Home / Pernikahan / Suami Tak Sempurna / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Suami Tak Sempurna: Chapter 31 - Chapter 40

241 Chapters

Episode 31. Karena Green

Selesai mengobati Green, Hana menaruh kotak P3K dan kompres di atas nakas. Hana melihat Green hendak menyentuh dagunya yang terluka. "Jangan, Green. Nanti salepnya terhapus." Hana langsung mengingatkannya. "Iya!" Green seketika menurunkan tangannya seperti anak kecil penurut. Hana mendengkus tersenyum melihatnya. Suasana hening. Hana kemudian kembali menatap Green. "Green, aku minta maaf ya." "Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak ada salah, malah selalu menolongku." Green tersenyum. "Aku justru ingin mengucapkan terima kasih padamu." Hana mendesah. "Aku minta maaf karena kelakuan keluargaku. Keluargaku sudah keterlaluan menghinamu. Kamu pasti sakit hati mendengarnya." Wajah Hana tampak menyesal. "Jika ditanya, hatiku memang sakit. Tapi aku memang sudah terbiasa menerima hal semacam ini, Hana." Green menarik nafasnya kemudian kembali berkata, "Yang aku tidak bia
Read more

Episode 32. Kebergantungan

Selesai makan, Hana memutuskan masuk ke dalam kamar, begitu pula Green yang hanya bisa mengekorinya. Tugas sekolah Hana belum selesai dan besok harus dikumpul. Biasanya dia tidak pernah selambat ini dalam mengerjakan tugas. Begitu guru memberi tugas, ia akan segera menyelesaikannya di hari yang sama, bahkan kalau perlu di saat itu juga jika ada jadwal kelasnya yang kosong. Namun kejadian tak terduga dua hari ini benar-benar menyita waktunya sehingga baru sekarang ia bisa mengerjakan tugasnya. Hana adalah tipe orang yang tidak suka menunda jika itu berkaitan dengan pelajarannya di sekolah. Dan dia sangat suka belajar. Itu sebabnya ia selalu meraih peringkat pertama di sekolahnya. Sementara itu, Green duduk di sofa besar yang menjadi ranjangnya tiap malam. Dia hanya menatap punggung Hana yang duduk di depan meja belajar, sibuk berkutat dengan buku-bukunya. Di meja kecil ada camilan cookies yang tersisa, juga mangkuk kosong yang sebelumnya berisi potongan buah nana
Read more

Episode 33. Menutupi Rasa Suka

Ghania terkejut mendengar ucapan Hana. "Tadi siang kamu berbicara dengan penuh percaya diri pada nenek, ternyata kamu bahkan tidak memiliki ide! Sejak kapan kamu payah begini?" Ia memutar bola matanya malas. "Aku cuma bercanda! Aku sudah memiliki ide yang bagus!" Hana menjulurkan lidahnya sedikit. Dia hanya ingin melihat reaksi sepupunya itu. Ternyata Ghania malah mengejeknya. Ghania pun merasa dikerjai. Tentu saja, Hana tidak mau menunjukkan kelemahannya di hadapan Ghania. Biar bagaimanapun Ghania adalah putri dari pamannya yang menyebalkan itu. Bisa saja Ghania bercerita pada mereka. Mereka terus berbincang hingga waktu berlalu begitu saja. Hana menatap jam di dinding, kemudian menatap Ghania. "Aku ke atas sebentar mau melihat Green. Rasanya tidak mungkin jika dia belum bangun." Ia pun beranjak dari duduknya dan Ghania mengikutinya. Hana menghela nafas menyadari Ghania mengikutinya, tetapi ia tidak berniat melarangnya. Ghania adalah sepupu
Read more

Episode 34. Dibutuhkan

Pelayan Ema datang ke kamar Hana memberitahu bahwa Tuan dan Nyonya Winata sudah kembali. "Hana, aku ke bawah dulu mau menyapa Paman dan Bibi." Hana hanya mengangguk. Lalu Ghania keluar dari kamar. Saat Ghania turun, ia tidak hanya mendapati Anton dan Jihan, tetapi kakak laki-lakinya juga ikut bersama kedua orang tua Hana. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga. "Paman, Bibi! Rencananya, aku mau menginap di sini malam ini," ucap Ghania setelah memberi salam dan duduk di sofa tunggal. "Oh, ya sudah." Anton menjawab Ringan. Mata Ghania beralih pada Reynaldi. "Kakak kenapa kemari?" tanyanya pada kakak laki-lakinya itu. "Tadinya aku mau menjemputmu dari sini. Padahal jarang-jarang kamu ke ibukota, tetapi malah memilih menginap di sini daripada di rumah sendiri." Reynaldi mengeluh. Selama ini, Ghania memang memilih tinggal di kota lain be
Read more

Episode 35. Cukup Keras Kepala

Makan malam sedang berlangsung. Saat Hana dan Green turun suasana terasa dingin. Anton menatap putrinya itu dengan tatapan yang sulit diartikan, sementara Jihan hanya mengerutkan keningnya. Dia merasa khawatir jika putrinya itu menjadi dekat dengan Green, itu karena mereka baru saja mendengar dari Ghania bahwa Green tidur di kamar Hana. Kenapa putrinya itu memutuskan untuk sekamar dengan Green? Saat ini Hana duduk berdampingan dengan Green di meja makan. Bahkan Hana meladeni Green makan. "Kak Rey menginap di sini juga?" tanya Hana di sela makannya. Reynaldi menggeleng. "Aku akan pulang malam ini. Tadinya aku kemari untuk menjemput Ghania, tapi ternyata Ghania akan menginap di sini." "Oh begitu," tanggap Hana santai. Green terus menunduk seolah fokus pada makanan yang ada di piringnya, tetapi kenyataannya ia hanya tidak mau bertatapan dengan semua orang yang ada di ruang makan itu, terkecuali Hana. Di
Read more

Episode 36. Permintaan Hana

Ucapan Hana yang penuh percaya diri membuat Rey terdiam beberapa saat, tetapi kemudian ia menyeringai. "Hana.. Hana.. Keras kepala tidak akan mendatangkan manfaat apapun. Sebagai kakak, aku khawatir sifat impulsif dan kebaikan hatimu yang konyol malah membuatmu hancur. Aku harap kau tidak mengecewakan keluarga besar kita." "Aku tahu apa yang kulakukan." Setelah Hana menjawab dingin seperti itu, mereka pun melanjutkan makan dengan hening. Lalu setelah selesai makan, Rey memutuskan untuk langsung pamit pulang karena suasana sudah tidak nyaman. • Di kamar, Hana mengobati mulut Green yang terluka. "Apa masih sakit?" tanya Hana dengan kening sedikit mengerut melihat robekan luka Green yang agak lebar. "Tidak sakit lagi," jawab Green jujur. Ya, luka sekecil itu tidak ada artinya dibandingkan luka-luka yang selama ini ia dapatkan dari orang-orang lain. "Aku benar-benar tidak menyan
Read more

Episode 37. Sikap Aneh

Green duduk di sofa besar dengan kepala sedikit menunduk. Rambut lurusnya yang berwarna coklat kepirangan jatuh menutupi dahi, membuatnya tampak lebih muda dari umurnya. Memikirkan segala sesuatu yang terjadi hari ini, mulai dari pertemuan keluarga Winata hingga makan malam tadi, memaksanya untuk mendesah berat. Green menyadari tempatnya saat ini bukanlah tempat yang aman. Saudara-saudara Hana tidak segan-segan melakukan kekerasan fisik padanya. Tetapi, dia harus pergi ke mana lagi? Dia tidak memiliki tempat. Dia tidak mau menjadi beban keluarga Assa, sementara itu Hana mengatakan bahwa ia membutuhkannya. Jadi dia harus bertahan di sini. Lagi pula melihat sosok Hana yang cantik jelita dengan suaranya yang merdu membuatnya lebih betah untuk tinggal di sini. Tetapi apa yang akan terjadi di masa depan nanti? Green tidak mau terlalu khawatir untuk memikirkannya. Menjalani hidup sehari demi sehari adalah jalan yang tepat. Bar
Read more

Episode 38. Posesif

Kening Green sedikit mengerut saat merasakan cengkeraman Hana cukup kuat di pergelangan tangannya. Hana juga menariknya agak kasar. Apa Hana sedang marah? Begitu masuk ke kamar, Hana langsung melepas cengkeramannya dan mengunci pintu. Dia lalu bersedekap menghadap pada Green. "Green, menurutmu aku ini siapamu?" Walaupun tidak ada nada tinggi pada suara Hana, tetapi terlihat jika Hana sedang kesal. Ada apa? Kenapa Hana tiba-tiba bertanya seperti itu? "Kamu..kamu temanku," jawab Green agak gugup. Dia masih tidak begitu paham kenapa Hana tampaknya marah padanya. Apa karena ia tidak bercerita tentang Ryan yang mendorongnya? Tetapi kenapa Hana harus marah hanya karena itu? Tadi sore pun Hana juga marah karena ia mandi tanpa ada yang mengawasi. "Oh ya?" tanggap Hana dingin. Green bingung, Hana sepertinya tidak begitu senang, tetapi ia tetap menjawab dengan mengangg
Read more

Episode 39. Fitnah

  'Hana ingin aku yang akan melindunginya di masa depan? Bukan pria lain?' Seberkas sinar muncul di matanya. Tetapi seketika itu juga sinar itu meredup ketika ia memikirkan keadaannya.   "Jika memang memungkinkan bahkan sekarangpun aku ingin melindungimu. Tapi kesembuhanku tidak pasti." Green merasa kecewa pada dirinya sendiri.   Hana tersenyum. "Jangan terlalu dipikirkan. Besok aku akan cepat pulang dari sekolah, lalu aku akan membawamu berobat. Mudah-mudahan dengan teratur minum obat, kamu tidak akan mudah kambuh."   "Besok?" Green merasa tidak percaya jika Hana akan sesigap ini untuk membawanya berobat.   "Iya, besok. Selama aku pergi ke sekolah, kamu baik-baik di rumah ya. Akan ada yang menjagamu nanti. Dan jangan gunakan tangga, pakailah lift yang tadi kita pakai."   Green mengangguk.   "Ya sudah, kamu tidurlah sekarang. Aku sebentar lagi ak
Read more

Episode 40. Ide Hana

"Green, aku akan membantumu." Ghania hendak berjongkok untuk membantu Green yang sedang membersihkan karpet.   "Nona, bukankah Nyonya Jihan mengatakan bahwa hanya Tuan Green yang akan membersihkan itu semua?" Pengawal itu mengingatkan.   "Bibi Jihan tidak melarang siapapun yang ingin menolong Green!" Ketus Ghania.   "Tidak perlu, Ghania. Ini tidak begitu sulit buatku." Green menolak niat baik Ghania.   "Aku akan membantumu!" Ghania mengabaikan kata-kata Green. Ia berjongkok dan mulai mengutip pecahan beling. Tetapi baru beberapa detik, Green mendadak oleng. Srakkk...! Dia jatuh dan menyeret pecahan beling dengan tubuh dan wajahnya.   "Green!" Ghania terkejut saat Green jatuh telungkup dan mulai kejang-kejang di lantai yang penuh pecahan beling. Matanya terbelalak melihat itu.   "Pak, tolong bantu dia!" teriak Ghania saat pengawal itu hanya diam saja menontonn
Read more
PREV
123456
...
25
DMCA.com Protection Status