Beranda / Fantasi / FIORE / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab FIORE: Bab 21 - Bab 30

55 Bab

21

Pada malam itu, bulan purnama muncul dengan posisi tertingginya. Iris pergi ke rumah kaca sendirian dan membawa beberapa toples kaca yang telah berisi air hujan. Iris mencari satu spot yang terkena sinar bulan dan mulai meletakan setiap toples kaca tersebut beserta beberapa batu kristal yang selalu ia bawa. Tujuannya adalah untuk memurnikan air tersebut untuk menahan sihirnya agar tidak mudah untuk terlihat. Iris selalu menggunakan air tersebut untuk di usapkan pergelangan tangan, leher, dan belakang telinga— seperti sedang memakai parfum, namun satu perbedaannya adalah air tersebut tidak mengeluarkan aroma apapun.   Sebenarnya, Iris tidak perlu melakukan hal tersebut. Namun, ia tidak ingin mendapatkan perhatian berlebihan hanya karena ia adalah seorang penyihir. Hal lainnya adalah karena ia menyadari keberadaan vampire di istana tersebut. Penyihir dan vampire bukanlah dua ras yang akan saling bersahabat satu sama lainnya. Beberapa kali Iris membaca buku sejarah
Baca selengkapnya

22

Iris berjalan menuju di pintu gerbang istana, merapatkan jubah panjangnya. “Kalau saja aku tidak lupa untuk membawa jubahku sendiri…” Iris menggerutu, memperhatikan jubah yang sedang ia kenakan. Sama seperti seragamnya, jubahnya juga terasa sangat berbeda di bawah sentuhan kulitnya.   Jubah yang ia kenakan berwarna hitam dengan emblem kerajaan terbordir dengan benang perak dengan sangat detail pada bagian kiri. Iris menerima jubah tersebut dari Aria karena Aria mengatakan padanya bahwa ia sendiri meminta seragam tersebut untuk dibuatkan dengan alasan bahwa pekerjaan mereka memungkinkan untuk keluar istana dan menggunakan jubah resmi akan sangat membantu dengan identitas.   Iris berpikir dengan keras. “Apa lebih baik aku pura-pura sakit saja? Atau meminum ramuan yang bisa membuatku langsung pingsan?” ia bergumam dengan sangat pelan. “
Baca selengkapnya

23

Iris tidak dapat menghilangkan rasa penasarannya. Sebab ketika mereka sedang berjalan untuk kembali ke istana, ia melewati satu taman yang entah kenapa lebih ramai dari biasanya. Di sana mereka menemukan anak-anak menarik-narik lengan baju ibu mereka dan menuntut jawaban, wajah mereka terlihat seperti mengharapkan sesuatu, sementara anak-anak yang lebih tua melompat dengan riang gembira. Para orang dewasa berkumpul dalam kelompok, setelah meninggalkan posisi yang biasanya mereka tempati, dan ada cukup banyak isyarat, gelengan kepala atas ketidakpercayaan dan tangan yang saling mengatup.   “Apa yang terjadi?” Tanya Adrian.“Apa yang membuat mereka semua terlihat gembira dan terkagum-kagum seperti ini?”   “...Saya tidak tahu,” salah satu pengawal menjawab. Ia juga melihat sekelilingnya dengan heran.  
Baca selengkapnya

24

Adrian berdiri di tengah koridor sendirian, menoleh dengan pelan ke jendela dan menatap lurus ke arah pantulan dirinya sendiri pada kaca jendela dengan tatapan datar. Ia sendiri dapat melihat wajahnya sangat pucat. Ia mengambil nafas perlahan dan memejamkan kedua matanya, meletakan satu tangannya di dada kiri— merasakan detakan jantungnya sendiri. Seakan-akan jantungnya tiba-tiba berhenti berdetak.  Adrian masih sadar ketika ia merasa tubuhnya bergoyang sebelum terjatuh ke lantai marmer. Iris yang saat itu sedang kebetulan berada di lokasi yang tidak jauh, mendengar suara yang cukup keras. Tanpa membuang waktu, Iris langsung berbalik dan mencari asal suara tersebut. Iris sangat terkejut ketika ia melihat Pangeran tersebut sudah tergeletak di lantai. “Yang Mulia!” Iris langsung berlari ke arahnya, tanpa mempedulikan buku
Baca selengkapnya

25

Setelah menunggu selama beberapa saat diluar kamar, Iris melihat keluar jendela. Warna jingga pada langit membentang jauh dan luar, pertanda malam akan segera tiba dan waktunya dunia beristirahat sekali lagi. Perputaran waktu yang tidak ada hentinya setiap hari. Iris pun memutuskan untuk kembali ke farmasi. Ia memutar tubuhnya dengan tiba-tiba, menabrak pelayan yang sedang berada di belakangnya. Iris langsung bergumam permintaan maaf.  Ia baru mengambil beberapa langkah, ia melihat Aiden muncul dari balik dinding. “Oh? Iris?” Aiden berseru, ia bersama dengan pengawal yang biasanya selalu mengikuti Pangeran Adrian. Iris mengenali wajah mereka. Aiden mulai berjalan sedikit lebih cepat untuk mendekati Iris. Saat itu, Iris menyadari raut kebingungan tercetak pada wajahnya. “Kenapa kau diluar? Aku kira kau akan bersama dengan Max sekarang,” tanyanya.  Iris menoleh ke arah pintu kamar Pangeran dari
Baca selengkapnya

26

Seperti biasanya, lapangan area berlatih selalu ramai dengan belasan orang yang berlatih senjata, entah itu pedang atau panah. Area tersebut hanya akan sepi saat hujan atau ketika musim dingin tiba. “Itu adalah akhir dari sesi latihan hari ini. Pastikan untuk berlatih secara berkala.” Iris langsung menoleh ketika ia mendengar suara tersebut. Suara dari orang-orang disana pun mengikuti dengan nada keras dan lantang. “Terima kasih untuk hari ini, Yang Mulia!” Suara tersebut membuat langkah kakinya terhenti. “Suara siapa itu…?” Iris bergumam pada dirinya sendiri, berusaha mengingat siapa pemilik suara tersebut namun ia tidak dapat mengingatnya. “Apa Pangeran Adrian sudah mulai kembali melatih?” Iris berpikir dan juga mengingat kalau Max sudah mengatakan bahwa Pangeran sudah kembali melakukan kegiatannya seperti biasa. “Aku tahu vampire memiliki kemampuan menyembuhkan diri mereka dengan cepat, tapi apa secepat itu?” Iris berjalan mendekati area berlat
Baca selengkapnya

27

Ada jarak sekitar tiga meter yang memisahkan Iris dengan Pangeran Caswell. Berbeda dengan Caswell yang berdiri dengan tegak dan menyeringai ke arahnya. Iris berhasil mengatakan sesuatu setelah ia terdiam selama beberapa saat-- memikirkan berbagai hal di dalam kepalanya. Iris tertawa pelan dengan tawa yang terpaksa. “Apa yang anda—”     “Kau tidak membantah ataupun mengiyakan,” kata Caswell. Seringaian masih tercetak dengan jelas pada wajahnya, menunjukkan deretan giginya yang putih. Menunggu apa yang hendak Pangeran Caswell katakan membuat jantung Iris berdetak dengan sangat cepat dan wanita muda tersebut juga dapat merasakan keringat dingin mulai mengucur. Caswell tersenyum puas ketika ia melihat reaksi tersebut dari Iris— menurutnya itu seperti sedang menyaksikan lawannya yang terpojok— sedang bertaruh hidup atau mati. “Apa kau penasaran bagaimana aku bisa tahu? Jawabannya adalah Insting.” Caswell menjawabnya tanpa ragu.   
Baca selengkapnya

28

Bahkan di bawah selimut tipis, Adrian dapat merasakan panas tubuhnya semakin tinggi dan cuaca panas pada minggu itu juga hanya memperburuknya. Badannya terasa pegal, ia bahkan dapat merasakan panas ketika menyentuh wajahnya sendiri. Adrian bahkan tidak memiliki tenaga untuk bangkit dari tidurnya ataupun mengomel. Nafasnya pendek, terengah-engah setiap kali ia menghirup udara, paru-parunya tidak punya pilihan selain menghirup udara di sekitarnya.   Adrian tidak makan apa-apa selain sup yang paling encer dan terasa hambar, jadi nafsu makannya berkurang. Aiden bisa mendengar ia terbatuk bahkan dari luar pintu.   “Aku rasa aku perlu meminta Max datang kesini rutin untuk memantaumu,” Aiden masuk ke kamarnya dengan seorang pelayan wanita mengikutinya dari belakang, membawa sebuah nampan. Aiden memberi instruksi kepada pelayan tersebut untuk meletakkan nampannya di atas meja yang berada di ujung kamar.   Adrian masih tiduran di
Baca selengkapnya

29

“Kenapa kau kesini?” Pertanyaan tersebut baginya hanyalah sebuah basa-basi karena Adrian tahu kalau Ella akan berada tidak jauh dimanapun ia berada– Ketika Adrian sedang berlatih di lapangan, Ella akan bersembunyi di balik pilar tidak jauh darinya. Ketika Adrian sedang berjalan di koridor, Ella akan mengikutinya diam-diam. Adrian selalu menganggapnya kebetulan dan mengabaikan hal tersebut, namun Aiden selalu memiliki pemikiran lain yaitu karena dirinya.   Wanita yang bernama Ella, berjalan perlahan untuk menghampiri Adrian. Karena tidak adanya penerangan dari lampu, sebagian wajah Ella tertutup oleh bayangan, tapi Adrian masih dapat melihat bibirnya membuat senyuman menggoda. “Matahari tidak akan terbit hingga beberapa jam lagi. Masih ada banyak waktu untuk kita berdua.” kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar sangat pelan, nyaris seperti bisikan. Itu bukan masalah bagi Adrian karena pe
Baca selengkapnya

30

Duduk di lantai, bersandar pada rak buku serta dikelilingi oleh buku-buku. Iris duduk dengan tenang di perpustakaan, membaca setiap baris-baris kalimat pada buku dengan perlahan. Walaupun tersedia meja, Iris lebih memilih untuk duduk di lantai. Sesekali ia menarik diri dari buku, menulis dengan cepat di buku catatannya. “Aku tidak menyangka di satu jenis tanaman memiliki banyak manfaat…” gumamnya. Jari tangannya membuka beberapa halaman, membaca dengan cepat apa yang tertulis pada setiap halaman tersebut. “Perpustakaan milik Kerajaan memang tidak dapat diragukan lagi kelengkapannya,”   Pikiran Iris melayang kembali ke hari dimana Pangeran Adrian tidak sadarkan diri. Iris melihat sekelilingnya, menatap satu per satu setiap rak buku yang tinggi menjulang hingga langit-langit perpustakaan. “Apakah akan ada artikel tentang itu di suatu buku spesifik di tempat ini?” gumamnya dengan pelan. Secara t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status