Semua Bab Kinanti Bukan Wanita Malam: Bab 61 - Bab 70

93 Bab

Pertanyaan Mengagetkan Hasnan

Sepulang kantor bersama Kinanti, Hasnan mampir ke sebuah toko mainan. Membeli hadiah untuk Brizam, sebuah mainan robot-robotan keluaran terbaru, beserta mobil remote control."Jangan terlalu sering memberi Brizam hadiah, aku tidak ingin dia nantinya tumbuh menjadi anak yang manja dan setiap permintaannya harus dituruti. Aku tidak mau itu," ujar Kinanti menegur Hasnan yang baru masuk ke mobil dengan dua buah kotak besar di tangannya."Aku tahu itu Kin, kamu tahu kan aku sangat menyayanginya. Jadi ijinkan aku memberinya kasih sayang yang tidak pernah dia dapat dari papanya."Jawaban Hasnan seketika membuat bibir Kinanti terkunci rapat, meski ia sudah mulai membuka hati untuk orang di sekitarnya, bukan berarti ia sudah mulai membuka hatinya untuk pria yang sudah bersabar membantunya melewati masa sulit selama lima tahun terakhir ini. Hati Kinanti masih tertutup rapat untuk satu nama yang hingga kini masih belum mampu untuk ia hapus atau lupakan."Mau sampai
Baca selengkapnya

Tangis Pilu Kinanti

Di atas tempat tidur, malam itu mata Kinanti enggan terpejam. Ucapan Hasnan tentang Zain Abraham terus terngiang dan mengusik tidurnya. Meski dari lubuk hati ada kemarahan yang tersimpan untuk keluarga Yazid, tetap saja tidak membuat wanita itu membenci sang kekasih. Ia tahu, bahwa semua rentetan kejadian yang dia alami adalah ulah perbuatan Chairman Yazid beserta sang istri. Karena nya rasa cinta yang ia miliki untuk CEO Zain Abraham, masih tersimpan rapi."Apa aku harus menelepon nya? Bagaimana jika yang menjawab ternyata istrinya?" Batin ibu satu anak itu terus berkecamuk, antara ingin tahu kabar Zain atau memilih bersembunyi dari Zain Abraham. Berkali-kali Kinanti menatap ponselnya yang tergeletak di atas nakas, masih tetap ragu. Hingga lamunannya tiba-tiba buyar, saat suara dering telepon berbunyi dari ponselnya. Bergegas ia meraih ponsel dan ternyata adalah sang adik yang menelepon."Halo Kak, apa kabar mu dan Brizam?" Tanya Irfan."Ha -halo,
Baca selengkapnya

Rasa Haru Sang Adik

"Lupakanlah semua dendam, amarah dan kebencianmu Nak. Kasihan Brizam dan juga Nak Zain, mereka adalah Ayah dan anak, sangat berdosa jika kamu menutupi dan merahasiakannya." Nasehat Bu Asri untuk Kinanti seusai melepas tangis masing-masing. "Tapi, Bu....! Ibu tahu sendiri bukan? Yang tidak menginginkan darah daging Tuan Zain bukan aku tapi mereka, dan lagi bagaimana jika  saat aku kembali, Tuan Zain sudah menikah," sahut Kinanti masih sesenggukan. Mendengar penjelasan dari sang kakak, Irfan pun turut angkat bicara kembali, "Kak, bagaimana mungkin Kakak bisa punya pemikiran seperti itu. Jangankan menikah, setiap harinya hidup Tuan Zain menghukum dirinya sendiri dengan bermabuk-mabukan." Jeder...! Ibarat disambar kilat Kinanti saat itu. Ternyata cinta yang Zain miliki untuknya sungguh sangatlah besar, tangisan pun kembali pecah sejadinya. Semalaman seusai berbicara dengan Bu Asri dan Irfan, hati Kinanti kian gelisah. Di sisi lain ia masih sa
Baca selengkapnya

Semangat Baru CEO Zain Abraham

"Ting," sebuah pesan masuk terdengar dari aplikasi hijau.Kinanti yang hendak makan siang di kantor, membuka pesan tersebut. Air bening mulai beranak sungai dari maniknya. Tak bisa dicegah atau dibendung mengalir terjun bebas membasahi pipi putihnya. Bahkan berulang kali video itu ia putar untuk mengobati rasa kerinduannya pada sosok pria yang sudah lima tahun lebih akhirnya kini bisa dilihatnya."Maafkan aku Tuan, hiks..." ucap Kinanti mengusap pipinya.Hasnan yang hendak mengajak wanita itu untuk makan siang, menghentikan langkahnya dan diam beberapa meter dari meja kerja Kinanti. Terus menatap wanita yang sudah mengisi hatinya dengan perasaan iba. Hasnan adalah seorang pria yang berpikiran rasional. Meski ia sangat mencintai Kinanti, namun cintanya tak membuat dirinya berubah egois. Meski sakit, ia kerap kali menyuruh Kinanti untuk kembali menghubungi Zain."Hapus lah, sebelum dilihat karyawan lain!" Ucap Hasnan mendekat dan menyodorkan sapu tangan mil
Baca selengkapnya

Alex Terharu

"Mmm..., Halo Tuan Alex! Untuk lusa nanti tolong Anda persiapkan keberangkatan Tuan Zain ke Jepang!" Ujar Irfan dari telepon duduk di atas meja kerjanya."Ap- apa aku tidak salah, Fan?" Tandas Alex kaget."Kamu tidak bercanda kan, Fan?" Alex masih tidak percaya."Iya Tuan, sebaiknya Tuan Alex kemari saja, biar bisa melihat dan memastikan sendiri perintah Tuan Zain," jawab Irfan.Setelah menerima telepon dari Irfan, Alex masih merasa tidak percaya. bahkan pria yang sudah bertahun-tahun mendampingi Zain itu menampar pipinya sendiri. Berharap apa yang Irfan ucapkan bukanlah mimpi."Auw...!" Gumam Alex mengusap pipinya."Ini benar, bukan mimpi," imbuh Alex menggumam.Saking antusiasnya mendengar berita baik dari Irfan, orang kedua kepercayaan Zain Abraham. Alex merogoh ponsel yang ada dalam saku jasnya dan menggulir layar ponsel tersebut, memilih nomor Lala yang ia beri nama Bawel."Halo!" Sapa Alex mengawali percakapan."Em
Baca selengkapnya

Kekesalan Lala Kepada Alex

"Ting!"Sebuah notif masuk dari mbanking Lala. Gadis itu kaget bukan main melihat deretan jumlah nominal yang tertera. Berkali-kali Lala menepuk pipinya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya apakah sebuah mimpi atau bukan. Namun memang benar pipinya terasa sakit, itu berarti bukan mimpi. Lalu Lala pun berpikir keras dari mana asal uang sebanyak itu. Meski ia harus bekerja selama tiga tahun pun tidak akan mampu meraih gaji seperti nominal yang masuk dalam rekeningnya barusan. Keringat dingin mulai menghinggapi tubuh Lala yang baru terjaga dari tidurnya sore itu."Ini uang dari mana asalnya? Ya Tuhan, apa ada orang salah kirim? Atau Pak Alan salah mentransfer kah? Aku harus bertanya Pak Alan?" Gumam Lala.Gadis itu segera menghubungi Alan dan bertanya soal transferan sejumlah uang yang tiba-tiba masuk di rekeningnya. Namun jawaban Alan sungguh mengejutkannya. sebab Alan tidak merasa melakukan transfer ke rekening Lala."Mungkin bisa jadi dari pe
Baca selengkapnya

Bahagianya Zain

"Maaf Tuan, paspor beserta Visa Anda sudah siap. Apakah Tuan Zain ingin memakai jet pribadi atau dengan penerbangan biasa?" Tanya Alex setelah selesai mempersiapkan keberangkatan Zain.Zain melihat paspor beserta Visa yang Alex letakkan di atas meja kerjanya. Setelah dilihat, Zain mengeluarkan sebuah map berisi data penting perusahaan dari brankas yang ada di belakang meja."Simpanlah ini baik-baik! Jika suatu saat terjadi sesuatu denganku, carilah Kinanti. Semua yang aku punya saat ini dia harus memiliki nya."Alex bergetar menerima berkas dari CEO Zain Abraham tersebut. Jantungnya pun mulai berdetak kencang, "Kenapa Tuan Zain berkata seperti itu?"Zain Abraham mengurai senyum, terlihat wajah yang  semakin sabar serta penuh kelembutan. Beda dengan Zain Abraham sebelum mengenal Kinanti. Merupakan sosok yang keras kepala tak terbantahkan."Aku hanya berjaga-jaga saja, Lex. Entah mengapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi tentang seorang anak l
Baca selengkapnya

Perdebatan Lala Bersama Alex

"Tuan, terima kasih atas undangan makan siangnya. Semoga perjalanan Tuan Zain berjalan lancar dan membuahkan hasil," ucap Lala seusai makan siang.Wanita yang menjadi sahabat baik Kinanti saat bekerja di cafe  itu beranjak berdiri dari duduknya. Menyalami Zain dan juga Irfan namun tidak kepada Alex. Lala sengaja mengabaikan pria di depannya karena selalu membuatnya kesal tiap kali bertemu."Lex, tolong antar Lala pulang! Biar aku kembali ke kantor bersama Irfan. Nanti kamu langsung saja menyusul ke rumah Bu Asri."Lala seketika membulatkan kedua maniknya serta ternganga, "Hah? Pulang bersama kulkas?" Pekiknya."Awas kalian nanti berjodoh ya!  Ha ha ha," kelakar Zain kembali menggoda Lala.Alex terlihat malu-malu, pria yang selalu bersikap cuek terhadap wanita tiba-tiba di hadapan Zain wajahnya memerah."Baik Tuan!" Sahut Alex bangkit dari duduknya. Membuang muka terhadap Lala rival debatnya. Berusaha mengurangi kecanggungan di meja
Baca selengkapnya

Haru Biru Bu Asri Serta CEO

Malam yang indah dengan dihiasi sinar bulan purnama semakin menambah keindahan desa kelahiran kekasih CEO Zain Abraham. Sebuah desa yang masih terjaga kelestarian serta keasriannya. Udara sejuk yang belum terjamah polusi, pepohonan serta sawah nan hijau yang menghampar luas semakin menampakkan keindahannya.Sebuah taksi yang ditumpangi Zain beserta Irfan baru saja berhenti tepat di depan halaman rumah Bu Asri. Dua orang pemuda terlihat turun bersamaan dari taksi tersebut. Zain mengeluarkan tiga lembar uang ratusan dan memberikannya kepada supir taksi tersebut."Tuan, uangnya lebih," ujar supir taksi.Zain dan Irfan yang baru membalik badan menoleh kembali, "Ambil buat Bapak saja!" jawab Zain sopan.Terlihat wajah bahagia terlukis dari supir taksi tersebut. Kemudian berlalu pergi meninggalkan halaman rumah bu Asri."Assalamualaikum, Ibu, Irfan pulang.  Lihatlah Irfan datang bersama siapa Bu!" Teriak Irfan antusias."Waalaikumussalam, wah
Baca selengkapnya

Sholat Pertama Zain Abraham

Malam yang indah di kediaman Bu Asri telah terlewati dengan penuh kebahagiaan  bagi ketiga pria yang ada di sana. Malam itu Zain tidur di kamar milik Kinanti. Potret wajah ayu yang dihiasi senyuman khas Kinanti terpajang di dinding kamar tersebut. Zain terus mengamati foto itu sembari melepas kerinduan dirinya yang telah lama tidak melihat wajah ayu itu lagi. "Semoga aku bisa menemukan mu, sayang!" Ucap Zain dalam hati, sembari mengusap pigura tersebut. Air mata kerinduan pun tak dapat dibendung oleh Zain. Kenangan bersama sang kekasih kembali teringat dalam benaknya.  Dalam hatinya pria ini berjanji akan benar-benar mencari sang kekasih dengan usahanya sendiri. Ia yakin cinta akan menunjukkan jalan pulang bagi cinta mereka berdua. Sejauh apa pun kehidupan berusaha memisahkan mereka, namun takdir akan membawa mereka bersatu kembali. Begitulah harapan Zain Abraham. *** Sayup suara adzan subuh terdengar dari surau yang ada di dekat rumah Bu As
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status