Beranda / Romansa / Telanjur Cinta / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Telanjur Cinta: Bab 41 - Bab 50

83 Bab

41. Terbongkar

(POV Sabiru)Tingkah aneh adik-adik Kiara semakin menjadi. Kinara dan Amara bagai cacing kepanasan. Mereka bergerak-gerak tidak jelas. Merasa kegerahan di ruangan bertemperatur rendah seperti ini."Aku mau ke kamar mandi!" seru Amara menggelegar. Gadis itu tampak begitu seksi selepas melepas blazer putih yang ia pake dari rumah. Kini ia hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih ketat setinggi pusar. Secepat kilat dia berlari menuju toilet dalam resto ini. Bahkan sampai menabrak pengunjung lain yang berpapasan dengannya."Aku juga ah!" Kinara ikut bangkit dari duduknya. Dia pun terbirit menyusul adiknya ke toilet.Aku menggeleng heran.Ada apa dengan mereka? Kenapa adik-adik Kiara bertingkah aneh seperti ini?Kinara jauh lebih memalukan lagi. Urat nadinya seolah sudah putus. Gadis yang sehari-hari tampak kalem bahkan cenderung agak jutek s
Baca selengkapnya

42. Semua Membenci Kiara

(POV Sabiru)"Apa? Apa yang mesti kulakukan sekarang?" tanyaku putus asa. Kedua bocah itu mematikan ponselnya. Kusugar rambut ini dengan frustasi. Kenapa jadi rumit seperti ini?"Tenang, Biru! Aku akan melacaknya."  Omongan Reza sedikit menyejukkan. Pasalnya aku tahu kalau Pemuda itu ahli di bidang otak-atik perangkat. Reza lantas mengeluarkan ponsel pintarnya dari dalam saku kemeja. "Kamu hapal email Tara atau adikmu?" tanya dia serius."Aku mana hapal," sahutku jujur. Seketika hatiku kembali down. "Kamu hapal gak, Key, email adikmu?" tanyaku mengalihkan pandangan dari Reza ke Kiara."Enggak," jawab Kiara lemah."Wahhh ... susah kalau gitu!" Reza menukas, "masalahnya hape mereka mati," lanjutnya serius. Kami semua terdiam. Larut dalam kebingungan. "Ya udah cari di media sosial. Apa nama IG Tara?" Reza kembali bertanya.
Baca selengkapnya

43. Nasib Nasya

(POV Nabila)Kiara. Wanita itu tiba-tiba saja mengundang aku dan Kak Sabiru beserta Nasya untuk makan-makan. Dengan alasan merayakan keberhasilannya mampu melangkah. Juga gajian pertamanya Tara.Tentu saja ajakannya ditolak oleh Kak Sabiru. Karena kami memang akan menghabiskan waktu berdua saja. Couple time bahasa kerennya. Terlebih semenjak menikah ulang kami sangat jarang pergi berduaan. Momong badan istilahnya. Sekalian mengulang moment-moment indah kami.Makanya hari ini, Ibu sengaja kuundang ke rumah. Wanita itu akan kumintai tolong untuk menemani Keanu barang sebentar selama kami ke luar mencari angin.Raut wajah sedih Kiara saat mendengar penolakan dari Kak Sabiru membuatku iba. Aku tahu dia kecewa. Dan aku tak mau membuatnya bersedih. Walau dia kerap kali sering membuat jengkel. Namun, gadis itu sudah cukup menderita. Ditinggal mati oleh tunan
Baca selengkapnya

44. Ada Apa dengan Nasya?

Kami tiba di rumah sakit saat pukul sembilan malam. Tidak banyak pengunjung. Alhamdulillah ... jadi tidak perlu menunggu terlalu lama.Ketika masuk ruang praktik dokter, aku langsung diperiksa. Tekanan darahku rendah. Juga banyak kekurangan cairan. Dokter menganjurkan agar rawat inap. Aku butuh diinfus katanya.Saat aku menolak dengan memilih rawat jalan, dokter tidak mengizinkan. Kata dokter keadaanku cukup lemah. Jika memaksa pulang setidaknya menunggu sampai tensi darah kembali normal. Akhirnya, mau tidak mau aku harus menginap di rumah sakit.Kak Sabiru memilihkan kamar kelas satu. Ruangannya cukup nyaman karena hanya ditempati sendiri. Tubuhku terbaring di ranjang rumah sakit dengan selang infus menancap di pembuluh darah Vena yang terdapat di punggung tangan.Ketika Kak Sabiru menyuruhku untuk beristirahat, aku menggeleng. Mata ini sulit untuk dipejamkan. Otakku melayang terus memikirkan nasib Nasya.
Baca selengkapnya

45. Nasya yang Aneh

Nasya tidak juga mau membuka pintu kamarnya, walau sudah berulang kali kuketuk. Bahkan sampai matahari condong ke arah barat, gadis itu tidak juga menampakkan diri. Sebagai seorang kakak tentu saja aku merasa khawatir.  Nasya tidak pernah sesedih ini. Dia anak yang selalu ceria dan ceplas-ceplos. Karena sejak kecil selalu dimanja Ayah dan Ibunya. Berbeda denganku yang dulu kerap kali mendapat perlakuan yang berbeda. Nasya baru mau memperlihatkan batang hidungnya, setelah adzan magrib berkumandang. Itu pun cuma sebentar untuk membersihkan badan. Setelah itu dia kembali mengurung diri di kamar.  "Sya, ke luarlah! Kita makan malam bersama!" ajakku saat malam kian beranjak. Tanganku tidak henti mengetuk pintu kamarnya. "Aku gak ikut makan malam, Kak. Gak lapar." Suara Nasya terdengar serak dari dalam kamarnya. Bertanda dia habis menangis lama. 
Baca selengkapnya

46. Kejutan Dari Nasya

Waktu berlalu dengan cepat. Satu purnama pasca putusnya hubungan Nasya dengan Tara, adik-adiknya Kiara jarang sekali berkunjung. Bahkan bisa dikatakan hampir tidak pernah lagi.Apalagi aku pernah mengharamkan kaki Kiara menginjak rumah. Hanya Rani saja yang sesekali mau main ke rumah. Meski begitu, justru Kak Sabiru yang menyambangi rumah mereka. Lelaki itu tetap berlaku baik kepada keluarga Kiara.Kak Sabiru masih menyantuni adik-adik Kiara. Membantu biayai pengobatan Tante Santi. Serta membayar gaji Rani.Aku sendiri tidak begitu mempermasalahkan. Karena memang sudah selayaknya kita saling membantu. Terlebih lagi Tante Santi sudah menjaga Kak Sabiru seperti anaknya sendiri sedari kecil.Kembali lagi kepada Nasya. Walau sekarang tidak seceria saat berpacaran dengan Tara, tetapi senyum gadis itu telah kembali. Hanya saja akhir-akhir ini kuperhatikan Nasya jadi sedikit pucat. Sering mengeluh pusing dan tida
Baca selengkapnya

47. Fitnah

Aku dan Tara refleks menoleh ke arah Nasya. Meminta penjelasan pada gadis itu. Ingin kudengar Nasya membantah ucapan dokter cantik dengan name tag Dewi itu. Namun, asaku tidak terkabul. Karena kenyataannya Nasya hanya membisu tanpa berkata apa-apa.Mata Tara pun tidak lepas menatap sang mantan kekasih. Gurat kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. Apakah itu pertanda jika memang bukan Tara ayah dari janin yang dikandung oleh Nasya?Walau begitu, pemuda itu juga manggut-manggut patuh, saat dokter memberikan beberapa nasihat padanya. Tara juga menurut kala dokter mengharuskannya menjadi suami siaga untuk Nasya.Nasya sendiri terus saja terdiam ketika mendengar dokter menjelaskan tentang kehamilannya. Dia akan membuang muka saat ditatap olehku ataupun Tara. Mulutnya tetap terkunci rapat. Sesekali hanya terdengar helaan napasnya yang tampak begitu berat. Sampai kami meninggalkan ruangan praktik, Nasya setia bungkam.
Baca selengkapnya

48. Siapa Pelakunya?

(POV Sabiru)Hari yang sial! Bahkan teramat naas. Bagaimana aku tidak mengumpat demikian? Di saat pulang ke rumah dengan keadaan badan lelah. Pikiran yang penat karena banyak hal yang harus dikerjakan. Sampai rumah bukannya mendapatkan perlakuan manis dari istri, justru aku malah mendapat fitnah yang sangat keji.Bukan dari Nabila istriku. Melainkan ... Nasya. Gadis kecil itu ... adik ipar yang sudah dianggap layaknya saudari kandung sendiri. Gadis kampung yang telah aku hidupi hampir setahun ini. Bahkan kubiayai kuliahnya tega melemparkan kotoran ke wajah.Tidak ada angin dan tidak ada hujan Nasya menuduh, jika akulah lelaki penyebab kehamilannya. Aku yang baru saja pulang dari kantor tentu saja kaget bukan kepalang mendengar tudingannya. Di depan Nabila, Tara, dan juga Keanu, gadis tengik itu membeberkan kebejatan yang telah kuperbuat sesuai imajinasinya.Tadinya kupikir mereka bertiga t
Baca selengkapnya

49. Paman Hasan

(POV Sabiru)Malam ini kuputuskan untuk menginap di rumah Om Johan. Tidak enak menolak tawaran dari Tante Mirna. Lagian pulang ke rumah juga percuma. Sepi. Tidak Nabila maupun Keanu.Seperti biasa, jika menginap di rumah Om Johan, aku menempati kamar almarhum Tama. Kedua tangan kujadikan bantalan. Mencoba untuk melelapkan diri.Sayangnya sampai malam merambat larut, mataku belum mau diajak tidur. Pikiran ini selalu tertuju terus pada istri dan anak. Terutama Nabila. Sedih ... kenapa dia mau termakan fitnah keji yang dilontarkan oleh Nasya.Di lain sisi, otakku juga terus berputar. Memikirkan analisis dari Om Johan. Menerka siapa pelaku penabur benih pada rahim Nasya. Jujur ... hampir setahun tinggal bersama, mana pernah aku dan gadis itu bicara masalah pribadi.Bukan urusanku Nasya mau menjalin hubungan dengan siapa. Tugasku tidak lebih dari memberi perhatian sebagai seora
Baca selengkapnya

50. Sanggahan

"Aku harus menyusul Nabila," putusku yakin. Kuraup kunci mobil yang tergeletak di meja."Mau ke mana kamu? Kita belum menyelesaikan masalah ini," cegah Zayn melihatku berdiri bangkit."Aku mau menemui Nabila," jawabku santai, "sudah kutemukan jawabannya.""Maksudnya ... kamu sudah tahu siapa pria yang telah menghamili Nasya?" Pertanyaan bernada penasaran dari Zayn kutanggapi dengan anggukan mantap. "Siapa?" tanya dia kian penasaran.Kuabaikan pertanyaan dari Zayn. Langkahku melesat cepat menghampiri mobil yang sudah terparkir rapi bersisian dengan mobil kepunyaan Zayn. Tanganku cekatan menyalakan mesin, lalu tancap gas melajukan kendaraan ke rumah Ibu mertua.Dari kaca spion terlihat mobil Zayn mengikuti. Aku menghembus napas. Semoga keikutsertaan Zayn ke rumah Ibu tidak kian memperkeruh suasana.Tepat lima belas menit mobilku telah sampai di kompleks rumah Ibu. Ketika aka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status