langsung memenuhi dapur, saat Iris mengambil beberapa piring dan mangkuk.   “Di mana Anna?” Iris bertanya kepada kedua orangtuanya saat mereka masih sibuk menyiapkan hidangan lainnya. Celemek bermotif bunga yang mereka kenakan ternoda dengan semua jenis adonan dan minyak.   “Ia sedang mengobrol dengan temannya di depan toko,” kata ayahnya. Iris hanya mengangguk dan menunggu adiknya untuk segera masuk agar mereka dapat bercerita banyak hal bersama— mengisi kekosongan yang Iris rasakan selama i
Read more

39

Iris duduk bersila di lantai kamarnya dengan buku yang tadi ia ambil berada di pangkuannya. “Kira-kira apa yang dapat aku temukan disini~” ia bersenandung kecil, tangannya mengusap permukaan sampul kulit tersebut dengan hati-hati seolah ia tidak ingin merusaknya. Dengan senyuman dan pekikan yang tertahan, Iris memperhatikan setiap detail dari buku di tangannya. “Aku tidak pernah menyangka kalau ada ini di rumah,” katanya. “Kenapa aku tidak pernah melihatnya ya?” Grimoire Grimoire adalah buku mantra pribadi penyihir— pendamping magis tempat mereka menulis catatan, pengamatan, ritual, dan banyak lagi. Ini adalah bagian dari lembar memo, bagian dari jurnal, dan sangat kuat. Beberapa penyembuh, terapis, dan praktisi magis telah
Read more

40

“...apa ini…?” Iris menaikkan alisnya, namun ia tetap membacanya walaupun ada sedikit rasa sangsi ketika melihat judulnya yang cukup aneh. “...penyakit apa yang disebabkan oleh cinta?” ia bergumam pelan.   Di antara halaman-halaman buku ada bunga kering yang telah ditekan hingga rata dan telah meninggalkan noda kuning yang menyapu tinta seperti sapuan air— terlihat dari permukaan kertas yang sedikit bergelombang. Iris hanya memperhatikan bunga kering tersebut selama beberapa detik sebelum kembali membaca.   “...Penyakit dimana penderita mengalami cinta bertepuk sebelah tangan akan mulai muntah atau batuk kelopak hingga bunga seutuhnya apabila kondisi parah. Tanaman berbunga juga dapat tumbuh di paru-paru, yang akhirnya akan tumbuh cukup besar untuk membuat pernapasan tidak mungkin jika tidak segera mendapatkan solusi penanganan.”
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status