Semua Bab Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar: Bab 21 - Bab 30

69 Bab

Melarikan Diri

"Lepaskan wanita itu! Dia milikku!" Ucapan datar dan tegas dari sosok tubuh di balik topeng emas membuat setiap orang terpaku.Rose menatap pria bertopeng emas itu tak mengerti. Pria tinggi yang menjulang misterius dengan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupunya, tak dapat dia kenali dengan jelas. Wajah yang tersembunyi itu hanya menyisakan jambang tipis, bibir tipis yang membentuk garis datar dan mata biru yang menatapnya tajam seakan penuh amarah.Kedua pengawal yang berdiri di depannya pun, mulai bersikap tegang dan waspada. Mereka berposisi seakan-akan siap menyerang jika perintah diturunkan. Sikap meremehkan terlihat di saat menghadapi lawan yang hanya berdiri sendirian, bagaikan pahlawan super."Siapa kau?" Pertanyaan tegas diucapkan oleh pria berkulit gelap di belakang RosePria berjas putih itu tidak menjawab melainkan mengarahkan pandangan ke arah Rose. Dari bahasa tubuhnya, Rose merasakan aura misterius yang tak dapat dia tebak. Hal tersebut sem
Baca selengkapnya

Wanita Bodoh

Rose menutupi kedua matanya. Lampu sorot yang berpijar sangat terang itu terasa begitu menyilaukan, membuat matanya sakit. Gadis itu belum sempat menyadari apapun ketika didengarnya suara deru kendaraan yang begitu keras. Rose terkejut! Namun, belum sempat dia terjaga dari rasa kaget, gadis itu semakin tersentak ketika melihat di balik cahaya yang berpijar terang menyorot padanya adalah sebuah mobil. Kendaraan beroda empat itu melaju kencang padanya. Rose tak berkutik! Punggungnya menempel erat pada tembok. Dia tak sempat berlari lagi, kakinya seakan terpaku pada lantai. Gadis itu tidak ingin pasrah, tetapi situasi tersebut membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berteriak pada Sang Pencipta.     'Tuhan, selamatkan aku!' teriaknya dengan bibir terkunci.Semua hal terlintas dengan cepat dalam benaknya. Banyak tanggung jawab yang masih harus dia tuntaskan. Ada nyawa yang masih berharap dirinya bernapas. Rose tidak ingin mat
Baca selengkapnya

Wanita Keras Kepala

"Pelacur?" Rose menggigil mendengar kata itu. "Mungkin … lebih baik aku meninggalkan dirimu dengan pria itu. Ah! Betapa bodohnya aku." Robert terkekeh sinis. "Jika dia memilikimu, maka aku akan bebas mendapatkan Kenzie, bukan?" Rose melotot mendengar perkataan Robert. Dia heran bagaimana pria itu bisa mengucapkan hal yang begitu licik. Merampas Kenzie dengan menggunakan taktik keji seperti itu, menyakinkan Rose jika dokter showbizz ini bukanlah pria baik. Dia lebih tidak pantas lagi memiliki Kenzie."Aku rasa hargamu rumayan mahal." Robert meneliti Rose dari atas ke bawah. "Apalagi jika kau masih perawan." Ucapan penuh penghinaan itu membuat Rose semakin tersinggung."Kau!" Rose hendak menampar Robert, tetapi dengan cepat pria itu menangkap tangannya dan mencengkeram kuat. Mereka berdua berdiri bagaikan musuh bebuyutan yang siap untuk saling menghancurkan.Dia tidak menyangka pria ini bisa berbicara keji seperti itu. Menjual diri
Baca selengkapnya

Terkurung

Rose mengerjapkan matanya yang masih terasa sukar untuk dibuka. Perempuan itu memegangi kepalanya yang terasa sangat pening dan berusaha terjaga dari tidur panjangnya. Wanita itu merasakan tubuhnya terasa sedikit sakit di beberapa bagian. Setelah beberapa saat Rose akhirnya bisa membuka matanya lebar-lebar dan dia menatap heran ke arah langit-langit kamar dengan lampu benderang yang tak pernah dia miliki. Ketika kesadarannya pulih wanita itu tersentak melihat ruangan mewah di mana dirinya berbaring. "Di mana aku?" Rose segera menegakkan tubuhnya dan duduk di pinggiran tempat tidur. "Kamar ini … aku tidak mengenalnya." Rose berdiri dan berpegangan pada nakas di sampingnya.  Kepalanya masih berdenyut saat dia paksaan untuk berdiri dengan tiba-tiba. Wanita muda dan cantik itu kemudian melemparkan pandangannya ke sekeliling ruangan berusaha mencari jejak akan keberadaannya. Kamar ini hampir setengah kali ukuran luas daripada apartemen yang di
Baca selengkapnya

Kebebasan

Dua puluh empat jam sudah dirinya terkurung di dalam kamar. Rose nyaris tidak dapat memejamkan matanya, berjaga di sebelah pintu berharap penutup ruangan itu akan terbuka. Dia memasang pendengarannya baik-baik, berjuang melawan kantuk. Hampir saja matanya tertutup dan alam mimpi membawanya melayang pergi, ketika dia terdengar sayup-sayup suara di luar sana. Dentuman dengan irama yang anggun beradu di lantai, menyakinkan Rose jika itu adalah sepatu berhak tinggi seorang wanita. "Tolong!" teriak Rose sambil menggedor pintu. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa segera keluar dari kurungan."Tolong, keluarkan aku!" Rose terus membuat keributan agar siapapun di luar sana yang dia yakini bukan Robert bisa segera membuka pintu.Harapannya terkabul, dia bis
Baca selengkapnya

Dinas Sosial

"Kantor polisi?" Rose tersentak kaget melihat Polisi Sebastian sudah berada di depan apartemennya. "Hei, kenapa kau terlihat begitu tegang?" Senyuman ramah tersungging di wajah polisi berambut pirang itu. “Ah, Anda membuat saya khawatir.” Rose menghela napas lega saat melihat senyum ramah Polisi muda tersebut."Apakah kau hendak keluar?" Polisi tersebut melirik ke arah dalam apartemen saat Rose terlihat tidak berusaha mempersilahkannya dia untuk masuk."Aku … maafkan aku, Pak Sebastian--""Panggil aku Sebastian tanpa tambahan apapun." Rose hendak membantah, tetapi melihat keseriusan di balik kata-kata Polisi tersebut, Dia memilih untuk diam dan mengalah."Baiklah. Aku harus ke dinas sosial dan departemen imigrasi." Rose menutup pintu di belakangnya. "Apakah ada sesuatu yang terjadi?" Sebastian berjalan menyejajari langkah Rose."Mereka membawa Kenzie dan Daddy.""Membawa?
Baca selengkapnya

Musuh dalam Selimut

"Aunt Rose!" tangis Kenzie pecah dengan keras.Bocah kecil itu memberontak dari gendingan petugas hingga mereka terpaksa menurunkan Kenzie dari gendongan. Bocah tampan itu berlari dengan cepat berhamburan ke dalam pelukan Rose. Tangis Rose dan Kenzie pecah dengan keras, menggugah hati setiap orang yang melihatnya. Rose memperkuat pelukannya pada Kenzie dengan erat. Dia mencium kening dan pipi bocah itu penuh rasa kasih sayang sekaligus rasa bersalah."Aunt Rose, Kenzie takut," ujar bocah itu di sela-sela isak tangisnya."Aunt di sini, Sayang, Aunt di sini." "Ayo pulang, Aunt. Mereka banyak sekali, kita harus menyelamatkan Grandpa juga," bisik Kenzie takut-takut sambil menatap ke arah orang banyak yang berseragam."Oh, Kenzie." Rose mendesah sedih."Waktu Anda sudah habis, Nona." Seorang petugas berjalan mendekati mereka.Rose menatap sedih dengan tetap memeluk bocah itu dengan erat. Waktu sepuluh menit yang mereka b
Baca selengkapnya

Berita Mengguncang

"Surat untuk Anda, Nona." Petugas tersebut pergi setelah dia menyerahkan surat untuk Rose. Gadis itu dengan keadaan fisik yang tidak terurus, setelah semalaman menangis dan nyaris tidak dapat memejamkan mata, berdiri dengan tubuh lemas dan tangan gemetaran menerima amplop tersebut.Rose membuka kertas segi empat berwarna coklat itu dan membaca surat dari dinas sosial. Tangannya gemetaran dan tubuhnya seketika tersungkur ke lantai yang dingin. Pandangan mata Rose terlihat hampa, tatapan kosong terarah lurus seakan hendak menembus tembok di depannya.Rose termangu untuk beberapa saat dalam pusaran keheningan yang dia ciptakan. Jiwa wanita itu terlihat sangat hampa. Dia syok menerima kabar yang baru saja dia baca. Sikap gadis cantik keturunan Asia dan Mexico itu membuat Dulce seorang imigran dari Chile menjadi resah."Apa yang terjadi Rose?" Dari arah dapur Dulce bergegas menghampiri Rose yang duduk di lantai.Dulce yang tidak mendapatkan jawaba
Baca selengkapnya

Pangeran pencabut Nyawa

Rose berdiri di depan pagar besi yang menjulang tinggi di hadapannya. Barisan besi yang menutup rapat rumah megah di dalamnya, seakan tersenyum meremehkannya.Gadis itu tidak menghiraukan teriknya sinar mentari yang membakar rambut indah dan kulit halusnya. Dia mencari bel dan berhasil menemukan interkom untuk berkomunikasi. Rose memencet tombol dan menunggu jawaban."Siapa Anda?" tanya suara pria dari balik intercom."Aku, Rose, bisakah aku bertemu dengan tuan Robert miller?" "Apakah Anda ada janji?" Pertanyaan yang sama kembali terucap membuat Rose membatin seberapa sibuknya seorang Robert hingga semua orang harus membuat janji jika bertemu dengannya. Sedangkan pria itu beberapa kali datang mengganggunya."Tidak.""Maaf, Tuan muda tidak ada di rumah.""Tunggu! Ini penting, tolong biarkan aku bertemu Robert." Rose berusaha mendesak siapapun yang berbicara dengannya dari balik gerbang agar segera mempertemukan denga
Baca selengkapnya

30. Citra Diri

Robert menatap Rose yang sudah tertidur di atas tempat tidur. Kamar yang sama yang dulu pernah dia tempati dengan Ruby, di mana pertama kali pula mereka berhubungan mesra. Pria itu terpaku ketika sesaat seakan melihat kilasan masa lalu.Pelayan wanita di rumahnya, berhasil membantu setelah sedikit memaksa Rose untuk membersihkan diri dan memberikan segelas teh hangat, sebelum wanita itu akhirnya jatuh tertidur. Rasa lelah yang dia rasakan membuatnya terlelap, hingga tak merasakan jarum infus yang ditusukkan oleh Robert.Lelaki tampan bermata biru itu menelusuri wajah pucat Rose, yang tidak melunturkan kecantikan alami wajah tanpa polesan itu. Dia saat ini bisa melihat dengan jelas perbedaan besar antara Ruby dan Rose, bukan hanya dari fisik melainkan juga dari keteguhan sikap."Seandainya aku lebih dulu mengenalmu," gumam Robert tanpa sadar.Pria itu tersentak dengan ucapan yang meluncur dari bibir tipisnya. Dia merasa heran dengan apa yang diserukan dari
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status