Home / Romansa / Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar: Chapter 51 - Chapter 60

69 Chapters

Menjadi budak

"Okay! Ayo kita pindah ke kamarmu!" Rose berbisik di saat pria itu melepaskan bibirnya. Dia  berusaha menyudahi perbuatan Robert yang semakin membuat napasnya terasa sesak. Rose takut dia terlena dan berakhir menyerahkan diri."Kamar kita, Rose." Robert membenahi kata-kata Rose.Raut wajah pria itu terlihat berseri-seri, mendengar Rose menyetujui permintaannya. Dia merasa senang karena impiannya selangkah lagi akan tercapai, menghabiskan malam yang indah hanya berdua dengan Rose."Terserah." Rose perlahan menyingkirkan tangan Kenzie yang memeluk lengan kirinya. "Robert! Berhentilah menyentuhku!" Rose terbelalak ketika tangan pria itu kembali mengusap perutnya dan mulai berani sedikit naik ke atas, sementara bibir Robert tak berhenti mencium tengkuknya. Rose he
Read more

Say I Love You

"Siapa yang menelpon mu?" Robert menatap Rose dengan pandangan menyelidik."Bukan siapa-siapa." Rose menutup sambungan telepon. "Apa kau berbicara dengan hantu?" Robert semakin kesal ketika melihat Rose menaikkan bahunya tak peduli. "Rose aku bertanya padamu." Rose tidak menghiraukan perkataan Robert, wanita itu justru tersenyum ke arah lain, "Selamat pagi, Kenzie." “Pagi," sahut Kenzie ceria. Bocah itu duduk di sisi Robert. "Kenzie semalam bermimpi bagus sekali." Tangan mungil itu mulai mengambil roti berlapis bacon dan menikmatinya."Mimpi apa, Sayang?" Rose meletakkan handphonenya di meja ketika dia mengambil posisi duduk di depan Kenzie."Kenzie punya adik kembar! Sean kalah sama Kenzie, hahahaha," celoteh bocah itu penuh semangat."Uhuk." Rose yang baru saja menggigit roti, tersedak. Dia buru-buru mengambil segelas air untuk melancarkan tenggorokannya."Oh ya, adik kembar? Perempuan atau laki-laki?"
Read more

Kecemburuan Robert

Dalam ruangan praktek yang telah sepi, Robert sedang duduk dengan Conrad di hadapannya. Suami dari Jasmine itu telah menghalangi niatnya untuk menyudahi pekerjaan di rumah sakit dan membawa Rose menuju ke acara talk show."Cepat katakan apa tujuanmu, aku tidak punya banyak waktu." Robert melirik ke jam di tangannya yang sudah menunjukan hampir pukul dua belas siang."Sabar … kau tidak tahan untuk bertemu Rose?" Conrad tersenyum menggoda."Bukan urusanmu." Jawaban ketus Robert membuat Conrad tertawa."Baiklah. Aku hanya ingin bilang kalau seseorang sedang membawa Rose pergi dan aku hanya menyampaikan pesan kalau mereka akan menghabiskan waktu hingga terlambat." "Apa? Dengan siapa Rose pergi? Jangan bilang itu Sebastian, Polisi licik itu!" Robert menggebrak meja dengan marah.Wajah lelaki itu memerah dan terlihat sangat gusar. Matanya nyalang dan gerahamnya bergemeletuk. Garis-garis di keningnya menunjukan jika pria itu sedang ber
Read more

Cuci Mata

Rose termangu melihat banyaknya pakaian, sepatu, tas dan aksesori yang dibeli Jasmine. Dia memang mencoba beberapa pakaian dan sepatu atas permintaan wanita itu, tetapi Rose tidak pernah berniat untuk membeli benda-benda tersebut."Ini untuk apa?" Rose menunjuk ke arah semua belanjaan yang sudah menumpuk di meja kasir. "Kau membeli sebanyak itu apa pakaianmu sudah rusak semua?""Rose …." Jasmine terbelalak mendengar pertanyaan polos kakak iparnya. Bahkan tidak terlihat sama sekali ada trik atau kepura-puraan dari ucapan Rose. Mata almond itu benar-benar menyorotkan rasa heran."Tentu saja ini untukmu." Jasmine mengambil tas yang dipegang oleh Rose. "Untuk apa? Aku masih mempunyai banyak pakaian." Rose mengernyitkan keningnya.Jasmine tersenyum, dia mengabaikan perkataan wanita itu dan mengambil sebuah credit card dari dalam dompet milik Rose. Jasmine memberikan kartu itu kepada pelayan kasir, untuk membayar semua barang yang dipilih.
Read more

Robert VS Sebastian

Setengah jam kemudian. Sesosok pria masuk ke dalam cafe elit di kawasan pertokoan mewah di Miami. Sejak dia tiba aura yang dipancarkan oleh wajahnya, sanggup membuat aktivitas dalam ruangan menjadi terhenti sejenak. Pandangan mereka tersedot dalam pesona yang dimunculkan oleh pria tampan dan gagah tersebut. Satu detik kemudian setiap wanita mulai merapikan diri dan memamerkan senyuman tercantik. Dua detik kemudian setiap pria mulai merasa iri dan sebal dengan kehadirannya.  Tiga detik kemudian wajah tampan itu berubah menjadi menyeramkan. Pria itu tidak menghiraukan pandangan semua orang yang tertuju padanya, karena saat ini perhatiannya tersedot pada seorang wanita cantik berdarah Asia Mexico. Amarah yang tercetak di wajahnya, justru menjadi pesona tersendiri. "ROSE!" Dia menggeram mendesiskan nama wanita itu. "Robert?" Rose tercekat melihat kehadiran pria itu.  "Ayo pergi sekarang juga." Robert berdiri denga
Read more

Semangat dan Percaya diri

Rose menoleh ke arah Robert dengan perasaan heran, ini pertama kali lelaki itu mengekang dirinya. Dia memilih untuk diam dan tidak memperpanjang masalah dengan mengucapkan pertanyaan dalam hatinya, saat terlihat jelas kemarahan di wajah Robert.            'Jangan dekati Sebastian? Tetapi kenapa?' batin Rose penuh tanda tanya. "Apa dia malu? Apa Sebastian mengingatkan dirinya betapa kejam dan menyebalkan dirinya di masa lalu? Ah, kenapa aku harus peduli dengan perasaannya? Lagi pula Sebastian tidak pernah berbuat jahat.'  Rose melirik ke arah Robert yang sudah menghentikan kendaraannya. Dia melihat pria itu keluar dari dalam mobil dan memutar ke arahnya. Rose membuka sabuk pengamannya dan keluar dari dalam mobil tanpa banyak tanya, menuju ke dalam gedung tinggi."Selamat siang, dokter Robert. Wah, tidak disangka istri Anda sangat cantik, senang bertemu dengan Anda, Nyonya Rose.""Panggil aku Rose." Rose merasa
Read more

Membandingkan

Rose terkejut, dia menatap mata biru yang terlihat khawatir itu. Rose segera menegakkan tubuhnya saat tubuhnya mulai seimbang. Wanita itu merasa tidak nyaman ketika melihat beberapa orang mulai memperhatikan dirinya. "Terima kasih," ucap Rose lirih. "Oh Rose, apa kau baik-baik saja?" Hans yang berada tak jauh darinya, segera mendekati Rose. "Tidak apa-apa."  "Untung saja Alex lewat. Terima kasih tampan, kau sudah menyelamatkan hariku." Hans mengedipkan matanya pada pria bernama Alex itu. "Tidak masalah. Apakah kaki Nona tidak sakit?" Alex melihat ke arah punggung telapak kaki Rose yang sedikit memerah.  "Aku rasa tidak apa-apa." Rose memutar tumitnya. Tiba-tiba dia meringis, merasakan sakit. "Aduh, sakit ya? Mampus aku!" Hans khawatir akan mendapat amarah dari Robert. "Ayo kita masuk ke ruang rias saja."  Hans memapah Rose diikuti oleh Alex. Hans berusaha menutupi tubuh Rose agar keadaan wanita itu tidak
Read more

Serpihan masa lalu

Kini menemani Robert dalam setiap syuting di studio adalah tugas Rose. Dia tidak bisa menolak, karena Robert akan terus menekannya. Menekan dalam artian mencumbu dan memaksa menjamah bagian tubuh yang tak pernah disentuh oleh siapapun, kecuali dirinya sendiri. Rose sudah terbiasa dengan kemesuman lelaki itu, meski demikian dia tetap mampu bertahan untuk menjaga diri tidak hanyut dalam pesona Robert. Rose tidak ingin sakit hati untuk kedua kalinya, karena meskipun Robert berulangkali menunjukan sikap yang manis, tetapi pria itu belum pernah mengatakan perasaannya.        'Perasaan? Bagaimana dengan diriku sendiri, apa yang aku rasakan pada Robert? Dia berubah … amat sangat berubah, tetapi Pantas kah aku jatuh cinta padanya?" jantung Rose berdecak kencang saat batinnya mengatakan jatuh cinta. "Rose, sebaiknya kau duduk di sana." Hans berbisik ke arah Rose yang selalu bersembunyi dalam kegelapan. "Aku di sini saja. Lebih nyaman berada
Read more

Kebenaran yang mengejutkan

"Kenapa kau harus mengatakan ini semua, Sebastian?" Rose mengusap embun di kelopak matanya.  Dia tidak ingin meneteskan air mata dan terlihat lemah di hadapan siapapun, termasuk seorang polisi baik hati yang kerap membantunya dulu. Rose bukan wanita yang suka dikasihani. "Karena aku peduli padamu, Rose." Sebastian mengulurkan tangannya hendak memegang tangan wanita itu, tetapi dengan cepat pula Rose menarik tangannya. "Terima kasih, Sebastian. Hanya saja aku sudah menyelesaikan masalahku dengan Robert."  "Kau menikahinya karena terpaksa, bukan?"  Rose tidak tahu bagaimana lelaki itu bisa mengambil kesimpulan seperti itu. Meskipun apa yang dikatakan oleh polisi muda itu adalah benar, tetapi Rose tidak ingin permasalahan antara dirinya dan Robert di masa lalu menjadi konsumsi publik. "Tidak, Anda salah." Rose berkata jujur, karena pada akhirnya dia tidak merasa terpaksa berada di sisi Robert, walaupun seringkali dia menyan
Read more

Sebuah Pengakuan

"Jauhi Rose atau dunia akan tahu jika kau adalah pria yang sudah membuat Romeo nyaris di deportasi dan Kenzie nyaris terbuang." Robert mendesis penuh kemarahan. Terlihat jelas dia begitu benci dan menahan diri untuk tidak menghajar Sebastian. Aura kemarahan begitu kuat terpancar dari seluruh tubuh lelaki itu. Matanya nyalang melihat Sebastian tidak sedikit pun menunjukan rasa bersalah. "Kau menuduhku karena cemburu? Apa kau hendak menggunakan fitnah ini untuk menghentikan Rose menyukaiku?" Sebastian menyungging senyuman mengejek. "Aku punya bukti untuk itu. Kau pikir aku akan diam saja ketika menyangkut nyawa orang lain apalagi berhubungan dengan masa depan anak kandungku?" Robert menggeram marah, melihat Sebastian sangat ahli bersilat lidah. "Anak dan keluarga yang sudah kau terlantarkan, bukan?" Sebastian menghentakkan tangan Robert yang masih meremas kerah bajunya, tetapi genggaman itu terlalu kuat. "Kau tidak pantas mendapatkan Rose!" Seba
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status