Home / Romansa / Telanjur Cinta / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Telanjur Cinta: Chapter 61 - Chapter 70

83 Chapters

61. Pengkhianatan Tara

Acara lamaran Nasya berjalan dengan lancar. Keluarga Tara sudah kembali ke rumah dari sejam yang lalu. Adikku Nasya dan ibunya terlihat amat bahagia.Wajah tirusnya terlihat semringah sepanjang acara lamaran tadi. Bahkan sorot matanya terlihat begitu hidup. Bibirnya telah kembali berceloteh. Dan aku senang melihatnya."Kenapa sih Paman iseng ngeledekin Mbak Kiara? Kan orangnya jadi sewot dan walk out sebelum acara berakhir," tegur Nasya pada Paman Hasan.Kami tengah berbenah membersihkan piring-piring dan gelas kotor yang menumpuk di meja bersama Ibu, serta Ibu Maryam. Sementara Paman dan Kak Sabiru sedang menggulung karpet yang baru saja dipakai. Acara lamaran tadi memang sengaja dilakukan secara lesehan."Kata siapa Paman iseng?" sahut Paman Hasan santai. Kini lelaki itu menggotong karpet itu di pojok ruangan. "Paman bersungguh-sungguh ingin menikahi Kiara," lanjutnya tenang.
Read more

62. Pengantin Pengganti

"Tara kabur dari rumah," jawab Kiara dingin."Apaaah?!" Aku dan Kak Sabiru memekik kaget. Mata kami saling berpandangan. Sama-sama terperanjat mendengar laporan Kiara."Key, jangan bercanda kamu! Ini lagi genting. Bapak penghulu bisa sewot," gertak Kak Sabiru mulai terlihat gemas."Untuk apa aku bercanda? Gak ada untungnya."  Suara Kiara tidak kalah gemasnya. "Subuh tadi masih ada. Tara izin ke luar rumah untuk jamaah salat Subuh di masjid. Tapi ... Setelah itu itu dia nggak balik rumah. Kami sudah mencarinya kemana-mana, Biru," terang Kiara dengan suara tergetarnya. "Kinara bahkan mencari ke kos-kosannya yang ada di Bogor, tapi hasilnya nihil.""Astaghfirullahaladzim!" Kusebut nama Allah saking kekinya dengan kelakuan Tara"Tara ... Tara kabur dari rumah, Kak?"Sontak aku dan Kak Sabiru berpaling ke sumber suara. Tamp
Read more

63. Pernikahan Nasya

Berkat bujuk rayu dari Zayn dibantu Paman Hasan dan juga Om Johan, Bapak penghulu mau bertahan. Lelaki dengan peci hitam itu menyuruh bisa untuk menghafalkan lafal ijab qobul. Sementara di kamar, riasan Nasya yang sudah luntur karena tangis kembali dipoles."Kenapa nama Nasya panjang banget sih, Bir?" keluh Reza pada Kak Sabiru. Wajahnya terlihat malas. Mulutnya bolak-balik mendesah.Aku dan Kak Sabiru yang duduk tidak jauh darinya hanya mampu saling lempar senyum."Semangat, Bro!" Kak Sabiru menyemangati seraya menepuk pelan pundak sang kawan."Ananda Nasya ... Nadhira Ghani Halimaya Qodira." Reza membaca catatan di secarik kertas yang ia pegang. "Apa sih artinya?" tanyanya pada suamiku."Entahlah. Mana kutahu. " Kak Sabiru mengendikan bahu."Artinya Nasya itu anak dari Ibu Halimah dan Ayah Abdul Qodir." Aku menggantikan Kak Sabiru menjawab dengan asal."
Read more

64. Pengakuan Tara

Nasya! Kenapa kamu tega melakukannya?!" gertaknya penuh amarah. "Kenapaaa?" Jeritan Tara begitu menghebat. Pemuda itu mengguncang tubuh Nasya keras. Kami semua ternganga melihat kedatangan Tara. Tidak menyangka jika pemuda itu berani menampakkan batang hidungnya. Dan yang membuat kami mengernyit heran, Tara berkoar-koar marah. Seolah dia adalah korban yang teraniaya. "Maksud kamu apa, Tara?" tanya Nasya sedih sekaligus bingung.  Sementara Reza di sebelahnya hanya mampu terdiam. Bapak Penghulu yang tidak paham dengan permasalahan terbengong-bengong melihatnya. Beruntung dengan sigap Paman Hasan dan Om Johan mengajak bapak itu berlalu. "Sudah kuikhlaskan untuk menerimamu apa adanya. Tapi kamu justru membalasnya dengan cara seperti ini?" Mata Tara menatap Nasya dengan sedih. "Apa yang kamu impikan sudah kupenuhi walau itu memakai uang Reza, tapi-" 
Read more

65. Bukti Dari Tara

"Kalian ingin tahu apa bukti itu?" tanya Tara santai. Tentu saja semua orang yang ada di situ antusias mengangguk. Mata kami tanpa kedip menatap gerak-gerik Tara. Bibir Tara tersungging senyum samar, sedangkan Reza mengalihkan pandangan dengan terus mengusap tengkuknya. Bagai adegan film slow motion, Tara mengambil kembali ponsel jadul tersebut. Jempolnya bergerak lincah memencet keyboard.  "Baca nih, Bang!" Masih dengan mengulas senyum, Tara mengangsurkan ponsel pendek berwarna hitam itu pada Kak Sabiru. Tanpa membuang waktu lagi, Sabiru lekas membaca bunyi SMS pada ponsel jadul tersebut. Sengaja pria yang hari ini terlihat sangat menawan dengan kemeja batik mega mendung itu membaca cukup lantang. Tujuannya agar didengar oleh semua orang. [Gunakan kepandaianmu untuk menguras isi saldo Tara!] [Jangan samp
Read more

66. Malamnya Nasya

"Jangan sentuh aku! Aku bilang menjauuuh!" Terdengar Nasya berseru.Aku dan Kak Sabiru saling berpandangan. Ketika aku hendak turun dari ranjang, tangan Kak Sabiru mencekal. Lelaki itu menggeleng serius."Itu bukan urusan kita." Kak Sabiru memerintah sambil menarik lenganku agar kembali didekapnya."Tapi, Kak, Nasya-""Stt!" Kak Sabiru meletakan telunjuknya di bibirku. "Mending kita bikin adiknya Keanu aja, yuk!" bisiknya disertai cengiran nakal."Apaan sih?!" Walau bibir menolak, tetapi hati berbunga juga.Maklum hampir sepuluh hari kami disibukkan dengan urusan pernikahan Nasya. Makanya wajar jika malam ini Kak Sabiru minta pelayanan batin. Entahlah ... sebenarnya aku sungguh lelah malam ini. Namun, aku tidak ingin dilaknat semalam suntuk oleh para malaikat hanya karena menolak permintaan suami.Ketika bibir Kak Sabiru tengah mengendus leherku, suara Nas
Read more

67. Riri si Sengak

"Riri?" Aku dan Kak Sabiru bergumam bersamaan.Kami saling menoleh. Beberapa warga yang menggerombol memberi jalan pada kami untuk mendekati Riri. Sementara Riri masih merintih sambil terus meniupi sikutnya yang berdarah.Hatiku sedikit merasa lega karena Riri kelihatannya tidak begitu parah. Helm bogo warna cokelat tuanya masih menaungi kepalanya. Lengan kemeja yang sengaja ia gulung membuat lecet-lecet di sekitar pergelangan tangan. Namun, suara desisan terus ke luar dari mulutnya."Bagaimana keadaanmu?" tanya Kak Sabiru dengan tenang. Sementara aku diam berdiri di sampingnya."Ohhh ... jadi mobil kalian yang menyerempet aku?!" ketus Riri dengan mendelik geram. "Pake nanya keadaan lagi. Sakit, tahu!" Kali ini penuh dengan bentakan. "Awww ... perih!"Kok jadi lebay begini? Perasaan tadi Riri wajar hanya merintih kesakitan. Kenapa mendadak meraung-raung kesakitan. Seakan tengah mencari sim
Read more

68. Kelakuan Reza

"Nasya?!""Kak Bila." Gadis itu langsung memelukku dan menangis. "Izinkan malam ini aku menginap di sini, aku mohon," pintanya sedih."Iya, tapi kenapa?" tanyaku bingung usai mengurai pelukan. "Kenapa sendiri? Ke mana Reza?"Nasya tidak menjawab. Bibirnya hanya mencebik menahan ledakan tangis."Sudah ... ayo kita masuk!"Kubimbing Nasya masuk ke rumah. Bajunya telah lembap. Hanya basah di beberapa tempat. Dia hanya mengenakan dress selutut bunga-bunga yang ditutup dengan sweater. Tas kecil selempang disandangnya."Ganti bajumu nanti kamu flu!" suruhku begitu kami memasuki rumah, "habis itu kita makan malam bersama, ya!" lanjutku penuh kelembutan."Iya." Nasya menjawab singkat.Tanpa berbicara lagi dia lekas menuju kamarnya yang biasa ia tempati dulu. Masih ada sisa-sisa pakaiannya yang tertinggal di di lemari."Siapa yang
Read more

69. Nasya yang Malang

(POV Nasya)Serangan dari Mas Reza yang begitu mendadak membuat Tara tersungkur. Tidak puas sampai di situ, lelaki yang baru beberapa hari ini sudah resmi menjadi imanku, gegas menarik lengan Tara. Ketika tangannya ingin menggampar Tara, aku dan Kak Nabila berteriak."Mas Reza apa-apaan sih?!" Aku berteriak kesal. Sementara Kak Nabila berdiri di depan Tara. Berusaha menjadi perisai bagi mantanku itu."Kamu yang apa-apaan?!" Mas Reza memutar balik pertanyaan. Matanya memandangku sengit, lalu beralih nyalang saat mendelik Tara.Saat Tara berniat untuk membalas atas perlakuan Reza, Kak Nabila menghalangi."Sudah ... Tara! Cukup!" Kak Nabila mengganduli lengan pemuda yang pagi ini masih terlihat santai itu."Tapi, Reza brengsek itu keterlaluan, Mbak Bila." Tara berujar dengan kesal, "seenaknya saja dia main pukul.""Karena lu emang pantes dipu
Read more

70. Musibah Nasya

(POV Nasya)"Kenapa menangis?" Mas Reza bertanya.Kami masih di bawah selimut yang sama. Pria itu menyeruak di ceruk leher. Mengecupi tengkukku dengan lembut. Tangannya pun mendekap erat.Aku yang tidur memunggungi hanya sanggup terdiam. Rasa sedih bercampur marah yang tertahan membuat air mata ini luruh begitu lancar."Aku tanya kenapa kamu menangis, Sya?" Masih dengan suara lembut nan serak Mas Reza mengulang pertanyaan. Bibirnya tidak berhenti menyapu pundakku yang terbuka. Ketika mengibas, dia justru erat mendekap. "Kamu gak rela aku sentuh?" Kini Mas Reza membalik badanku. Tangannya membingkai wajahku agar mau membalas menatapnya. "Jawab, Sya!" Kali ini suaranya menekan."Aku ... istrimu, tentu saja rela, Mas. Hanya saja--""Apa?" Mas Reza menyela cepat."Aku tidak mau menanggung dosa lagi, Mas. Hiks!" Air mataku kembali berderai, "cu
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status