"Tuan, terima kasih atas undangan makan siangnya. Semoga perjalanan Tuan Zain berjalan lancar dan membuahkan hasil," ucap Lala seusai makan siang.
Wanita yang menjadi sahabat baik Kinanti saat bekerja di cafe itu beranjak berdiri dari duduknya. Menyalami Zain dan juga Irfan namun tidak kepada Alex. Lala sengaja mengabaikan pria di depannya karena selalu membuatnya kesal tiap kali bertemu.
"Lex, tolong antar Lala pulang! Biar aku kembali ke kantor bersama Irfan. Nanti kamu langsung saja menyusul ke rumah Bu Asri."
Lala seketika membulatkan kedua maniknya serta ternganga, "Hah? Pulang bersama kulkas?" Pekiknya.
"Awas kalian nanti berjodoh ya! Ha ha ha," kelakar Zain kembali menggoda Lala.
Alex terlihat malu-malu, pria yang selalu bersikap cuek terhadap wanita tiba-tiba di hadapan Zain wajahnya memerah.
"Baik Tuan!" Sahut Alex bangkit dari duduknya. Membuang muka terhadap Lala rival debatnya. Berusaha mengurangi kecanggungan di meja
Malam yang indah dengan dihiasi sinar bulan purnama semakin menambah keindahan desa kelahiran kekasih CEO Zain Abraham. Sebuah desa yang masih terjaga kelestarian serta keasriannya. Udara sejuk yang belum terjamah polusi, pepohonan serta sawah nan hijau yang menghampar luas semakin menampakkan keindahannya.Sebuah taksi yang ditumpangi Zain beserta Irfan baru saja berhenti tepat di depan halaman rumah Bu Asri. Dua orang pemuda terlihat turun bersamaan dari taksi tersebut. Zain mengeluarkan tiga lembar uang ratusan dan memberikannya kepada supir taksi tersebut."Tuan, uangnya lebih," ujar supir taksi.Zain dan Irfan yang baru membalik badan menoleh kembali, "Ambil buat Bapak saja!" jawab Zain sopan.Terlihat wajah bahagia terlukis dari supir taksi tersebut. Kemudian berlalu pergi meninggalkan halaman rumah bu Asri."Assalamualaikum, Ibu, Irfan pulang. Lihatlah Irfan datang bersama siapa Bu!" Teriak Irfan antusias."Waalaikumussalam, wah
Malam yang indah di kediaman Bu Asri telah terlewati dengan penuh kebahagiaan bagi ketiga pria yang ada di sana. Malam itu Zain tidur di kamar milik Kinanti. Potret wajah ayu yang dihiasi senyuman khas Kinanti terpajang di dinding kamar tersebut. Zain terus mengamati foto itu sembari melepas kerinduan dirinya yang telah lama tidak melihat wajah ayu itu lagi. "Semoga aku bisa menemukan mu, sayang!" Ucap Zain dalam hati, sembari mengusap pigura tersebut. Air mata kerinduan pun tak dapat dibendung oleh Zain. Kenangan bersama sang kekasih kembali teringat dalam benaknya. Dalam hatinya pria ini berjanji akan benar-benar mencari sang kekasih dengan usahanya sendiri. Ia yakin cinta akan menunjukkan jalan pulang bagi cinta mereka berdua. Sejauh apa pun kehidupan berusaha memisahkan mereka, namun takdir akan membawa mereka bersatu kembali. Begitulah harapan Zain Abraham. *** Sayup suara adzan subuh terdengar dari surau yang ada di dekat rumah Bu As
Haneeda Internasional... Pesawat yang ditumpangi Zain akhirnya mendarat dengan selamat di bandara Haneeda Tokyo Japan. Sebuah negara yang terkenal dengan julukan negeri sakura. Seorang pria dengan papan nama ditangan tengah berdiri di antara kerumunan para penjemput penumpang pesawat yang baru saja keluar dari ruang kedatangan. Zain berjalan dengan penuh wibawa menuju si empunya papan nama. Keduanya lalu berjabat tangan dan berkenalan, "Zain Abrahan!" "Raihan!" Ucap si penjemput perwakilan dari perusahaan yang bekerja sama dengan Zain Abraham. Zain mengikuti langkah Raihan menuju parkiran di mana seorang sopir telah siap membawa mereka menuju hotel. Tempat Zain akan tinggal di sana selama beberapa hari. "Ini kunci kamar Tuan Zain, silahkan beristirahat. Sampai jumpa nanti malam di jamuan makan malam bersama CEO kami," ucap Raihan menyerahkan sebuah kunci kamar hotel. "Terima kasih, senang bertemu dengan Anda," balas Zain membungkukkan
Jam acara makan malam antara Hasnan dengan kliennya pun tiba. Pria kelahiran Batak itu bersiap bersama Raihan untuk pergi ke sebuah restoran. Tempat di mana ia telah mengadakan janji temu di sana. Begitupun dengan Zain Abraham, malam itu ia juga tampak siap untuk pergi ke restoran yang telah disiapkan oleh Hasnan. Restoran yang terletak di hotel tempat ia menginap. Dengan gagahnya kedua pria yang sama-sama mencintai Kinanti itu bertemu dan bersalaman. "Selamat malam, Tuan Hasnan! Perkenalkan, saya Zain Abraham," Zain bersalaman memperkenalkan diri. "Hasnan Manik!" Keduanya duduk dalam satu meja, sementara menunggu sang pelayan datang mengantar pesanan kedua pria itu pun saling berbincang dan mengobrol masalah kerja sama yang akan mereka jalin sebentar lagi. "Tuan Hasnan adalah pengusaha muda yang sukses dan telah banyak menyabet banyak penghargaan. Bisa tolong Anda jelaskan kenapa Tuan memilih saya sebagai partner bisnis!" "Singkatnya
Zain sudah tidak sabar lagi untuk bertemu apa yang baru saja dilihatnya. Pria itu mempercepat langkah mengekor di belakang Raihan, menuju kantor eksklusif. "Ting....!" Suara lift yang baru saja mereka lalui. "Ini adalah kantor eksklusif perusahaan kami Tuan. Silahkan Tuan lihat, barangkali apa yang Anda cari ada di dalam!" Tukas Raihan mempersilahkan. Saat memasuki ruangan yang sangat elegant dekorasinya, serta suasana yang sangat hening. Netra Zain kembali nyalang mencari ke sana kemari sosok yang dia lihat tadi. Satu per satu meja ia datangi, namun wajah mereka tidak membuatnya puas. Karena semua meja yang ada orangnya, ternyata bukanlah sosok yang dia cari. "Apa tadi hanya ilusi ku saja?" Batin Zain kecewa. Raihan yang berdiri di sudut ruangan menatap tingkah Zain, menyunggingkan sebuah senyuman. "Mau anda cari sampai kapan pun, Nona Kinanti tidak akan pernah anda temukan di sini," batin Raihan. *** Flash back On....
"Tolong bawa aku pergi jauh dari kota ini!" Hiba Kinanti dengan tatapan pasrah kepada pria di sampingnya yang tengah mengendarai mobil."Kenapa mendadak kamu berkata seperti itu?" Sahut Hasnan sedikit melirik wanita di sebelahnya."Bisa kah kamu melakukan nya tanpa bertanya kenapa, mengapa?"Seketika Hasnan tak bergeming sepatah kata pun. Ia tahu apa yang sedang dialami oleh wanita di sampingnya tersebut, meski ibu satu anak itu enggan menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi."Baiklah!" Ujar Hasnan singkat.Setelah melewati jalanan membelah kemacetan, mobil Hasnan akhirnya tiba juga di apartemen Kinanti. Dan wanita itu segera turun dari mobil bergegas masuk ke dalam. Sementara pengasuh sang putra yang terlihat kaget karena majikannya tiba tiba datang dalam keadaan bersedih. Merasa kebingungan."Nyonya kenapa?" Tanya pengasuh Brizam."Dia hanya sedang kurang enak badan, Bu," jawab Hasnan yang baru masuk. Sementara Kinanti
"Katakanlah!" Balas Kinanti, yang kini menatap lekat netra Hasnan."Apa kamu bisa berjanji untuk tidak marah terhadapku?" Imbuh Hasnan, dibalas anggukan oleh Kinanti."Apa kamu tahu siapa rekan bisnis yang pernah aku ceritakan waktu itu?" Kinanti kembali menggeleng."Dia!" Tukas Hasnan singkat."Maksud nya, dia?" Kini berganti membola kedua manik Kinanti."Iya, rekan bisnis ku adalah dia, ayah biologis Brizam, kekasih mu!"Bagai disambar petir kepala Kinanti saat itu, kala mendengar nama pria yang disebut oleh atasannya."Jadi, sekarang dia ada di kota ini?" Imbuhnya kembali panik."Iya benar, apa kamu tahu alasan mengapa Raihan menyuruhmu ke ruangan ku lewat tangga darurat di belakang?"Wanita yang tengah cemas di samping Hasnan itu, semakin menyimak cerita Hasnan."Apa alasannya? Katakanlah!" Raut tidak sabar kian terpancar dari wajah ibu satu anak tersebut, rasa dag dig dug bercampur jadi satu menun
Seusai makan malam, Kinanti, Raihan, dan Hasnan tengah duduk di ruang tamu. Di sana ketiganya kembali bercerita tentang kedatangan Zain Abraham beserta kepanikan dia tadi siang yang bagaikan orang gila. Kesana kemari mencari Kinanti. Bahkan bertanya pada hampir setiap karyawan yang ada di gedung EKsekutif, namun sayang tidak satu pun yang mengetahui bahwa yang dimaksud pria itu adalah Kinanti."Lantas, apa sekarang masih ingin pergi?" Tanya Hasnan memastikan keinginan wanita yang tadi siang meminta dirinya untuk membawa pergi jauh.Kinanti terdiam dengan pertanyaan dari Hasnan. Iya benar tadi siang saat dia syok mendapat pesan dari sang adik, ia ingin pergi sejauh mungkin untuk menghindar. Namun setelah mendengar penjelasan serta kebenaran dari sang atasan. Ibu satu anak itu tampaknya, isi otaknya kini telah berubah. Dan mengurungkan niatnya."Jika takdir berniat mempertemukan kita, suatu saat nanti, itu mungkin karena cinta tahu kemana tempatnya berpulang kemba