Home / Romansa / Bukan Simpanan CEO / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Bukan Simpanan CEO: Chapter 81 - Chapter 90

99 Chapters

#80 Tempat Bercerita

Sepanjang jalan ia mengemudi gila-gilaan hingga apartemennya. Isi kepalanya sudah sangat kacau, sekacau wajahnya yang babak belur. Dia tidak dapat berpikir jernih lagi. Bahkan ia meninggalkan Selly di Lounge sebelum mengantarnya pulang. Ini sungguh menyiksanyanya.Aneth hampir meregang nyawa?Kenapa?Apa yang sebetulnya terjadi beberapa hari terakhir?Jantungnya sempat berhenti sesaat ketika mendengar kabar tentang gadis itu. Tanpa melangkah lebih jauh lagi, Yuka bersandar pada pintu apartemen yang baru menutup. Berusaha menopang tubuhnya di sana sambil merosot turun dengan kedua lutut yang sudah lemas sejak tadi.Kacau.Ini sulit sekali.Dia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari gadis itu sedikit pun meski sudah berusaha keras menyibukkan diri dengan berbagai hal. Panas di kelopak mata membuatnya menumpahkan buliran air. Meraba saku celananya, ia mengeluarkan ponsel dari sana.Dicarinya sat
last updateLast Updated : 2022-02-03
Read more

#81 Kejiwaan

“Berdasarkan hasil evaluasi, penjualan selama hari Valentine meningkat pesat dibanding hari-hari biasanya. Bahkan melebihi target pemasaran. Banyak perempuan yang antusias menyambut bundle hari Valentine,” Suara kepala manajer mengisi ruang rapat pagi itu.Pada layar proyektor terdapat diagram perbandingan total penjualan selama lima bulan terakhir. Tapi bukan diagram itu yang menjadi fokus utama Yuka saat mendengarkan hasil rapat pagi ini. Melainkan hari Valentine yang sudah lewat.“... Desain yang ditampilkan untuk promosi pada media sosial juga berpengaruh besar dalam menarik pelanggan. Secara tampilan, warna dan tulisannya cukup eye catching, faktor utama yang menjadi click bait untuk calon customer,”“... Konsep kita kali ini mendapat respon positif dari para pembeli. Tinggal menjalankan rencana produk baru dan kemasan bundle untuk event hari raya
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

#82 Keluar dari Sangkar

“Ini,” Gadis itu menyerahkan kantong kertas yang diambilnya dari dalam lemari.Ia lalu menerimanya. “Makasih.”“Ada yang ketinggalan lagi?” tanya Aneth ketika Yuka masih tidak juga beranjak dari tempatnya.Sewaktu Aneth menanyakan alasannya datang kemari, kepalanya masih sibuk berpikir. Tapi pertanyaan gadis itu selanjutnya cukup menyelamatkannya.“Ah, Anda mau ambil barang yang tertinggal, ya?”Ada sarat kecewa ketika Aneth kembali membatasi hubungan mereka dengan bicara formal seperti itu.“Huh? Oh, iya,” jawab Yuka kaku. Dia sendiri lupa barang apa yang ditinggalkannya di kamar Aneth.“Harusnya langsung ambil ke kamar aja, nggak pa-pa, kok.”“Ah, itu... rasanya nggak enak datang dan pergi begitu aja,” sahutnya. Mencari alasan lain untuk mengulur waktu.Yuka sangat bingung sampai kehilangan kata-kata. Sejak di taman tadi fokusnya tertuj
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

#83 Berdamai

“Selamat sore, Ranetha,” sapa dokter Hans lebih akrab sore itu. Tidak biasanya beliau datang di sore hari. Biasanya dia berkunjung di pagi atau siang hari.“Sore, Dok,” Aneth membalas sapaannya.Melihat wajah Aneth yang lebih segar dari sebelumnya, dokter Hans tersenyum. “Sepertinya suasana hati kamu lagi bagus, ya? Saya nggak jadi periksa, deh. Kalau lihat saya, nanti malah merusak mood kamu, lagi,” guraunya yang disambut senyuman sekilas oleh Aneth.Sang dokter tertegun sesaat. Karena selama ia datang ke ruangan pasien bernama Ranetha, baru kali ini ia melihat tatapan ramah gadis itu.“Dok,” panggil Aneth.“Ya?” Masih dengan lengkung di bibir dokter Hans menyahut.“Bagaimana cara bangun dari mimpi buruk?”Ini dia yang ditunggu-tunggu olehnya. Kesiapan gadis itu untuk menyembuhkan luka. Karena selama ini, dia tahu gadis ini sangat menutup diri. Perempuan
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

#84 Everything Will be Fine

Ponsel lamanya telah kembali. Yuka memberikannya bersamaan dengan kunci kamar indekos Aneth setelah dia keluar dari rumah sakit. Tetapi ia tetap harus mencari tempat tinggal baru. Ketika Aneth menginjakkan kaki di indekos lamanya, ia tidak sanggup.Berdiri di depan kamarnya membuat sekujur tubuhnya menegang, teringat teror yang diterimanya beberapa waktu lalu. Meski interior kamar telah dibenahi dan perabot yang rusak telah diganti, perasaan khawatir itu masih tersisa. Kecemasan akan seseorang yang mengintainya dan berusaha mencelakainya masih dapat ia rasakan saat berada di sana.Karena alasan itulah, akhirnya Aneth kembali ke sini.Apartemen Yuka.Selain itu dia tidak dianjurkan tinggal sendirian untuk sementara waktu. Mempertimbangkan kondisi tangannya yang belum terlepas dari gips dan luka di telapak kakinya, gerakkannya masih terbatas. Ia butuh seseorang yang dapat membantunya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Mencuci piring misalnya.
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

#85 Penyelesaian

Pagi itu Aneth ikut berada di barisan menunggu lift. Ketika tiba gilirannya masuk, beberapa staf bergeser memberi ruang. Bukan untuknya, tapi untuk seseorang yang baru tiba. “Pagi, Pak,” sapa semua pegawai. Aneth mengikuti yang lain dengan gugup sambil membungkuk. “Pagi, Pak.” Laki-laki itu tersenyum dan balas menyapa, “Pagi....” Rasanya ia masih tidak percaya kalau orang sehebat Yuka adalah orang yang bersamanya belakangan ini dan menyatakan cinta padanya. Hari ini adalah hari pertama Aneth masuk kerja setelah diberi izin karena kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Tentu saja izin itu diurus oleh Becca atas permintaan Yuka. Gips di tangan kanannya sudah dilepas, kesehatannya sudah membaik. Tetapi tangan kanannya tetap tidak dianjurkan untuk melakukan aktivitas berat dan belum boleh terlalu banyak begerak. Ia juga sudah pindah dari indekos lama ke sebuah apartemen sederhana yang masih satu daerah dengan indekosnya. A
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

#86 No Words Needed

“Barusan Papa bilang apa?!” “Gila nih anak... . Gue nggak tuli, jangan teriak-teriak di telepon! Sakit kuping gue dengarnya.” Sang Kapten kemudian melanjutkan. “Dinner, sama anaknya kenalan gue besok, namanya Sanny. Cantik anaknya, masih muda,” Yuka meraup wajah frustrasi. “Pa, kalo gue batalin bisa nggak?” Baru juga tiga hari ayahnya pulang. Kenapa beliau tiba-tiba menelepon bahas jodoh? Pakai acara mau mengenalkan ke anak temannya pula. Kapan mereka ada waktu membicarakan soal itu? “Ya nggak bisa, lah... . Gue udah janjiin ke mereka. Lagian waktu itu kan lo yang setuju,” “Hah? Setuju apa? Kapan?” Raut wajahnya mengernyit, ia tidak merasa pernah menyetujui apa pun. “Di hari Yuri sama gue mau ke HK. Waktu di rumah, kan gue bilang mau cariin cewek dari anaknya kenalan gue, lo bilang terserah.” Mulutnya mendadak bisu. Otaknya berputar keras berusaha menggali ingatan. Apa benar pernah ada obroloan seperti itu?
last updateLast Updated : 2022-02-17
Read more

#87 Kencan

Menyenangkan, mudah diajak mengobrol, cantik, dan elegan. Dia bukan tipikal gadis pemalu, dia begitu percaya diri. Bahkan pada pertemuan pertama mereka,gadis itu bisa dengan lancar bicara pada Yuka dan menatap tepat pada manik matanya tegas. Sesuai apa kata ayahnya, gadis ini adalah tipe idealnya. “Ternyata apa yang dibilang Papaku salah, Sanny lebih mengagumkan dari yang dikatakannya.” Gadis yang dipanggil Sanny itu tersenyum manis. “Begitu? Aku udah sering mendengarnya. Tapi kalau Yuka yang bilang, aku merasa sangat tersanjung.” Gadis bernama Sanny bahkan tidak ragu melayangkan rayuan balik. Dia merespon semua candaan Yuka dengan senang hati. Membalas ucapan manis Yuka dengan berani tanpa malu-malu. Gadis itu juga dengan terang-terangan menunjukan ketertarikannya pada Yuka. Berbeda dengan seseorang. Yuka mengangkat gelasnya, mengajak gadis itu bersulang. Sanny menyambut undangannya dan tersenyum sangat cantik. Kalau ia bertemu dengan Sanny l
last updateLast Updated : 2022-02-17
Read more

#88 Whatever You Want

Mereka tidak naik mobil Yuka. Lelaki itu memanggil taksi online untuk mengantar mereka ke apartemen Yuka. Tolong garis bawahi apartemen Yuka, bukan apartemen Aneth. Aneth tidak mampu bertanya ke mana mobil laki-laki itu maupun memintanya mengantar pulang. Ia juga cuma sempat mengirim pesan singkat ke Regina kalau dia pamit pulang. Tidak berani membuka ponselnya lagi, tidak berani menatap, tidak mampu melakukan apa-apa. Hanya duduk kaku, menunggu mereka tiba di tempat tujuan. Keduanya enggan bicara. Mereka hanya diam satu sama lain saat berada di dalam taksi. Sebelah tangan Yuka masih memegangi pergelangan tangan Aneth. Sampai di apartemen, keduanya masih membisu. Yuka baru melepaskan tangannya ketika mereka masuk. Saat itu Aneth mengusap pergelangan tangannya yang sempat dicengkram erat oleh laki-laki itu. Aneth menunggu Yuka bicara. Sedangkan Yuka menunggu Aneth menjelaskan. Tidak ada yang bisa bersikap tenang di sana. Keduanya dilanda emosi
last updateLast Updated : 2022-02-17
Read more

#89 Terima Kasih

Dering ponsel di pagi itu membuat matanya mau tak mau terbuka, melepaskan rangkulannya. Dia meraih gelas air mineral yang berada di atas nakas meja sebelahnya, meneguknya sambil mengusap pelan matanya sebelum menjawab panggilan. Jam empat dini hari. Nama Rendy tertera di layar. “Halo,” “Pagi, Pak. Maaf mengganggu istirahatnya. Saya mau mengabari kalau Adeline sudah ditemukan. Sekarang orang-orang suruhan Pak Kingsley dalam perjalanan membawa dia ke sini dari Milan,” “Oh, cepat juga, bagus. Pastikan dia nggak kabur lagi setelah tiba di sini. Segera ajukan gugatan, tapi jangan pengacara keluarga Leovin yang mengurusnya.” Yuka lalu menoleh, berharap pembicaraannya tidak mengganggu gadis yang berbaring pulas di sebelahnya. “Jangan sampai masalah ini terdengar keluarga saya juga.” “Baik, Pak. Akan saya siapkan pengacaranya.” “Oke, thank you, Ren.” Setelah mengakhiri panggilan dan meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, Yuka kem
last updateLast Updated : 2022-02-17
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status