Home / All / Valkommen Felisya / Chapter 1 - Chapter 7

All Chapters of Valkommen Felisya : Chapter 1 - Chapter 7

7 Chapters

Pindah Apartemen

Bab 1Hallå!Hello semua, selamat datang di cerbung baruku. Walaupun aku sedikit kurang yakin apa cerita ini cocok dengan selera pembaca. But i will try. Aku akan coba. Mesti optimis! Walau sebagai penulis hatiku akan terluka jika tidak ada yang buka bab berbayarku nanti. Hehehe ... Peace!Swedia atau Sweden adalah salah satu negara yang paling melekat di hatiku. Karena ini salah satu negara yang pernah aku tinggal lama, bukan hanya sebagai turis. Aku pernah mengikuti pertukaran pelajar di negara ini dulu, pada jaman dahulu kala. Hehehe, maksudnya sudah lumayan lama. Tahun 2009-2010. Wow, berarti Mak Otor sudah tuir dong? Ya begitulah, sudah ada yang membuntuti di belakang. Tapi bukan ekor.Selamat mengikuti kisah Felisya dalam perseteruan harta warisan Kakek Frans. Jangan lupa subscribe dan ratenya.Tack så mycket.Terima kasih banyak.Bab 1Pindah ke apartemen "Är du sä
Read more

Thomas

Bab 2Aku sedang nongkrong di Pizzeria, bersama sahabatku Thomas. Maksudnya aku yang nongkrong, sedangkan Thomas bekerja. Lelaki berambut coklat dan bertubuh jangkung itu memang sudah beberapa bulan ini bekerja paroh waktu sebagai pelayan di cafe ini.Aku meneliti kembali daftar perlengkapan apartemen yang kutulis di buka catatan. Kebiasaanku tanpa sadar saat sedang berpikir adalah menggigit-gigit ujung pensil, atau mengetuk-ngetukkannya ke meja. Tuk tuk tuk ....1. Perlengkapan mandi : sabun, odol, sikat gigi, sabun cuci muka dan teman-temannya. Done.2. Perlengkalan kebersihan  : sapu, sikat, tempat sampah, plastik daur ulang khusus tempat sampah, penyedot debu, dan teman-temannya. Done.2. Perlengkapan dapur : panci, kuali, rice cooker, piring-piring, sendok dan garpu, pisau dapur, pisau roti, dan teman-temannya. Done.Kemaren, Papa mengajakku ke Hemtex, salah satu toko perlengkapan rumah terbesar di Boras. Linda tidak ikut, karena w
Read more

Kabar dari Indonesia

 "Hej Feli!", seseorang memanggil saat kami memasuki kafe kecil yang menghadap sungai itu.Kota Boras memang dialiri sungai kecil yang indah. Terkadang malah ada burung-burung yang bermain-main air disana. Di pinggir sungai banyak bertebaran kafe-kafe. Salah satunya adalah kafe kecil yang kami datangi ini."Hej Hang!" aku balas melambai dengan heboh. Hang Huang adalah cewek Vietnam bertubuh mungil yang kukenal dari seorang teman Indonesiaku. Kebetulan Hang-lah yang mempromosikan apartemen yang akan kutempati sekarang. Di Swedia, untuk mendapatkan apartemen memang susah-susah gampang. Pertama, kita harus mengisi formulir pendaftaran dulu. Kedua, mesti menunggu sampai tipe apartemen yang kita inginkan tersedia. Artinya penghuni harus menunggu dulu penghuni sebelumnya pindah dari apartemen itu. Ketiga, menunggu sampai apartemen itu dibersihkan dan direfasilitisasi. Sehingga pada saat penghuni baru masuk, apartemen itu berada dalam keadaan p
Read more

Bimbang

Bab 4Karena kesorean, akhirnya aku membatalkan rencana untuk berbelanja ke toko Asia. Sebagai gantinya, kami bertiga--aku, Thomas, dan Hang--pergi berbelanja ke ICA yang letaknya  hanya beberapa blok dari apartemen baruku di Nerby."Tadi siapa yang menelpon?," tanya Thomas sambil membuntutiku ke deretan freezeer berisi makanan beku. Sementara Hang tampak sedang bersemangat memilih beraneka jenis permen di deretan camilan. "Pengacara kakekku di Indonesia," jawabku malas-malasan. Aku mengambil sekantung ayam beku dan memasukkannya ke keranjang belanja yang dipegang Thomas.Aku memang belum siap untuk menceritakan perihal sakitnya Kakek Frans pada siapapun. Bagiku, keluargaku di Indonesia adalah orang-orang dari antah berantah, yang tak ingin aku kenal.Kenangan akan hari-hari terakhir bersama Mama begitu menyakitkan  bagiku. Itulah sebabnya mengapa sepuluh tahun ini aku tidak tertarik untuk pulang ke Indonesia. "Ada apa
Read more

Airin

Tiga alasan mengapa tinggal di Swedia itu menyenangkan. 1. Mendapatkan tunjangan pengangguran dari pemerintah. 2. Mendapatkan diskon special jika kamu bisa menunjukkan kartu pelajar saat naik transportasi umum dan membeli makanan/minuman di restoran 3. Kuliah gratis, air minum gratis, berobat di rumah sakit juga gratis. “Tau nggak sih?” “Enggak!” “Wew, dengerin dulu dong!”, teriakku sewot sambil mendorong punggung Thomas yang berjalan di depanku.  Kami sedang berada di selasar kampus, berkeliling mengamati barang-barang gratisan yang sedang ditumpuk di suatu sudut. Lumayan, aku mendapat satu tempat lilin yang bagus untuk dekorasi apartemenku. Aku memang suka sekali lilin aromaterapi. Apalagi yang beraroma peppermint.  
Read more

Yes, or No?

“Hmmm…jadi begitu,” komentar Papa manggut-manggut mendengar ceritaku.   Kami sedang berada di halaman belakang rumah Mormor yang luas. Saking luasnya, bagian belakang memiliki dermaga pribadi di pinggir danau.  Papa senang sekali memancing. Dulu, setiap kali pulang ke Swedia, Papa sering menghabiskan waktu berjam-jam di demaga ini. Dan aku dengan senang hati membantu Papa membersihkan ikan trout yang didapat, kemudian membakarnya untuk makan siang. Sejak dulu, aku memang selalu menjadi asisten Papa yang paling diandalkan.   Papaku dulu seorang penulis, fotografer, dan pemilik sebuah blog travelling yang lumayan terkenal pada jamannya. Sebuah pekerjaan yang dianggap Kakek Frans bukan pekerjaan, sehingga dianggap tidak pantas untuk menjadi menantunya. Kakek Frans memang tidak pernah bertemu dengan Mormor, sehingga menganggap Papa hanyalah seorang turis miskin yang kehabisan duit ketika berada di Indonesia.
Read more

Thomas Naksir Aku?

"Jadi kamu mau pergi ke Indonesia?," tanya Thomas sambil memandangiku berkemas. Wajah lelaki muda berusia sembilan belas tahun itu tampak mendung. Aku mengangguk lemah. "Papa menyuruhku pergi menjenguk Kakek. Mungkin ini adalah pertemuan terakhirku dengan saudara-saudara di Indonesia. Lagipula, aku kangen mengunjungi makam Mamaku.""Aku ingin ikut ke Indonesia," kata Thomas tiba-tiba, membuatku menoleh padanya dengan sebelah alis terangkat. "Serius?"Thomas menganggukkan kepalanya kuat-kuat."Tapi mengapa? Aku bukan pergi liburan, lho.""Tak apa, aku pergi liburan sendiri. Kamu selesaikan saja urusanmu dengan Kakekmu."Aku memandang Thomas tak percaya. Bukannya apa-apa, aku tahu betul Thomas tak punya banyak tabungan untuk dihabiskan pergi travelling ke luar negeri. Keluarganya hanya golongan berpenghasilan menengah ke bawah. Ayahnya sudah meninggal, sedangkan Ibunya bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah perusahaan
Read more
DMCA.com Protection Status