'Hana ingin aku yang akan melindunginya di masa depan? Bukan pria lain?' Seberkas sinar muncul di matanya. Tetapi seketika itu juga sinar itu meredup ketika ia memikirkan keadaannya.
"Jika memang memungkinkan bahkan sekarangpun aku ingin melindungimu. Tapi kesembuhanku tidak pasti." Green merasa kecewa pada dirinya sendiri.
Hana tersenyum. "Jangan terlalu dipikirkan. Besok aku akan cepat pulang dari sekolah, lalu aku akan membawamu berobat. Mudah-mudahan dengan teratur minum obat, kamu tidak akan mudah kambuh."
"Besok?" Green merasa tidak percaya jika Hana akan sesigap ini untuk membawanya berobat.
"Iya, besok. Selama aku pergi ke sekolah, kamu baik-baik di rumah ya. Akan ada yang menjagamu nanti. Dan jangan gunakan tangga, pakailah lift yang tadi kita pakai."
Green mengangguk.
"Ya sudah, kamu tidurlah sekarang. Aku sebentar lagi ak
"Green, aku akan membantumu." Ghania hendak berjongkok untuk membantu Green yang sedang membersihkan karpet. "Nona, bukankah Nyonya Jihan mengatakan bahwa hanya Tuan Green yang akan membersihkan itu semua?" Pengawal itu mengingatkan. "Bibi Jihan tidak melarang siapapun yang ingin menolong Green!" Ketus Ghania. "Tidak perlu, Ghania. Ini tidak begitu sulit buatku." Green menolak niat baik Ghania. "Aku akan membantumu!" Ghania mengabaikan kata-kata Green. Ia berjongkok dan mulai mengutip pecahan beling. Tetapi baru beberapa detik, Green mendadak oleng. Srakkk...! Dia jatuh dan menyeret pecahan beling dengan tubuh dan wajahnya. "Green!" Ghania terkejut saat Green jatuh telungkup dan mulai kejang-kejang di lantai yang penuh pecahan beling. Matanya terbelalak melihat itu. "Pak, tolong bantu dia!" teriak Ghania saat pengawal itu hanya diam saja menontonn
Kesempatan yang bagus! Hana hendak mengeluarkan ucapannya saat Veronika tiba-tiba datang dari belakang Marcell. "Marcell, tunggu dul..." Veronika terhenti ketika melihat Hana berada di tangga hendak naik ke lantai yang mereka pijak saat ini. Hana terlihat pucat. Ada apa dengannya? Apa dia habis kecelakaan? Kening Veronika mengerut tidak suka. Bisa-bisa Marcell menaruh perhatian pada Hana. Melihat Veronika yang mendadak muncul, Hana sedikit mengepalkan tangan. Dia tidak bisa bertindak untuk memulai pembicaraan dengan Marcell. Kecuali mungkin jika Marcell sendiri yang duluan menghampirinya. Kalau tidak, Veronika pasti akan melapor pada Alex Milan. Tanpa berkata apa-apa Marcell menuruni tangga. Jantung Hana berdebar saat Marcell semakin dekat dengannya. Dia berharap sekali Marcell menanyainya. Dan benar saja Marcell berhenti tepat di dekatnya. Hana melirik pada Veronika yang ternyata terus mengawasinya dengan mata mel
Wajah Green tampak murung. Saat ini ia sedang berbaring di ranjang single size, di sebuah kamar, dan diawasi oleh pengawal yang ditugaskan Anton untuk menjaganya. Kamar itu bukanlah kamar Hana. Itu adalah kamar barunya. Ukurannya tidak besar. Ada dua buah ranjang di sana, yang satu untuk Green dan di sisi lain untuk pengawal itu.Green cukup terkejut ketika tadi dia hendak masuk ke kamar Hana untuk beristirahat, ia malah dilarang oleh pengawal itu. Lalu pengawal itu mengantarnya ke kamar ini. Jadi, mulai hari ini dia tidak sekamar dengan Hana lagi. Hati Green merasa sedih. Apa Hana tahu tentang kepindahannya ke kamar ini? Green tidak berani bertanya tentang hal ini pada pengawal itu. Dia menyadari bahwa pengawal itu sama sekali tidak menyukainya. Bahkan selalu memperlihatkan tampang jijik padanya. Walaupun dia sudah terbiasa menghadapi orang-orang seperti itu, sebagai manusia tetap saja Green merasa sangat tidak nyaman.Green merasa tubuhnya
Sesampainya di kamar, Hana menyuruh Green berbaring di ranjang. Green hanya menurut saja. Pelayan Ema membawakan air jahe hangat yang diminta Hana ke dalam kamar. "Green, minum dulu ini supaya perutmu enakan." Green menurut dan meminumnya perlahan. Setelah meminumnya sampai habis, Hana menaruh cangkirnya di atas nakas. "Berbaringlah lagi." Green berbaring dan perutnya mulai terasa hangat. "Ah, bajumu? Sepertinya itu bekas muntahan. Kamu harus ganti baju." Hana langsung ke ruang pakaian mengambil baju untuk Green. Green kembali duduk dan melirik ke bawah dan terkejut. Ia mendapati ada bekas muntahan di sana. Sewaktu muntah, Green ternyata tidak sengaja mengenai bajunya. Dengan cepat, Hana kembali dan membawa kaus katun untuk Green. Ia hendak membantunya berganti pakaian. "Biar...biar aku saja." Green merasa tidak enak karena bajunya bekas muntahan. "Lenganmu kan sakit, s
"Kenapa bapak menjitak suamiku?" Hana bertanya dengan gamblang pada pengawal yang saat ini ada di hadapannya. "Saya tidak pernah menjitaknya, Nona!" Pengawal itu dengan cepat menyangkal. Dia berpikir pasti Green yang sudah mengadu pada Hana. "Jawaban apa itu? Aku mendengar sendiri bapak menjitak Green di balik pintu, kenapa bapak malah menyangkalnya?" Hana berbohong. Dia sama sekali tidak mendengar pengawal itu menjitak Green. Tetapi dia percaya pada Green, apalagi Ghania juga mengatakan padanya bahwa pengawal itu tidak becus. "Nona, pasti Tuan Green yang mengada-ada pada Nona. Tuan Green marah karena saya melarangnya masuk ke kamar Nona. Itu sebabnya dia memfitnah saya." "Kau ini bicara apa sih? Melantur ya?" Kali ini Hana tidak memakai kata bapak lagi. "Aku mendengar sendiri kau menjitaknya. Yang kubutuhkan adalah jawaban. Kenapa kau melakukan itu?" Pengawal itu menel
Hari sudah malam. Saat ini, Jihan, Anton, Green, dan Hana sedang duduk di ruang keluarga."Kenapa kau berbohong? Kau bahkan menjitak Green!" Wajah Jihan berubah merah karena marah. Dia mendongak menatap pengawal yang sedang berdiri di hadapan mereka semua. Baru saja pengawal itu menceritakan kebenaran dari kejadian tadi pagi dan juga perlakuan kasarnya pada Green."Maafkan saya, Nyonya. Saya bersalah. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Ini yang pertama dan terakhir saya melakukan hal semacam ini." Pengawal itu tampak menyesal. Jihan melirik Green yang hanya diam saja."Jika kau mengulanginya lagi, kami akan memecatmu!" Jihan menoleh pada Anton. "Pa, hukuman apa yang cocok untuknya?""Terserah Mama." Anton mendesah. Pengawal itu bersikap sesuka hati seperti itu pun karena arahan dirinya. Jadi bagi Anton, pengawal itu sebenarnya tidak sepenuhnya salah."Kalau begitu, potong gajiny
Green mendesah. Tadi sore Hana masih memberinya sebuah ciuman manis. Tetapi sekarang, Hana begitu berbunga-bunga untuk menemui lelaki lain. Sebenarnya, apa arti ciuman yang diberikan Hana untuknya?Ia memandangi cincin kawin yang melingkar di jari manisnya. Pernikahan mereka memang nyata, memang sungguhan. Tetapi, pernikahan ini hanya berlangsung untuk sementara saja. Green mengingatkan dirinya di dalam hati. Memangnya apa yang ia harapkan dari Hana? Kenapa ia begitu mudah terbawa perasaan? Dia hanyalah lelaki penyakitan yang bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Lalu kenapa dia malah berani untuk mencoba berharap? Harusnya dia sadar, rasa kecewalah yang akan ia tuai jika berani berbuat seperti itu.Sementara itu, Hana dan Marcell duduk berdua di ruang tamu. Anton dan Jihan sengaja langsung pamit meninggalkan mereka berdua. Jika ditanya, jelas mereka ingin berlama-lama di situ untuk berbincang-bincang dan mengakrabkan diri dengan calon
Sepeninggal Marcell, Anton tak bisa menahan rasa gembiranya lagi. "Hana, kamu luar biasa!" Anton memeluk putrinya. "Tentu saja! Aku yakin masalah akan lebih cepat beres nantinya, Pa." Hana mulai optimis. "Syukurlah. Mama berharap Marcell segera mengungkapkan perasaannya padamu, lalu kamu menjelaskan semua kebenaran tentang skandal itu. Mudah-mudahan dia paham dan percaya padamu, dengan begitu kamu bisa langsung bercerai dengan Green!" Jihan berucap cepat dengan penuh semangat sambil merangkul putrinya itu. Tetapi mendengar kata cerai, senyum Hana perlahan menyurut. Bagaimana dengan perceraian? Hati kecil Hana merasa terganggu. *** "Green!" Hana naik ke lantai atas dan mendapati Green duduk di sofa bersama Ema yang menjaganya. Pelayan Ema langsung pamit turun ke bawah. Hana pun langsung duduk di samping Green. "Aku pikir kamu masih di ruang keluarg
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be