Home / All / Valkommen Felisya / Yes, or No?

Share

Yes, or No?

Author: Wetryfebrina
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Hmmm…jadi begitu,” komentar Papa manggut-manggut mendengar ceritaku.

 

Kami sedang berada di halaman belakang rumah Mormor yang luas. Saking luasnya, bagian belakang memiliki dermaga pribadi di pinggir danau.  Papa senang sekali memancing. Dulu, setiap kali pulang ke Swedia, Papa sering menghabiskan waktu berjam-jam di demaga ini. Dan aku dengan senang hati membantu Papa membersihkan ikan trout yang didapat, kemudian membakarnya untuk makan siang. Sejak dulu, aku memang selalu menjadi asisten Papa yang paling diandalkan.

 

Papaku dulu seorang penulis, fotografer, dan pemilik sebuah blog travelling yang lumayan terkenal pada jamannya. Sebuah pekerjaan yang dianggap Kakek Frans bukan pekerjaan, sehingga dianggap tidak pantas untuk menjadi menantunya. Kakek Frans memang tidak pernah bertemu dengan Mormor, sehingga menganggap Papa hanyalah seorang turis miskin yang kehabisan duit ketika berada di Indonesia. Memang sih penampilan Papa yang sederhana membuatnya seperti seorang turis gembel yang kehabisan duit. Andai Kakek mengetahui sekaya apa Papa saat ini, mungkin cerita ini akan memiliki alur yang berbeda. 

 

Tapi Papa memang berusaha keras menyembunyikan jati dirinya sebagai anak tunggal seorang pengusaha kaya di Swedia. Papa lebih memilih menonjolkan eksistensi dirinya sendiri, sebagai seorang seniman yang hobby melakukan perjalanan keliling dunia.

Begitu pun dengan Mormor, pada awalnya menyimpan kekecewaan akan profesi yang dipilih Papa. Namun, Mormor memang bersikap lebih terbuka, dan membebaskan Papa memilih sendiri arah hidupnya. 

 

 Sejak dulu Papa memang menjauhkan diri dan tidak tertarik pada dunia bisnis yang dilakoni Mormor, sejak Farfar meninggal dunia. Papa memilih keluar dari rumah mewah ini semenjak remaja, dan tinggal di asrama sekolah. Papa kuliah jurusan seni rupa di Paris, lalu melakukan perjalanan ke Asia untuk mengunjungi museum-museum seni. Pada akhirnya, Papa malah tidak menekuni seni rupa, melainkan beralih menjadi penulis cerita perjalanan.

 

Papa bertemu dengan Mama di Bali ketika liburan, dan sejak saat itu tak terpisahkan. Mereka malah nekad menikah, walau tanpa restu dari Kakek Frans. Itu yang menyebabkan Kakek Frans marah besar dan mencabut semua fasilitas yang diberikannya pada Mama. Kecuali rumah yang di Bogor, hanya itu yang tidak ditarik oleh Kakek.

 

Konon, setiap Nenek melahirkan, Kakek memberikan hadiah sebuah rumah untuk Nenek dan si bayi. Tante Tika, Kakak pertama Mama, diberikan sebuah rumah di Bandung. Om Neil, Kakak kedua Mama, diberikan sebuah rumah di Pondok Indah, Jakarta. Sedangkan Mama, mendapatkan sebuah rumah di Parung, Bogor. Sementara rumah di Tangerang yang ditempati Kakek, adalah haknya Adrian. Lebih tepatnya adalah hak mendiang Tante Mira, anak Nenek dari pernikahan Nenek yang pertama. Artinya Adrian sebenarnya hanyalah seorang cucu tiri yang tidak memiliki pertalian darah apapun dengan Kakek Frans!

 

Namun, biar cuma cucu tiri, justru Adrian yang saat ini yang paling sukses dan kaya raya, dibandingkan anak-anak kandung Kakek. Terlebih sejak Game-Tech, perusahaan aplikasi komputer dan game miliknya mengalami peningkatan omset gila-gilaan di jaman digital, Adrian langsung melesat sebagai salah satu pengusaha muda terkaya di Indonesia. Tak heran jika Adrian menjadi sasaran iri dengki dari Om Neil dan Tante Tika, anak-anak kandung Kakek dan Nenek.

 

“Mungkin Papa juga harus menelpon Kakek Frans. Bagaimana pun beliau pernah menjadi mertua Papa,” ujar Papa seraya melepaskan seekor ikan yang menggelepar di ujung kail. Aku menyambut gembira ikan berukuran sedang itu dan meletakannya di ember.

 

“Tapi Kakek saat ini sudah tidak bisa bicara lancar, semua panca indranya bisa dikatakan lumpuh. Pengacaranya bilang begitu.”

 

“Kalau sekedar membaca atau mendengar pesan bisa kan? Papa akan kirim pesan suara saja melalui pengacaranya itu. Nanti kamu beri Papa nomor handphonenya ya?”

 

Aku cuma mengangguk. Sebenarnya aku tidak terlalu bersemangat untuk berhubungan dengan Kakek Frans atau pun pengacaranya. Lagipula aku tidak terlalu tertarik dengan warisan itu. Aku lebih suka mendapatkan sesuatu dari jerih payahku sendiri.

 

“Kamu mirip sekali dengan Papa sewaktu muda,’ ujar Papa lagi sambil menggulung tali pancingnya. 

 

Sudah cukup banyak ikan yang kami dapat hari ini. Bahkan cukup banyak untuk mengadakan pesta barbeque. 

 

“Gen Papa memang kuat sih,” komentarku, mengira bahwa yang dimaksud Papa adalah rambut pirangku, tubuh jangkungku, atau raut wajahku yang memang mirip Papa. Satu-satunya warisan gen Mama di tubuhku hanyalah kulitku yang kecoklatan khas wanita Asia.

 

“Papa sewaktu muda juga tidak terlalu tertarik dengan uang dan warisan. Sewaktu Farfar masih hidup, Farfar berulang kali menyuruh Papa berhenti dari kuliah seni dan serius menekuni bisnis. Malah Farfar sempat mengancam tidak akan mewariskan sepeserpun jika Papa tetap ingin menjadi seniman. Tapi Papa keras kepala, dan malah memilih kabur ke luar negeri. Disatu sisi, Papa merasa bersalah pada Farfar, karena membuatnya kecewa. Namun disisi lain, jika Papa tidak nekad pergi ke Asia, mungkin Papa tidak akan bertemu Mamamu. Dan tidak ada kamu, min angel, bidadariku.”

 

“Tapi kenyataannya, sekarang Papa meneruskan bisnis Farfar dan Mormor. Jadi kurasa Farfar tidak akan kecewa. Mungkin malah Farfar sekarang sedang mengamati kita dan berkata : Hayooo Jonas, aku bilang juga apa? Kamu tidak akan sukses jadi seniman, seperti pilihanmu dulu.”

 

Aku berkacak pinggang sambil menggerak-gerakkan telunjukku, mencoba meniru tingkah seorang Ayah memarahi anaknya. Padahal aku tidak pernah bertemu Farfar, yang sudah meninggal jauh sebelum aku lahir.

 

 

Papa tertawa sambil mengacak rambutku. Aku kontan mengelak dengan muka merengut.

 

 “Tangan Papa amis, bau ikan, ih!”

 

“Tangan kamu lebih amis, karena kamu yang membersihkan ikannya tadi.”

 

“O iya,” aku tertawa sambil mencium tanganku sendiri. “Gila, amis banget!”

 

“Lumayan juga lho, hasil tangkapan Papa hari ini. Kalau kamu mau, kamu boleh mengundang Thomas untuk pesta barbeque. Papa juga mau menyuruh Linda datang kesini, kamu tidak keberatan kan?”

 

Aku mengangkat bahu. Kuangkat ember berisi ikan itu dan berjalan mendahului Papa yang masih sibuk membereskan peralatan memancingnya.

 

“Fel,” panggil Papa sambil menahan bahuku.

 

Aku menoleh dan berbalik menghadap Papa. Sebelah alisku terangkat dengan  ekspresi bertanya.

 

“Pergilah."

 

Aku menatap Papa bingung. 

 

“Pergilah ke Indonesia, temui Kakekmu. Bukan demi warisan atau apapun itu. Bagaimana pun, Kakek Frans adalah Kakekmu. Lagipula, apa kamu tidak rindu mengunjungi makam Mamamu?”

 

Mendengar Papa menyebut soal  Mama, mendung mendadak pecah menjadi gerimis di hatiku.

Wetryfebrina

Hai semua. Mampir ya baca novel baruku ini. Dijamin seru ala novel-novel terjemahan karena setingannya di luar negeri

| Like

Related chapters

  • Valkommen Felisya    Thomas Naksir Aku?

    "Jadi kamu mau pergi ke Indonesia?," tanya Thomas sambil memandangiku berkemas. Wajah lelaki muda berusia sembilan belas tahun itu tampak mendung.Aku mengangguk lemah. "Papa menyuruhku pergi menjenguk Kakek. Mungkin ini adalah pertemuan terakhirku dengan saudara-saudara di Indonesia. Lagipula, aku kangen mengunjungi makam Mamaku.""Aku ingin ikut ke Indonesia," kata Thomas tiba-tiba, membuatku menoleh padanya dengan sebelah alis terangkat."Serius?"Thomas menganggukkan kepalanya kuat-kuat."Tapi mengapa? Aku bukan pergi liburan, lho.""Tak apa, aku pergi liburan sendiri. Kamu selesaikan saja urusanmu dengan Kakekmu."Aku memandang Thomas tak percaya. Bukannya apa-apa, aku tahu betul Thomas tak punya banyak tabungan untuk dihabiskan pergi travelling ke luar negeri. Keluarganya hanya golongan berpenghasilan menengah ke bawah. Ayahnya sudah meninggal, sedangkan Ibunya bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah perusahaan

  • Valkommen Felisya    Pindah Apartemen

    Bab 1Hallå!Hello semua, selamat datang di cerbung baruku. Walaupun aku sedikit kurang yakin apa cerita ini cocok dengan selera pembaca. But i will try. Aku akan coba. Mesti optimis! Walau sebagai penulis hatiku akan terluka jika tidak ada yang buka bab berbayarku nanti. Hehehe ... Peace!Swedia atau Sweden adalah salah satu negara yang paling melekat di hatiku. Karena ini salah satu negara yang pernah aku tinggal lama, bukan hanya sebagai turis. Aku pernah mengikuti pertukaran pelajar di negara ini dulu, pada jaman dahulu kala. Hehehe, maksudnya sudah lumayan lama. Tahun 2009-2010.Wow, berarti Mak Otor sudah tuir dong? Ya begitulah, sudah ada yang membuntuti di belakang. Tapi bukan ekor.Selamat mengikuti kisah Felisya dalam perseteruan harta warisan Kakek Frans. Jangan lupa subscribe dan ratenya.Tack så mycket.Terima kasih banyak.Bab 1Pindah ke apartemen"Är du sä

  • Valkommen Felisya    Thomas

    Bab 2Aku sedang nongkrong di Pizzeria, bersama sahabatku Thomas. Maksudnya aku yang nongkrong, sedangkan Thomas bekerja. Lelaki berambut coklat dan bertubuh jangkung itu memang sudah beberapa bulan ini bekerja paroh waktu sebagai pelayan di cafe ini.Aku meneliti kembali daftar perlengkapan apartemen yang kutulis di buka catatan. Kebiasaanku tanpa sadar saat sedang berpikir adalah menggigit-gigit ujung pensil, atau mengetuk-ngetukkannya ke meja. Tuk tuk tuk ....1. Perlengkapan mandi : sabun, odol, sikat gigi, sabun cuci muka dan teman-temannya. Done.2. Perlengkalan kebersihan : sapu, sikat, tempat sampah, plastik daur ulang khusus tempat sampah, penyedot debu, dan teman-temannya. Done.2. Perlengkapan dapur : panci, kuali, rice cooker, piring-piring, sendok dan garpu, pisau dapur, pisau roti, dan teman-temannya. Done.Kemaren, Papa mengajakku ke Hemtex, salah satu toko perlengkapan rumah terbesar di Boras. Linda tidak ikut, karena w

  • Valkommen Felisya    Kabar dari Indonesia

    "Hej Feli!", seseorang memanggil saat kami memasuki kafe kecil yang menghadap sungai itu.Kota Boras memang dialiri sungai kecil yang indah. Terkadang malah ada burung-burung yang bermain-main air disana. Di pinggir sungai banyak bertebaran kafe-kafe. Salah satunya adalah kafe kecil yang kami datangi ini."Hej Hang!" aku balas melambai dengan heboh. Hang Huang adalah cewek Vietnam bertubuh mungil yang kukenal dari seorang teman Indonesiaku. Kebetulan Hang-lah yang mempromosikan apartemen yang akan kutempati sekarang.Di Swedia, untuk mendapatkan apartemen memang susah-susah gampang. Pertama, kita harus mengisi formulir pendaftaran dulu. Kedua, mesti menunggu sampai tipe apartemen yang kita inginkan tersedia. Artinya penghuni harus menunggu dulu penghuni sebelumnya pindah dari apartemen itu. Ketiga, menunggu sampai apartemen itu dibersihkan dan direfasilitisasi. Sehingga pada saat penghuni baru masuk, apartemen itu berada dalam keadaan p

  • Valkommen Felisya    Bimbang

    Bab 4Karena kesorean, akhirnya aku membatalkan rencana untuk berbelanja ke toko Asia. Sebagai gantinya, kami bertiga--aku, Thomas, dan Hang--pergi berbelanja ke ICA yang letaknya hanya beberapa blok dari apartemen baruku di Nerby."Tadi siapa yang menelpon?," tanya Thomas sambil membuntutiku ke deretan freezeer berisi makanan beku. Sementara Hang tampak sedang bersemangat memilih beraneka jenis permen di deretan camilan."Pengacara kakekku di Indonesia," jawabku malas-malasan. Aku mengambil sekantung ayam beku dan memasukkannya ke keranjang belanja yang dipegang Thomas.Aku memang belum siap untuk menceritakan perihal sakitnya Kakek Frans pada siapapun. Bagiku, keluargaku di Indonesia adalah orang-orang dari antah berantah, yang tak ingin aku kenal.Kenangan akan hari-hari terakhir bersama Mama begitu menyakitkan bagiku. Itulah sebabnya mengapa sepuluh tahun ini aku tidak tertarik untuk pulang ke Indonesia."Ada apa

  • Valkommen Felisya    Airin

    Tiga alasan mengapa tinggal di Swedia itu menyenangkan.1. Mendapatkan tunjangan pengangguran dari pemerintah.2. Mendapatkan diskon special jika kamu bisa menunjukkan kartu pelajar saat naik transportasi umum dan membeli makanan/minuman di restoran3. Kuliah gratis, air minum gratis, berobat di rumah sakit juga gratis.“Tau nggak sih?”“Enggak!”“Wew, dengerin dulu dong!”, teriakku sewot sambil mendorong punggung Thomas yang berjalan di depanku.Kami sedang berada di selasar kampus, berkeliling mengamati barang-barang gratisan yang sedang ditumpuk di suatu sudut. Lumayan, aku mendapat satu tempat lilin yang bagus untuk dekorasi apartemenku. Aku memang suka sekali lilin aromaterapi. Apalagi yang beraroma peppermint.

Latest chapter

  • Valkommen Felisya    Thomas Naksir Aku?

    "Jadi kamu mau pergi ke Indonesia?," tanya Thomas sambil memandangiku berkemas. Wajah lelaki muda berusia sembilan belas tahun itu tampak mendung.Aku mengangguk lemah. "Papa menyuruhku pergi menjenguk Kakek. Mungkin ini adalah pertemuan terakhirku dengan saudara-saudara di Indonesia. Lagipula, aku kangen mengunjungi makam Mamaku.""Aku ingin ikut ke Indonesia," kata Thomas tiba-tiba, membuatku menoleh padanya dengan sebelah alis terangkat."Serius?"Thomas menganggukkan kepalanya kuat-kuat."Tapi mengapa? Aku bukan pergi liburan, lho.""Tak apa, aku pergi liburan sendiri. Kamu selesaikan saja urusanmu dengan Kakekmu."Aku memandang Thomas tak percaya. Bukannya apa-apa, aku tahu betul Thomas tak punya banyak tabungan untuk dihabiskan pergi travelling ke luar negeri. Keluarganya hanya golongan berpenghasilan menengah ke bawah. Ayahnya sudah meninggal, sedangkan Ibunya bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah perusahaan

  • Valkommen Felisya    Yes, or No?

    “Hmmm…jadi begitu,” komentar Papa manggut-manggut mendengar ceritaku. Kami sedang berada di halaman belakang rumah Mormor yang luas. Saking luasnya, bagian belakang memiliki dermaga pribadi di pinggir danau. Papa senang sekali memancing. Dulu, setiap kali pulang ke Swedia, Papa sering menghabiskan waktu berjam-jam di demaga ini. Dan aku dengan senang hati membantu Papa membersihkan ikan trout yang didapat, kemudian membakarnya untuk makan siang. Sejak dulu, aku memang selalu menjadi asisten Papa yang paling diandalkan. Papaku dulu seorang penulis, fotografer, dan pemilik sebuah blog travelling yang lumayan terkenal pada jamannya. Sebuah pekerjaan yang dianggap Kakek Frans bukan pekerjaan, sehingga dianggap tidak pantas untuk menjadi menantunya. Kakek Frans memang tidak pernah bertemu dengan Mormor, sehingga menganggap Papa hanyalah seorang turis miskin yang kehabisan duit ketika berada di Indonesia.

  • Valkommen Felisya    Airin

    Tiga alasan mengapa tinggal di Swedia itu menyenangkan.1. Mendapatkan tunjangan pengangguran dari pemerintah.2. Mendapatkan diskon special jika kamu bisa menunjukkan kartu pelajar saat naik transportasi umum dan membeli makanan/minuman di restoran3. Kuliah gratis, air minum gratis, berobat di rumah sakit juga gratis.“Tau nggak sih?”“Enggak!”“Wew, dengerin dulu dong!”, teriakku sewot sambil mendorong punggung Thomas yang berjalan di depanku.Kami sedang berada di selasar kampus, berkeliling mengamati barang-barang gratisan yang sedang ditumpuk di suatu sudut. Lumayan, aku mendapat satu tempat lilin yang bagus untuk dekorasi apartemenku. Aku memang suka sekali lilin aromaterapi. Apalagi yang beraroma peppermint.

  • Valkommen Felisya    Bimbang

    Bab 4Karena kesorean, akhirnya aku membatalkan rencana untuk berbelanja ke toko Asia. Sebagai gantinya, kami bertiga--aku, Thomas, dan Hang--pergi berbelanja ke ICA yang letaknya hanya beberapa blok dari apartemen baruku di Nerby."Tadi siapa yang menelpon?," tanya Thomas sambil membuntutiku ke deretan freezeer berisi makanan beku. Sementara Hang tampak sedang bersemangat memilih beraneka jenis permen di deretan camilan."Pengacara kakekku di Indonesia," jawabku malas-malasan. Aku mengambil sekantung ayam beku dan memasukkannya ke keranjang belanja yang dipegang Thomas.Aku memang belum siap untuk menceritakan perihal sakitnya Kakek Frans pada siapapun. Bagiku, keluargaku di Indonesia adalah orang-orang dari antah berantah, yang tak ingin aku kenal.Kenangan akan hari-hari terakhir bersama Mama begitu menyakitkan bagiku. Itulah sebabnya mengapa sepuluh tahun ini aku tidak tertarik untuk pulang ke Indonesia."Ada apa

  • Valkommen Felisya    Kabar dari Indonesia

    "Hej Feli!", seseorang memanggil saat kami memasuki kafe kecil yang menghadap sungai itu.Kota Boras memang dialiri sungai kecil yang indah. Terkadang malah ada burung-burung yang bermain-main air disana. Di pinggir sungai banyak bertebaran kafe-kafe. Salah satunya adalah kafe kecil yang kami datangi ini."Hej Hang!" aku balas melambai dengan heboh. Hang Huang adalah cewek Vietnam bertubuh mungil yang kukenal dari seorang teman Indonesiaku. Kebetulan Hang-lah yang mempromosikan apartemen yang akan kutempati sekarang.Di Swedia, untuk mendapatkan apartemen memang susah-susah gampang. Pertama, kita harus mengisi formulir pendaftaran dulu. Kedua, mesti menunggu sampai tipe apartemen yang kita inginkan tersedia. Artinya penghuni harus menunggu dulu penghuni sebelumnya pindah dari apartemen itu. Ketiga, menunggu sampai apartemen itu dibersihkan dan direfasilitisasi. Sehingga pada saat penghuni baru masuk, apartemen itu berada dalam keadaan p

  • Valkommen Felisya    Thomas

    Bab 2Aku sedang nongkrong di Pizzeria, bersama sahabatku Thomas. Maksudnya aku yang nongkrong, sedangkan Thomas bekerja. Lelaki berambut coklat dan bertubuh jangkung itu memang sudah beberapa bulan ini bekerja paroh waktu sebagai pelayan di cafe ini.Aku meneliti kembali daftar perlengkapan apartemen yang kutulis di buka catatan. Kebiasaanku tanpa sadar saat sedang berpikir adalah menggigit-gigit ujung pensil, atau mengetuk-ngetukkannya ke meja. Tuk tuk tuk ....1. Perlengkapan mandi : sabun, odol, sikat gigi, sabun cuci muka dan teman-temannya. Done.2. Perlengkalan kebersihan : sapu, sikat, tempat sampah, plastik daur ulang khusus tempat sampah, penyedot debu, dan teman-temannya. Done.2. Perlengkapan dapur : panci, kuali, rice cooker, piring-piring, sendok dan garpu, pisau dapur, pisau roti, dan teman-temannya. Done.Kemaren, Papa mengajakku ke Hemtex, salah satu toko perlengkapan rumah terbesar di Boras. Linda tidak ikut, karena w

  • Valkommen Felisya    Pindah Apartemen

    Bab 1Hallå!Hello semua, selamat datang di cerbung baruku. Walaupun aku sedikit kurang yakin apa cerita ini cocok dengan selera pembaca. But i will try. Aku akan coba. Mesti optimis! Walau sebagai penulis hatiku akan terluka jika tidak ada yang buka bab berbayarku nanti. Hehehe ... Peace!Swedia atau Sweden adalah salah satu negara yang paling melekat di hatiku. Karena ini salah satu negara yang pernah aku tinggal lama, bukan hanya sebagai turis. Aku pernah mengikuti pertukaran pelajar di negara ini dulu, pada jaman dahulu kala. Hehehe, maksudnya sudah lumayan lama. Tahun 2009-2010.Wow, berarti Mak Otor sudah tuir dong? Ya begitulah, sudah ada yang membuntuti di belakang. Tapi bukan ekor.Selamat mengikuti kisah Felisya dalam perseteruan harta warisan Kakek Frans. Jangan lupa subscribe dan ratenya.Tack så mycket.Terima kasih banyak.Bab 1Pindah ke apartemen"Är du sä

DMCA.com Protection Status