Home / Romansa / Everything Happens For A Reason / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Everything Happens For A Reason: Chapter 11 - Chapter 20

60 Chapters

11. Lebih Dari Teman?

Sungguh ini membuatku penat. Entah kenapa sudah beberapa hari ini aku sangat sulit untuk berkonsentrasi. Padahal ide-ide itu sudah dicatat dalam jurnalku. Entahlah, mungkin aku memang sedang perlu mengistirahatkan otakku dulu untuk sementara. Atau mungkin aku butuh liburan.     Aku bergerak mendekati kaca jendela. Kuraih kacamata yang ada di samping tv kemudian pandanganku berkelana jauh ke luar jalanan yang sudah ramai dengan orang-orang yang sedang melaksanakan aktivitasnya masing-masing. Sambil menguap aku berpikir, sepertinya aku butuh minum kopi.     Ku seret kedua kakiku menuju ke dapur yang letaknya hanya bersebelahan dari posisiku yang tadi. Kuraih bungkusan biji kopi dari dalam lemari penyimpanan kemudian memasukkannya ke alat penggiling kopi. Kuambil sedikit sesuai takaran yang pas kemudian menyalakan mesin kopi semi otomatis yang kubeli satu set dengan penggilingnya dari hasil gaji pertamaku yang ada di s
Read more

12. Cheesecake

"Jangan, baby … please!" ujar Virgie sambil membuka seluruh pakaian yang masih melekat di badannya itu. Ia kemudian membuka lebar kedua kakinya lalu langsung menarik paksa kepalaku ke arah bagian yang diinginkannya untuk ku nikmati.     "Mmmppf … terus, jangan berhenti. Aahhhhh!"     Erangan Virgie semakin terdengar nyaring saat aku membenamkan wajahku di tengah selangkangannya. Cairan hangat yang sedikit lengket menyelimuti seluruh bagian mulutku bahkan sampai ke hidung. Terasa begitu erat Virgie mencengkram kepalaku sambil sesekali menjambak rambutku.     Tubuhnya menggelinjang hebat saat lidahku menyesap bagian kecil yang menonjol di sana. Sesekali terdengar ia memanggil namaku yang disertai dengan erangan-erangan yang makin membuatku lupa bahwa ia adalah sahabatku.     Setelah bermain sekitar beberapa menit, Virgie yang tak henti-hentinya mengel
Read more

13. Art Gallery

Keesokan harinya di Genuine Cafe.     "Di rapat kali ini kita akan membahas soal menu dan ada hal lain yang penting yang saya pikir, harus segera saya sampaikan kepada kalian semua," ujar Pak Daniel dengan penuh wibawa.     "Benar kan kataku? Pak Daniel akan segera mengundurkan diri," bisik Andrew.     "Kita lihat saja nanti. Jangan sok tahu kamu," jawabku ke Andrew sembari menyiku tangannya yang tepat berada di sampingku.     "Aduh! Sakit tahu!" bisiknya kesal.     Ketika sedang mendengarkan perbincangan yang bisa dibilang sangat membosankan itu, ku dapati diriku merenungi tentang Virgie. Entah kenapa aku tiba-tiba merindukannya. Masih segar di ingatanku tentang semua hal yang kami lakukan, terutama dengan sikap manisnya yang sekarang membuatku sedang tersenyum sendiri seperti orang tidak waras.  
Read more

14. Ladies First

  Sambil berjalan ke arah lorong berwarna putih bersih yang dihiasi berbagai macam mahakarya dari para pelukis profesional itu, aku mencoba mengamatinya seluruh struktur gedung dan dekorasi yang bertemakan labirin itu. Sembari berjalan pelan dan mengamati, pikiranku terbang jauh memikirkan sosok Virgie yang terus menerus berputar-putar di dalam otakku.     Saat ingin duduk di kursi kayu yang ditempatkan di ujung lorong, seketika pandangan mataku terpaku pada satu sosok manusia berambut hitam panjang, memakai sweater berwarna putih yang sedang berdiri menyamping sambil menatap lukisan yang terpampang di depannya. Itu Abby.     Aku yang sebelumnya merasa tidak bergairah karena sepanjang hari hanya menunggu kabar yang tak kunjung ada, tiba-tiba merasa bersemangat. Dengan langkah kecil, ku coba menghampiri Abby sambil membawa senyuman lebar.     "Abigail?"  
Read more

15. Hanya Flu Biasa

"Permisi, kak. Ini pesanannya." kata pelayan wanita yang tersenyum menghampiri meja, sambil membawa nampan besar berisi pesanan kami.   Satu-persatu diletakkannya di atas meja makanan yang dibawanya tadi.   Dengan wajah sumringah, Janice menyambut makanannya dengan penuh sukacita. "Wah, sudah bisa ku prediksi, ini pasti enak sekali."   "Memangnya kau pesan apa?" tanya Andrew penasaran.   "Ini namanya Dubu Jorim."   "Hah? Subuh harim! Makanan macam apa itu?" celetuk Andrew.   Seketika, Janice yang geram dengan perkataan Andrew pun langsung mengambil su
Read more

16. Athena Dan Penggemar Rahasia

  Hari sudah petang ketika aku sampai di apartemenku. Aku menggantung ransel kecil di gantungan jaket di dekat pintu. Sambil melepas seragam yang masih menempel di tubuhku, aku berjalan menuju kamar mandi. Untuk suatu alasan, aku ingin segera menyelesaikan urusan di kamar mandi dengan cepat, karena hanya ada sejenak untuk beristirahat dan kemudian aku harus kembali mengerjakan artikelku yang tak kunjung selesai.   Aku berpikir banyak hal saat sedang menggosok punggungku. Seperti, kenapa Virgie sakit namun tak mau untuk ku besuk dan rasa yang muncul saat aku bertemu Abby. Itu semacam sesuatu yang patut dicurigai, atau mungkin tidak. Ku putuskan untuk segera mengguyur badanku dan secepatnya membalut tubuhku dengan handuk, karena sekarang sudah mulai terasa dingin.   Saat keluar kamar mandi, aku sudah memakai
Read more

17. Nomor Tak Dikenal

Keesokan harinya aku terbangun dengan keadaan malas dan tepat pada jam dua belas siang. Sudah bisa ku pastikan waktu tidurku bisa dihitung dengan jari, karena aku baru bisa memejamkan mata saat burung-burung sudah mulai berkicau saling menyapa.     Aku masih malas beranjak dari tempat tidurku. Rasanya gravitas terasa lebih besar disini. Ya, gravitas yang membuat kemalasanku bertambah lima puluh persen. Aku tidak pernah mengaktifkan alarm pada hari liburku, itu akan sangat mengganggu. Aku masih berguling ke sana kemari sambil menggosok-gosok mataku yang terasa buram.     Aku kembali terpejam selama beberapa menit sebelum tersadar saat getaran dari ponsel yang berada tepat di samping telinga. Sambil berdengus kesal, kucoba meraih mengumpulkan semua kesadaran untuk menjawab panggilan telepon itu.     "Ya, halo …."     "Astaga! Lihat betapa malasnya dir
Read more

18. Athena Dan Penggemar Rahasia 2

  Dari kejauhan terlihat seorang pelayan sedang menuju ke arahku sambil membawa buku daftar menu.     "Selamat sore, mau pesan apa, Pak?" ujar Si pelayan dengan sopannya.     Sambil tersenyum kaku, aku menjawab, "ehmm, aku masih menunggu teman-temanku. Jadi aku pesan air mineral saja dulu."     "Oke. Jadi air mineral satu, ya? Mau yang dingin atau yang biasa?"     "Yang biasa saja," jawabku sembari kembali tersenyum.     "Oke, terimakasih, Pak. Jika ada tambahan lain, jangan ragu untuk memanggil kami. Permisi," tuturnya yang kemudian membalikkan badan dan berlalu.     Sementara itu, terdengar suara gaduh dari lantai pertama. Sepertinya ada cekcok antara seorang tamu dengan security. Karena kaget dan merasa penasaran, aku pun menonton kejadian itu dari balik balkon lanta
Read more

19. Athena Dan Penggemar Rahasia 3

  Setelah kembali dari kamar mandi, Athena pun langsung duduk. Dengan nada bicara yang sedikit dibuat-buat dan terkesan sombong, sambil mengangkat setengah kakinya, ia berkata, "jadi sampai dimana kita tadi wahai fans-fans beratku?"     "Gayamu itu, sok sekali!" ujar Damon sambil mengunci leher Athena dan menjitak kepalanya.     "Aduh! Iya, ampun …, ampun!" pintanya lantas tertawa geli.     Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka. Tak heran selama ini kami selalu merasa nyaman saat berada dekat satu sama lain, karena kami tak harus pura-pura menjadi seseorang yang bukan diri kami sendiri.     Sambil merapikan rambutnya yang tadi diacak-acak oleh Damon, Athena meraih gelas berisi air jeruk yang ada di depannya kemudian meminumnya secara perlahan.     "Jadi begini …, eh sampai di mana ceritaku waktu itu?
Read more

20. Kunjungan Dadakan

    Keesokan harinya di Genuine Cafe.   "Hoaaamm! Man, mataku seperti sedang digantungi benda seberat tiga kilogram. Kalau tidak rame begini, pasti aku sudah tidur di ruangan loker. Lagipula, sekarang shiftnya pak Daniel. Dia itu sudah seperti malaikat bagi karyawan di Cafe ini." ujar Andrew yang menguap dengan lebarnya sambil menunggu cairan espresso menetes hingga habis.   "Yeah, kenapa tidak membuka mulutmu lebih lebar lagi? Agar semua pelanggan kita kabur melihat tingkahmu yang bodoh itu," sindirku pada Andrew yang tidak sadar kalau di depannya mas
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status