Home / Pernikahan / Mencintai Suami Adikku / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Mencintai Suami Adikku: Chapter 51 - Chapter 60

79 Chapters

Bab 51: Ledakan Emosi

“Iya, Dek. Alhamdulillah-nya, anaknya beneran dikasih ke kita. Wanita yang tadi, datang-datang malah bikin ulah!” sahut suaminya.Suaranya yang ternyata kemayu membuatku merinding hebat. Keduanya terkikik setelah membocorkan niat hitam yang seharusnya mereka simpan sendiri sampai mati.Membayangkan keinginan untuk mengadopsi Husein hanya agar memiliki keturunan sendiri, bagiku adalah sebuah kejahatan. Memang, sering terdengar embusan angin soal hal ini, saat pasangan-pasangan yang belum memiliki anak untuk sekian lama, memilih untuk mengadopsi anak orang lain dan dirawat bagaikan anak sendiri. Lalu, izin Allah, tidak lama setelahnya, sang istri mengandung.Lucunya, setelah beberapa kali hal ini terjadi, orang-orang menganggapnya sebagai kejadian ajaib. Mengadopsi anak adalah bentuk usaha untuk memancing anak sendiri. Bukan itu masalahnya, tetapi kenyataan yang timbul usai mereka mendapatkan seorang anak dari rahim sang istri.Tidak se
Read more

Bab 52: Kisah di Kalimantan

POV 3, oleh penulis.Kantor Perwakilan Kalimantan Timur, dua tahun yang lalu.--“San, dipanggil Pak Erga, tuh!” ujar salah satu pria dengan badge dari sebuah perusahaan BUMN.Pria berkacamata yang membawa beberapa map di tangannya menghampiri meja kerja Hasan untuk sejenak. Panggilan dari atasan keduanya memaksa dia menemui pria muda yang belum genap setahun menjadi rekan kerjanya.“San! Astaga, nih anak!” imbuhnya.Hasan yang bersembunyi di balik kubikel biru tidak memberi respon apapun. Dia sibuk menautkan pandangannya dengan layar komputer. Satu tangannya menyentuh bibir, tangan yang lain begitu lihai memainkan mouse di atas pad.“San! Mau dipecat kayaknya!” tegur sang teman.Dia sengaja berdiri di depan kubikel Hasan, lalu memukul pembatas dengan keras agar pria yang dipanggilnya mendengar. Begitu pandangan keduanya beradu, dalam jarak lebih dari satu meter, Hasan beruj
Read more

Bab 53: Kisah di Kalimantan

“Bapak sudah tahu jawabannya, karena itu, tidak seharusnya menawarkan pilihan memuakkan ini denganku. Sebaiknya, simpan sendiri tawaran itu dan kita bisa melanjutkan kehidupan masing-masing tanpa berurusan sama sekali. Soal istri bapak, atau Husein, itu tidak ada kaitannya denganku. Seharusnya yang harus Bapak lakukan sejak awal adalah berusaha membuat istri Bapak mencintai Bapak, bukannya mencarikannya seorang pria yang dapat menggantikan Bapak dan membuat penawaran ini dengan menggunakan posisi Bapak. Terima kasih, permisi ....”Hasan mengangkat tubuhnya dari bantalan kursi yang empuk. Hatinya tetap saja memegang  teguh keyakinan yang dipercayainya sampai kapanpun tanpa rasa iba dengan apa yang dialami Erga.Keduanya saling diam usai Hasan memberikan perlawanan. Erga tidak lagi mencoba mendesak Hasan, dan terus menekuk wajahnya dengan memandangi berkas-berkas penting yang harus dia selesaikan hari ini.Bagi Erga, ini adalah kekalahan terbesar
Read more

Bab 54: Akhir Kisah di Kalimantan

Langit berarak saat kerabat, teman, atasan, mengantar kepergian Erga untuk selamanya. Pria ramah yang disebut-sebut akan naik jabatan lagi itu menghela napas untuk kali terakhir di depan sang istri sesaat sebelum Hasan tiba.Permintaan maaf meluncur dari bibirnya yang dipenuhi darah. Tangan Erga terayun pelan, berusaha menggapai wajah sang istri yang paling ingin dibahagiakannya di dunia ini.“Maaf, dan terima kasih. Sepertinya, aku hanya bisa menemanimu sampai di sini. Kembalilah ke orangtuamu, dan bahagiakan Husein walau dia lahir tanpa cinta di antara kita,” rintih Erga saat itu.Tangannya seketika terkulai, terjatuh ke brankar rumah sakit. Beberapa dokter yang masih mencoba menyelamatkan pria itu memulai upaya penyelamatan terakhir.Tubuh sang istri terpukul mundur. Dia menutup mulut yang menganga, kemudian menggeleng tanpa henti sebab tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi.Baru pagi tadi, Erga berkata padanya, akan membe
Read more

Bab 55: Kesepakatan

“Astagfirullah ....”Tanganku masih gemetar setelah mendengar cerita soal kepergian sahabat baik Bang Hasan dengan cara nan tragis. Tidak hanya itu, juga sang istri yang dengan tega meminta dinikahi di depan pusara suaminya sendiri. Benarkah ada wanita sekeras itu di dunia ini? Aku bahkan tidak sanggup membayangkan bagaimana perasaan Erga saat mendengar keinginan istrinya di depan pusaranya.Dia baru pergi, belum genap satu hari. Istrinya bukannya mendo’akan, tetapi malah ingin dinikahi segera, tanpa mengingat masa iddah dan Husein yang masih begitu kecil.Kutatap punggung polos nan tegap Bang Hasan usai merasa berat di kepala. Dia berdiri di depan almarinya, menelusuri satu per satu bagian dari kaos rumahannya yang sudah tersusun rapi. Bahkan berdiri membelakangi saja bisa begitu mempesona.Ya, dia memang rupawan, lebih dari itu, sikapnya juga menyenangkan. Pantas jika wanita yang tidak kutahu namanya begitu mengin
Read more

Bab 56: Keputusan

Lepas perih, datanglah luka.Engkau cinta, ada dimana?-Mine--“Mamak enggak setuju! Titik! Ada-ada saja kamu, Rah? Belum sebulan menikah sudah pengen ngangkat anak. Apa kata tetangga, keluarga, saudara, bahkan almarhum mak bapakmu? Adikmu saja sudah hampir melahirkan anak keduanya, sedangkan kamu yang baru menikah malah mau ngurus anaknya orang lain!”Mamak mertua menunjuk-nunjuk ke arahku. Emosinya meluap-luap sampai dia berdiri dari kursi meja makan, mengayun-ayunkan lengan kaftannya yang lebar dan transparan. Mamak mertua terlihat begitu membenci gagasan yang baru saja kuutarakan padanya, sampai tidak lagi bersedia melanjutkan makan malam.Bang Hasan di sebelahku selalu ingin membuka suara. Sebelum bibirnya sempat berkata, selalu kutahan dengan menggenggam tangannya di bawah meja. Apapun itu, Bang Hasan tidak boleh menentang ibunya, sebab keputusan ini memang berasal dariku.Jika memang mamak mertua ingin membenci, ma
Read more

Bab 57: Persetujuan

“Syarat?” sambutku begitu mamak mertua berdiri di depan kami berdua.Mamak mertua memutar bola matanya. Bibirnya manyun, tanda sebenarnya dia keberatan dengan apa yang ingin diakuinya pada anak dan menantu. Namun, mungkin demi Bang Hasan, mamak mertua merubah ketetapannya, hingga melunak dan akhirnya mengalah.“Iya, syarat. Katanya mau Husein batal dibawa orang!” sindir mamak mertua tepat ke arahku.Aku tersenyum getir, seperti kucing yang disirami hujan sendirian. Mamak mertua dengan jelas menunjukkan jika dia tidak menyukai kehadiranku yang mungkin menjadi penghalang antara dirinya dan Bang Hasan. Padahal, jika mengingat pernikahan suamiku dengan Anisya dulu, wanita cantik itu juga tidak terlalu sering bertemu mamak mertua. Entahlah, apa memang aku seburuk itu atau mamak mertua hanya sedang berusaha melunakkan menantunya.“Kalau batal ya batal, Mak. Kenapa pakai syarat segala? Lagee hana cara laen! (Seperti tidak ada cara l
Read more

Bab 58: Calon Suami

“Kamu serius, Wul?” sungut Tya begitu kami bertiga kembali menempati kursi di sebuah warung makan di daerah Darussalam. Jika biasanya mereka yang akan menjemput lalu menyeretku pergi menjauh dari sini, maka kali ini Tya tidak punya selera menyetir. Pengakuan Wulan dua malam lalu membuat kami berdua masih tidak menyangka, jika Wulan akan mencapai kesimpulan nan polos hanya demi membahagiakan bapak dan mamaknya di kampung sana. “Tapi, enggak gini juga, Wul! Kamu kan enggak suka dia, dan dia juga lebih muda dari kamu. Serius aja, Wul, kamu nikahin brondong!” sembur Tya lagi. Dia tidak bisa berhenti mengomeli Wulan yang mengambil keputusan paling aneh menurut gadis itu. “Kamu lihat aja, Zahrah! Dari ceritanya saja harusnya kamu sudah paham, Wul, menikah itu enggak main-main. Sama orang yang kamu suka saja, banyak rintangannya, apa lagi yang enggak,” cerocosnya lagi. Aku masih belum berkata sepatah kata pun. Cukuplah mendengar Tya yang terus menyudutkan Wu
Read more

Bab 59: Sebuah Siang yang Panas

“Jadi, kalian bakalan ngerawat anak Bang Hasan dari temennya itu?” telisik Tya dari jok kemudi.Dia bertanya tanpa beralih pandangan ke arahku. Kelihaiannya mengemudi sejak SMA telah membuat gadis itu mampu menakhlukkan mobil jenis apapun dengan mudah, berbeda denganku yang masih belum belajar menyetir sama sekali sampai hari ini.“Iya, untuk ke depan, Husein akan jadi tanggungjawabku dan Bang Hasan. Tapi, tinggalnya tetap dengan mamak, sih. Mamak juga enggak izinin kami bawa Husein,” lanjutku pada Tya.Usai sepeninggal Wulan, kuputuskan untuk bercerita pada Tya. Dibanding Wulan yang sedang menghadapi kesulitannya, Tya jauh lebih senggang untuk mendengarku. Lagi pula, jika aku masih mencoba menyembunyikannya lebih lama, aku khawatir Tya atau Wulan akan mengetahuinya dari orang lain dan mulai menyimpan dendam padaku.Kami berdua menjadi hening untuk sesaat. Tidak ada yang berbicara lagi, dan hanya deru napas lelah yang terdengar.
Read more

Bab 60: Dua Pasang Mata Elang

Aku segera berpaling begitu mendengar suara dalam yang menyentak siang. Di belakangku, Bang Hasan sudah berdiri dengan ekspresi geram. Dia tidak berkata apapun lagi usai menegur mahasiswa tidak sopan yang mengusik istrinya, selain memandang lurus dengan sorot mata serupa elang.Begitu tajam, tegas. Bang Hasan seolah menegaskan jika dirinya menantang mahasiswaku yang berusia jauh di bawahnya itu.“Abang? Ka-kapan datang?” Aku tergugu menghadapi Bang Hasan.Lekas ayunan langkah kaki ini menuju padanya. Tidak, tidak boleh begini. Aku tidak mau jadi viral dalam satu hari. Bang Hasan dan pemuda tidak sopan itu harus dipisahkan, atau paling tidak kami berpindah tempat.“Bang? Tenang.”“Ini orangnya, Zahrah? Mahasiswa yang sering mengganggumu melalu pesan-pesannya?” Bang Hasan menunjuk mahasiswa itu.Kutemukan urat-urat leher dan lengannya bermunculan segera. Pertanda buruk jika Bang Hasan mulai kehilangan kendal
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status