Home / Pernikahan / Pernikahan Rahasia Suamiku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Pernikahan Rahasia Suamiku: Chapter 71 - Chapter 80

137 Chapters

BAB 71 - PENYESALAN

Penyesalan tidak dapat mengubah masa lalu, begitu pula kekhawatiran tidak dapat mengubah masa depan. Setiap rangkaian cerita meninggalkan makna arti sebuah kehidupan. —Alfan Fatih Herlambang—   Luka-luka di tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit. Tubuhnya menjadi pelampiasan dari ayahnya dan ayah mertuanya yang baru datang setelah jenazah hampir dibawa pulang. Belum sempat mereka meratapi duka kehilangan Bulan, kabar tentang kecelakaan yang merenggut nyawa balita tampan kembali mengguncang mereka. Ibu dan anak tersebut meninggal tanpa membawa beban, mereka akan hidup bersama. Sementara Alfan harus meratapi penyesalannya sendirian. Luka-luka di tubuh Alfan yang membiru dan meninggalkan lebam di seluruh tubuhnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan duka kehilangan anak dan istrinya. Alfan bahkan turut turun untuk menguburkan jenazah anak dan istrinya yang ditempatkan bersebelahan. Alfan juga meminta satu space kosong di samping
Read more

BAB 72 - HUKUMAN

“Aku merindukanmu. Maafkan aku, maafkan aku yang terlambat menyadari semuanya.” Alfan bersimpuh di depan makam yang bertuliskan nama Queena Bulan Latief—istrinya.   Air mata tak lagi keluar dari manik matanya, tetapi kepedihan yang dirasakan selama setahun hidup sendiri begitu menyakitkan. Dia hidup sendiri tanpa istri dan anaknya, sementara kedua orang tuanya sendiri masih belum bisa memaafkan.   Waktu setahun tak bisa melembutkan hati kedua orang tuanya. Dia paham, ini memang kesalahannya dan dia benar-benar telah menyadari semua itu. Namun sayang penyesalannya benar-benar telah terlambat.   Sesaat setelah itu dia menoleh ke makam yang ada di sampingnya, Rayan As Samad Herlambang—putra kecilnya. Dia hanya bisa menciumi nisan tersebut kala rasa rindu menyerbu dadanya.   Kepergian anak istrinya bukan hanya meninggalkan duka, tetapi juga sengsara. Dia harus menghadapi semuanya sendirian, tentang mimpi
Read more

BAB 73 - SENDIRIAN

Kehidupan kadang tak semanis harapan. Semua bisa dibolak-balik dalam waktu singkat dan orang menyebutnya takdir.   Setelah melakukan pertemuan dengan klien, mobil yang dikendarai tak langsung pulang. Dia menuju ke suatu tempat.   Setelah menunggu beberapa saat, tak lama pintu ruangan berukuran 3x4 itu terbuka dan muncul sosok wanita yang tersenyum ke arahnya.   “Apa kabar Mas Alfan?” tanya wanita yang mengenakan seragam orange tersebut.   “Tidak lebih baik daripada dirimu, Zahra,” sahut Alfan datar, tatapan matanya begitu tajam. Tak lagi ada keramahan, belas kasih ataupun sentuhan fisik. Dia menghindar saat wanita itu ingin menyentuh tangannya.   “Kita sama, Mas. Impas, kan?” ucapnya tanpa rasa bersalah.   “Dasar iblis! Wanita macam apa yang tega menyakiti balita yang tak bersalah.” Zahra justru terkekeh.   “Jangan katakan itu terdengar m
Read more

BAB 74 - EPILOG

“Jadi, sang raja ditinggalkan seorang diri?” tanya bocah kecil berusia tujuh tahun, menatap wajah wanita dengan senyum hangat yang baru saja menceritakan sebuah cerita tentang raja dan ratu baik hati.   Wanita itu mengangguk. “Ya. Raja harus menerima hukuman karena telah menyakiti banyak orang.”   “Tapi bukankah raja itu sudah menyesal, Mom? Bukankah kita harus saling memaafkan dan berbaikan lagi,” sahutnya tak mau kalah.   “Memberikan maaf memang perlu, tapi tak semuanya bisa berbaikan lagi seperti sedia kala.”   “Why?”   “Itu konsekuensi. Ada sebab ada akibat. Jika kamu nakal, pasti dihukum kan? Maka jika tak mau dihukum, kamu harus jadi anak baik.” Kepala bocah kecil itu mengangguk seolah mengerti dengan ucapannya.   “Aku anak baik, Mom,” protesnya dengan kesal membuat wanita itu tertawa.   “Oh, ya? Coba katakan siapa yang mengerjai Ne
Read more

SEASON 2

“Aku menyayangimu, Mas Alfan.” Suara lemah tersebut dibarengi dengan teriakan seluruh keluarga yang menyaksikan bagaimana seorang wanita yang selama ini berjuang sendirian kini berada di titik rendah kehidupan.   Suara detektor jantung dengan tampilan garis lurus di layar membuat team dokter mencoba melakukan pertolongan darurat.   Lega.   Satu perasaan itu muncul ketika melihat pasien yang sudah dinyatakan meninggal beberapa detik tersebut kembali bernapas.   Bahkan wanita paruh baya yang menyaksikan di balik kaca tembus pandang sampai melakukan sujud syukur atas kesempatan yang diberikan untuk putrinya.   Setelah semua ketegangan yang terjadi, akhirnya keluarga bisa bernapas dengan lega. Namun, kabar baru yang diterima kembali membuat mereka syok.   Balita kecil berusia dua tahun, cucu mereka mengalami kecelakaan dan seluruh korban sudah dirujuk ke rumah sa
Read more

BAB 75 - WELCOME INDONESIA!

“Mam, aku dan Zen akan kembali ke Indonesia,” ucap wanita berhijab yang wajahnya kini terlihat sangat dewasa. Kedua orang tuanya terlihat terkejut dengan keputusan yang diambil. “Untuk apalagi? Kehidupan kita di sini sudah lebih baik. Tak perlu kamu kembali ke sana jika hanya untuk kembali menyakiti diri.” Sang ayah menolak dengan tegas, wajahnya menunjukkan penolakan yang begitu kentara. “Aku hanya ingin hidup mandiri bersama dengan Zen. Aku akan tinggal di Bali.” “Sudahlah, Ayesha. Apa kurangnya kamu tinggal di sini? Kamu sudah memulai segalanya di tempat ini, kenapa harus terbayang-bayang masa lalu.” Meninggalkan semua yang dimiliki di Indonesia, nyatanya tak membuat keluarga Latief jatuh bangkrut.  “Papi, aku sudah melupakan masa lalu!” Ayesha Permata Shandy, ya itulah i
Read more

BAB 76 - SIAPA LELAKI MENYEBALKAN ITU?

Indonesia. Sebuah rumah mewah yang ada di daerah Seminyak—Bali, menjadi pilihan. Rumah dua lantai ini dibeli beberapa waktu yang lalu sebelum mereka terbang ke sini. Akad jual beli semuanya dilakukan oleh pengacara bersama notaris dan sudah resmi atas nama Arzen. Rumah ini sudah dilengkapi isinya. Memiliki tiga kamar tidur yang luas, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, bar, dan kolam renang. Semua perabotan dan dekor sudah sangat sesuai dengan permintaan Ayesha, perpaduan warna gold dan putih. Di beberapa bagian diletakkan tanaman-tanaman hijau yang menyegarkan. Rumah ini terlihat mewah, nyaman dan yang pasti terletak di tempat yang strategis. Menurut Ayesha konsep rumah ini lebih seperti sebuah villa. “Gimana rumah baru kita? Zen pasti suka tinggal di sini, dekat pantai dan beberapa tempat wisata.” Ayesha menatap putranya setelah mereka berk
Read more

BAB 77 - BERTEMU LAGI

Sudah seminggu mereka tinggal di sini. Ayesha sedang mempersiapkan segala kebutuhan sang anak untuk mendaftar di junior high school. Beberapa waktu yang lalu dia juga sudah mengirimkan lamaran pekerjaan di beberapa perusahaan. Tinggal menunggu hasil akhir, mana yang lebih dulu memiliki peluang. Pagi itu Ayesha sudah rapi dan cantik. Pakaian dan hijab dengan warna dusty pink membuatnya terlihat manis. Wajahnya tak berubah walau sudah termakan usia. Ngomong-ngomong, usianya sekarang sudah 38 tahun. Namun wajahnya masih tetap terlihat muda dan tak ada kerutan yang terlihat. Ibu tunggal dengan anak bujang berusia 12 tahun itu jika berjalan lebih mirip kakak adik. Bahkan beberapa kali ada yang mengira bahwa Ayesha adalah wanita lajang. “Zen, temani mom pergi yuk.” Ayesha menghampiri sang anak yang masih ada di kolam renang. “Mau ke mana lagi, Mom
Read more

BAB 78 - BERTEMU DENGANNYA?

Sore harinya Nena mengetuk pintu kamar majikannya dengan keras. Bukan Ayesha yang muncul justru Arzen dari kamar sebelah yang keluar. “Ada apa Nena?” tanya Arzen, mengabaikan peringatan sang ibu yang memintanya memanggil dengan sebutan ‘Mbak’. “Ada mobil datang.” “Mommy mana?” “Ketiduran mungkin. Sudah diketuk beberapa kali tapi tak ada sahutan.” Arzen memanggil sang ibu, karena tak ada sahutan dia langsung membuka pintu kamar dengan pelan. Pemandangan pertama yang dilihat adalah seseorang yang masih salat. Arzen menunduk dan menutup kamar lagi dengan pelan. “Mommy masih salat. Bilang aja suruh nunggu sebentar,” ucap Arzen segera masuk kamar. Lima belas menit kemudian Ayesha keluar dari kamar dan memasang hijab asal di kepalanya. &nbs
Read more

BAB 79 - DUREN SAWIT

Jantung kedua orang yang ada di ruangan tersebut berdetak dengan keras seolah tengah berlomba.   Hamid sudah keluar beberapa menit yang lalu, meninggalkan dua orang yang kini sama-sama terkejut.   “Bulan,” lirih lelaki itu dengan bibir bergetar.   Ayesha merasakan tubuhnya hampir saja limbung andai tak menyadari posisinya saat ini. Sekuat tenaga ia mendongak untuk menatap lelaki yang kini tengah menyorot dengan tatapan yang sulit diartikan.   “Maaf, Tuan. Nama saya Ayesha.” Meyakinkan dengan wajah yang dibuat bingung.   “Bulan,” panggil lelaki itu seperti tak mendengar ucapan Ayesha.   “Tuan.”   “Tuan!”   Akhirnya Ayesha memanggil lelaki itu dengan sedikit keras, membuatnya sadar dan mengerjapkan mata beberapa kali.   “Maaf, wajahmu mirip seseorang.”   Ayesha tersenyum tipis.
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status