Semua Bab NYUPANG BEDUL (PESUGIHAN BABI NGEPET): Bab 1 - Bab 10

13 Bab

Chapter 1: Mencari pesugihan

Hari itu, Kang Warkam datang berkunjung ke rumah.Dan pada saat itu juga, aku sedang ada dirumah.   Terdengar suara ketukan pintu disertai salam.Lalu, aku balas salam dan membukakan pintu.   "Ana apa kang? Apa ana sesuatu sampe teka dadakan kaya kenen?" (Ada apa kak? Apa ada sesuatu sampai datang mendadak seperti ini?) tanyaku.   "Run! Sira lagi nganggur? Gelem beli tak jak kakang dolan ning suatu tempat?" (Run! Kamu sedang menganggur? Mau tidak Kakak ajak kamu main ke suatu tempat?) Kang Warkam balik bertanya.   Aku diam untuk beberapa saat, karena merasa heran dengan kedatangan dan heran karena tiba-tiba mengajak ke suatu tempat.   "Mendi kang? Apa ana kerjaan?" (Kemana Kak? Apa ada kerjaan?) tanyaku lagi.   "Wis! Melu bae!" (Sudah! Ikut saja!) pinta Kang Warkam.   Aku tertunduk sesaat, memikirkan apa dan kemana.Tetapi, aku t
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 2: Tumbal sang anak

"Ikuh, mung perasaane mas bae! Jare Mila si, laka sing aneh!" (Itu, cuma perasaan mas saja! Kata Mila si, tidak ada yang aneh!) seru Jamilah berbisik meyakinkan.   Aku terdiam, bingung! Semua bercampur menjadi satu.Siapa yang benar dan siapa yang salah? aku tak tahu!Intinya setelah kak Warkam keluar dari ruangan itu, aku merasa dia begitu berbeda.   Tetapi yang jadi masalahnya, apa yang aku lihat dan orang lain lihat itu berbeda. Karena tak ada yang merasakan keanehan atau keganjilan yang aku rasakan.   Aku tahu itu, saat melihat sekitar. Tepatnya beberapa orang yang datang dan mereka bersikap biasa saja. Bahkan, ada yang pamit sama kak Warkam untuk pulang.Tetapi di mataku, semua masih sama. Kak Warkam tak membalas salam dari orang-orang.   "Yah, Ayah ...!" ucap Suci mengayunkan bajuku sambil sesekali menariknya.   "Ana apa, nok?" (Ada apa, nak?) tanyaku sambil sediku
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 3: Jaga malam

"Hahaha, pengen mendi? Tahlil? Dau gah magrib!" (Hahaha, mau kemana? Tahlil? Baru juga magrib!) jelas Jamilah menertawakanku.   "Pan sembahyang!" (Mau salat!) jawabku.   "Lah ...? Ana angin apa sampean sembahyang?" (Lah ...? Ada angin apa Anda salat?) tanya Jamilah ragu.   "Mila! Sembahyang gah kena!" (Mila! Salatlah) pintaku.   Bukannya Jamilah menuruti perintahku, dia malah tertawa.Suci pun ikut-ikutan senyum.   Ya, memang keluarga kita jauh dari agama.Tetapi saat seseorang mulai berubah dan ingin mendekatkan sama yang maha kuasa, apa salah?   Aku tak menghiraukan apa yang diucapkan Jamilah, lalu bergegas pergi keluar rumah menuju musalah yang jaraknya hanya beberapa meter saja.   Sehabis salat magrib, aku tak langsung pulang.Tapi ngobrol dengan marbot yang namanya sama denganku. Yaitu, Kirun.Kita ngobrol sampai datang w
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 4: Pilu

"Endi bedule?" (Mana babinya?) teriak salah satu warga.   "I-ikah mana! Melayue ning kebun-kebun" (I-itu sana! Larinya ke kebun-kebun) jelas pak Saman.   "Wis! Ayu digedag!" (Sudah! Ayo dikejar!) pinta salah satu warga.   Aku, pak Saman dan beberapa warga pun, mulai mengejar yang dikatakan pak Saman babi jadi-jadian.Bermodalkan obor dan ada yang bawa senter, serta para warga yang membawa batu sama kayu, kita mulai masuk kearea kebun yang berada di seberang pos.   "Apa kien jare mbah Raksa? Sing diarani baka mareki deweke bisa sugih?" (Apa ini kata mbah Raksa? Yang dibilang kalau mendatangi beliau bisa kaya?"   Malam ini sunyi sepi, hanya ditemani suara binatang malam yang menemani kesunyian ini.   Karena aku lebih memilih berdiam dipos ronda sendiri dan masih mencerna dari setiap kejadian yang baru saja terjadi.   Aku beralasan tidak
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 5: Dimensi berbeda

Beberapa hari kemudian, ada teman datang ke rumah.Dia datang, menawari ku pekerjaan.Akan tetapi, kerjanya lumayan jauh.Lebih tepatnya, di ibukota. Setelah 6 bulan berlalu, aku pun pulang ke kampung halaman.Tetapi saat sampai di rumah, Jamilah tak membukakan pintu.Padahal sudah beberapa kali ku ketuk. Karena lelah sehabis menempuh perjalanan jauh, aku pergi ke belakang rumah.Aku memilih ke dibelakang rumah, karena ada ranjang yang terbuat dari bambu.Aku pun merebahkan badan disitu, untuk menghilangkan lelah.Tas yang aku bawa, ku letakkan pada bagian kepala sebagai ganjalan. Anginnya begitu sejuk, membuat pandangan kian meredup.Aku memejamkan mata dan tak sadar, aku pun tertidur. Dalam mimpi, aku berada di tempat P.Dalam posisi duduk seperti waktu itu. Lalu aku berdiri dan melangkahkan kaki mendekati ruangan yang waktu itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 6: Teror bu Ijah

"Berarti, setiap pelaku pesugihan, mereka itu sebenarnya bukan orang?" tanyaku yang masih penasaran. "Kan sudah aku bilang, beda tempat beda pula perjanjiannya! " jawab Ustaz, "Kalau ditempat lain, mungkin yang pulang adalah sang pelaku pesugihan, Tapi tidak akan bertahan lama! Sewaktu-waktu, dia juga akan diambil oleh makhluk tersebut, kalau dalam 8 bulan tidak memberikan tumbal." lanjut ustaz, "Dan ada juga perjanjian yang lain! Sedangkan perjanjian yang kakakmu lakukan, bisa dibilang menukar jiwanya dengan sosok makhluk tersebut, demi membahagiakan orang yang dia cinta, agar yang dicintai menjadi kaya raya." lanjut ustaz lagi, "Tapi kamu jangan pernah mengikuti jejak kakakmu! Karena bersekutu dengan setan, adalah dosa yang teramat besar!" saran Ustaz dengan tatapan tajam. Akhirnya aku paham dengan semua yang telah terjadi.Semuanya sudah nampak begitu jelas.Sekarang
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 7: Terungkapnya sebuah kebenaran

Jamilah mulai sadar, mendekat dengan tatapan sedih dan dengan air mata yang mengambang. "Wis mas! Istirahat bae dikit, ko cerita baka wis enakan!" (Sudah mas! Istirahat saja dulu, nanti cerita kalau sudah enakan!" pinta Jamilah. Aku terdiam dan memalingkan wajah kearah Suci.Dalam hati ingin bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi! Angin lembut, perlahan masuk melalui jendela rumah.Membuat mata ini semakin sayup, tak kuat menahan kantuk. Pandangan mulai memudar, gelap.Perlahan membaik dan, "Aku dimana? Apa aku bermimpi?" gumamku dalam hati. Aku tak melihat adanya diriku didalam mimpi, seakan bukan mimpi.Tangan, kaki dan anggota badan lain yang terlihat oleh mata bisa terlihat. Tetapi tak bisa melihat diriku sendiri. Padahal kalau mimpi, biasanya aku melihat diriku seutuhnya.Tetapi, berbeda dengan mimpi ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 8: Sakit hati

"Oh, dadi apa sing terjadi sekien karena mbak?" (Oh, jadi apa yang terjadi saat ini karena mbak?) tanyaku emosi, membalikkan badan, menatap mbak Raeni penuh benci. "Iya, bener! Pengen wadul ning warga? Wadul bae! Mader keluargane sira ilok mangan duite mbak! Sira wadul, anak sira tak dadiaken tumbal! Hahahahahaha," (Iya, benar! Mau lapor ke warga? Lapor saja! Lagian keluargamu sudah pernah makan uangku! Kamu lapor, anakmu jadi tumbal! Hahahahah,) ancamnya membuatku tambah kesal. Sakit ...! Hatiku sakit ...!Seakan tercabik-cabik oleh ucapannya.Tetapi tak bisa ku pungkiri, kalau keluargaku pernah makan uang itu.Menyesal ...? Menyesal ...? Menyesal tak ada gunanya lagi bagiku! "Wadon iblis!" (Wanita iblis!) teriakku sambil berpaling meninggalkannya dan secepatnya keluar dari rumah si wanita biadab! Awal niat ingin pinjam uang, malah mendapatkan hal yang tak bisa ku percaya, kalau bukan
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Chapter 9: Dia kakakku tapi bukan kakakku

Aku mengasah golok tersebut sampai lama, hingga benar-benar tajam dan bisa untuk membunuh orang. Tak terasa, waktu magrib dan isya pun terlewat.Namun, aku masih terus mengasah golok tersebut. "Mas! Ngasah golok kanggo apa? Sing sore sampe apa bengi bli uwis-uwis?" (Mas! Mengasah golok untuk apa? Dari sore sampai habis malam tidak selesai-selesai?) tanya Jamilah hawatir. "Kanggo esuk, abad rumput! Bokat bli sempet." (Buat besok, potong rumput! Takut tak sempat." jawabku dengan nada yang masih terbawa emosi. Tepat pukul 12 malam, aku keluar rumah lewat pintu belakang sambil membawa golok yang begitu tajam. Sampai di rumah kak Warkam, dengan mudah bagiku membuka pintu.Karena memang tak pernah di kunci. Aku masuk dan kamar pertama yang ku kunjungi adalah kamar Almarhum Prapto.Namun, disini tak ada seseorang pun. "Bagus! Bera
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Indah gadis indigo

Hai, terima kasih telah membaca cerita ini sampai selesai.Akan tetapi, cerita ini masih terus berlanjut dan mengulang dari sudut pandang Indah, anak dari pak Kirun. Mungkin, kalian berpikir dari sudut pandang mana pun akan tetap sama?Jawabannya, tidak! Dan jauh berbeda dengan versi bapaknya! Karena untuk versi Indah ini, kita akan mengambil alur fiksi.Jangan hawatir, ceritanya menjadi lebih seru daripada versi terdahulu!Berikut sipnosisnya : Indah Suci Pertiwi. anak 5 tahun yang masih polos.dia memiliki teman gaib yang dia beri nama, Siska.Akan tetapi, Indah/Suci yang masih kecil, tak memahami kalau temannya adalah mahluk astral. yang dia tahu hanyalah, bahwa sosok tersebut merupakan Kakak atau teman bermainnya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status