Semua Bab Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar: Bab 31 - Bab 40

69 Bab

Merelakan

Rose terkejut ketika dia melihat tubuhnya berbaring dengan jarum infus di pergelangan tangannya. Dia menatap ke arah tetesan cairan yang mengalir dari selang ke dalam tubuhnya. Pandangannya menelusuri ruangan yang terasa asing. Samar dia berusaha mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Saat dia berpaling ke arah samping dia semakin terkejut melihat Robert duduk bersandar di sofa dalam keadaan tertidur. Pria itu terlihat tampan ketika tertidur tanpa dosa. Namun, hati Rose tidak sedikit pun tergerak untuk memandangnya. Rose beranjak dari posisi berbaringnya, dia duduk di pinggiran tempat tidur, mencari alas kaki. Rose berjalan dengan membawa penyangga infusnya. Gadis itu sesaat berdiri di depan Robert. Ada keinginan untuk menggugah tidur pria itu dan mempertanyakan apa yang telah dia perbuat untuk menyelamatkan Kenzie, tetapi keinginan itu dia abaikan dan memilih untuk membuka pintu kamar. "Ini, bukan rumah sakit?" Rose terkejut ketika melihat ruangan luas
Baca selengkapnya

Menjemput Mommy

"Uncle Robert?" Suara mungil yang lemah itu membuyarkan lamunan dokter tampan tersebut.Robert menoleh ke asal suara, menatap ke arah wajah polos yang memandangnya dengan ragu. Pria itu sesaat terpaku menatap sorot mata polos yang terlihat ragu untuk mendekatinya."Kemarilah." Dia mengembangkan kedua tangannya berharap bocah itu akan lari ke dalam pelukannya. Namun, harapannya luntur ketika bocah itu hanya menatapnya dan tetap diam. "Ayo, kemarilah. Duduk di sini," ucap Robert sambil menepuk kursi di sampingnya.Dia melihat mata bulat kecil itu melirik ke arah kursi di sampingnya. Langkah kaki kurus itu berjalan ragu mencapai tempat duduk tersebut. Robert berusaha bersikap ramah, dia mengukir wajahnya dengan senyuman kharismatik yang selalu ditampilkan melalui layar kaca."Bagaimana keadaanmu, apa ada yang sakit?" Robert bingung harus mengatakan apa pada bocah itu.Kenzie menggelengkan kepalanya. Layaknya seorang pasien di
Baca selengkapnya

Jangan tinggalkan

“Mau apa kau kemari?” Rose tersentak kaget ketika melihat orang yang mencarinya adalah Robert. Dia merasa jengah melihat pria tersebut menatapnya tajam dan menelusuri tubuhnya dari kepala hingga kaki dan kembali menatapnya lekat. Sungguh, Rose tidak pernah berharap kembali bertemu dengan pria angkuh tersebut, apalagi lelaki itu sengaja menemuinya di pintu karyawan gudang supermarket.Hawa panas dan udara pengap di antara desakan para pengantar barang, tidak terlihat membuat Robert gerah ataupun gelisah. Rose melihat pria itu acuh akan kesibukan di sekitarnya ataupun tatapan kekaguman dari beberapa orang yang mengetahui siapa Robert. Dokter selebriti itu masih menjulang tak peduli dan perhatiannya hanya terpusat pada Rose."Sebaiknya kau pergi, aku sedang sibuk." Rose mengenakan kembali sarung tangan kerjanya dan membalikan tubuhnya. Dia tidak ingin kehadiran pria itu akan membuatnya kehilangan pekerjaan untuk keempat kalinya."Apa kau ti
Baca selengkapnya

Pengasuh

"Nah, sudah cakep, sekarang waktunya kita sarapan pagi, yuk." Rose tersenyum lebar setelah membantu Kenzie mengenakan seragam. "Okay, Aunt Rose." Kenzie mengikuti langkah Rose yang membawanya menuju ke ruang makan. Mereka menuruni lantai atas sambil bersenandung ceria. Rose pada akhirnya menerima permintaan Robert untuk tinggal bersama Kenzie. Walaupun dia tidak pernah menduga jika pada hari kedua dia tinggal di rumah keluarga besar pria itu, Robert sudah membawa mereka pindah ke apartemen mewahnya dengan alasan sekolah Kenzie lebih dekat."Loh, Daddy kok tidur di sofa?" Kenzie merasa heran melihat Robert yang berbaring di sofa ruang tamu. Pria itu masih mengenakan pakaian lengkap dan sepatunya."Mungkin Daddy terlalu lelah," sahut Rose.
Baca selengkapnya

Tamu utama

Dengan penampilan sederhananya, meskipun Robert sudah memberikan uang bulanan yang cukup besar, Rose tetap terlihat anggun. Wanita itu duduk tenang di kursi penumpang bersama Robert dan Kenzie, bagaikan sebuah keluarga, sementara seorang supir membawa mereka menuju ke rumah utama."Jadi, Sean dan Kenzie itu sepupu? Saudara?" Kenzie kembali mengulang pertanyaan yang sama. "Iya, Sayang," sahut Rose yang memahami perasaan gembira keponakannya.Mereka tiba di rumah utama. Sean, Jasmine dan Conrad sudah menanti kedatangan mereka. Senyuman lebar mengembang di wajah mereka semua. Sean berlari senang menuju ke arah Kenzie dan langsung menarik anak itu untuk berbagi mainan."Rose." Jasmine memeluk wanita itu dengan hangat. "Aku sangat senang sekali kita bisa bertemu lagi. Kalian memberiku kejutan." Jasmine menatap Rose dan Robert bergantian. "Kalian meninggalkan Miami cukup lama sekali." Rose mengalihkan pembicaraan. "Benar. Karena
Baca selengkapnya

Menjodohkan

"Terima kasih sudah mengundangku kemari, Nyonya Miller. Aku merasa bahagia sekali." Rosa memandang ibu Robert dengan gembira.Wanita itu kemudian mengerling manja ke arah Robert yang tidak mengubah raut wajah datarnya sama sekali. Senyuman kebahagiaan tak pernah lenyap dari wajah Rosa. "Kami hanya ingin mengenal dirimu, Nona Rosa. Robert terlalu tertutup untuk urusan pribadinya, membuatku bertanya-tanya siapa sebenarnya wanita yang bisa menaklukan hatinya dan mungkin … bisa mengantar dirinya ke jenjang pernikahan." Micheel tersenyum bijaksana."Anda membuatku tersanjung, Nyonya Miller." Rosa melingkarkan tangannya di bahu Robert. "Putra Anda lelaki yang luar biasa. Aku merasa sangat beruntung bisa bertemu dengannya, dengan pekerjaanku sebagai mantan pragawati dan juga perancang busana yang selalu dikelilingi banyak pria, Robert benar-benar memberiku kebebasan dan kepercayaan." Rosa menatap Robert penuh cinta. "Dia tidak pernah mengekang
Baca selengkapnya

Pria Play Boy

Rose tidak dapat memejamkan matanya dan terlelap. Dia menatap Kenzie dan Sean yang sudah semenjak tadi tertidur, wajah bocah-bocah itu terlihat damai. Dia memilih menempati kamar bersama dengan kedua bocah tersebut daripada menempati kamar sendirian.Gadis itu akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar, menghirup udara segar. Saat melalui kamar yang ditempati oleh Robert dan Rosa, batinnya terasa sangat sakit. Rose memegang dadanya yang berdenyut."Kenapa aku harus merasa begitu perih. Ini bukan pertama kali Rosa tinggal sekamar dengan Robert, tetapi kenapa kali ini dadaku … Ruby, ah, pasti karena aku merasakan sakit hatinya Ruby." Rose teringat beberapa kali Rosa datang ke apartemen Robert dan bermesraan tanpa merasa malu dengan keberadaannya. Wanita itu juga seringkali menginap, membuat Rose merasa risih. Namun, wanita itu diam dan tetap bersikap bagaikan Robort yang tak mempedulikan keberadaan dua sejoli itu.Di taman belakang yang sepi,
Baca selengkapnya

Manipulasi

"ROSE!" teriakan melengking dari suara bariton seorang pria memenuhi apartemen mewah di pusat kota.  Wajah pria tersebut merah padam dengan rahang yang mengeras. Otot-otot di keningnya mencuat keluar dan bola mata yang melebar. Kedua alisnya bertautan semakin rapat ketika melihat wanita yang dia panggil berjalan dengan santai. "Kenapa harus berteriak, dokter Robert Miller?" Senyuman sinis menghiasi wajah cantik Rose. "apa kau tidak takut jika suaramu putus dan tidak bisa tampil di acara televisi kebanggaanmu. Anda bertanya dokter Robert menjawab." Rose terkekeh mengucapkan kalimat penuh ejekan itu. Tawa Rose membuat Robert semakin terbakar emosi. Pria itu menatap Rose dengan penuh kebencian. "Apa maksud semua ini?" Robert melempar tumpukan foto ke hadapan wanita itu. Rose melirik sekilas pada foto-foto yang berhamburan tanpa memperdulikannya. Wanita itu menyeringai puas melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Robert.  Rose meras
Baca selengkapnya

Pemicu

  Rose tidak pernah menyangka jika hal ini akhirnya itu benar-benar harus terjadi pada dirinya. Kini dia berdiri di depan sebuah cermin besar dan menatap pantulan dirinya yang mengenakan baju pengantin. Gaun putih berhiaskan batu permata itu terlihat begitu pas di lekuk tubuhnya, seakan memang diperuntukkan untuk dirinya. Wajah cantik itu tak terlihat bahagia. Rose yang tidak pernah merasakan sentuhan tangan profesional di tubuhnya, terkejut melihat perubahan dirinya. Wanita itu tidak tahu harus bahagia atau menangis melihat dirinya yang berdiri bagaikan bidadari. Ingin sekali dia merobek baju pengantin tersebut dan berlari keluar meninggalkan pengantin pria yang dibencinya, membiarkan pria itu menanggung malu di depan altar. Namun, Rose tak berdaya. Ancaman Robert membuat kedua tangannya terikat. Dia tidak mungkin melarikan diri dari pernikahan
Baca selengkapnya

Baju Pengantin

“Robert! Minggir!” Rose mendelik kesal ketika pria itu diam saja di tengah pintu.Tubuh tinggi dan besar lelaki itu membuat Rose tidak dapat menyusup pergi. Masih dengan gaun pengantin yang penuh permata dan renda, dia menatap Robert tajam. Semenjak pertunjukan mesra yang dipertontonkan pada wartawan, saat dia menggendong Rose masuk ke dalam kamar, tak lama kemudian Robert pergi mengunci wanita itu sendiri di dalam kamar pengantin."Tidak ku sangka kau suka mengenakan gaun pengantin. Jujur, pakaian ini sangat cocok untukmu, kau terlihat sangat cantik dan anggun," ujar Robert lembut tanpa bermaksud menggoda.Dada Rose berdesir mendengar perkataan pria itu. Wajahnya memanas dan dia benci merasakannya. Rose kesal dengan dirinya sendiri yang tiba-tiba berubah lemah di hadapan Robert. Bahkan, dia merasa terlalu malu untuk membalas tatapan mata pria itu.Rose memalingkan wajahnya dan menggerutu dalam hati, 'Kenapa aku jadi seperti ini? Memalukan! Pr
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status