Home / Romansa / Telanjur Cinta / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Telanjur Cinta: Chapter 71 - Chapter 80

83 Chapters

71. Musibah Nasya

(POV Nasya) "Kenapa menangis?" Mas Reza bertanya. Kami masih di bawah selimut yang sama. Pria itu menyeruak di ceruk leher. Mengecupi tengkukku dengan lembut. Tangannya pun mendekap erat. Aku yang tidur memunggungi hanya sanggup terdiam. Rasa sedih bercampur marah yang tertahan membuat air mata ini luruh begitu lancar. "Aku tanya kenapa kamu menangis, Sya?" Masih dengan suara lembut nan serak Mas Reza mengulang pertanyaan. Bibirnya tidak berhenti menyapu pundakku yang terbuka. Ketika mengibas, dia justru erat mendekap. "Kamu gak rela aku sentuh?" Kini Mas Reza membalik badanku. Tangannya membingkai wajahku agar mau membalas menatapnya. "Jawab, Sya!" Kali ini suaranya menekan. "Aku ... istrimu, tentu saja rela, Mas. Hanya saja--" "Apa?" Mas Reza menyela cepat. "Aku tidak mau menanggung dosa lagi, Mas. Hiks!" Air mataku kembali berder
Read more

71. Aku Benci Reza

(POV Nabila)PRANK!Suara benda kaca jatuh membuat aku terjingkat. Belum lagi petir di langit sana terdengar begitu menggelegar. Membuat Keanu yang baru saja terlelap terbangun. Bayi itu menangis takut. Namun, setelah aku puk-puk lembut, dia kembali merajut mimpi.Penasaran benda apa yang terjauh, aku ke luar kamar. Hari masih sore, tetapi awan mendung hitam membuat suasana menjadi gelap. Hujan pun tidak bisa terelakkan.Mataku terbeliak, melihat frame foto pernikahan yang tergantung di dinding ruang keluarga hancur berkeping-keping. Hati-hati sambil menjinjit aku mendekati foto itu. Takut terkena serpihan beling.Dalam gambar tersebut Ibu dan Paman Hasan berdiri tepat di sebelah kananku. Sementara Nasya dan Ibu Halimah, tegak di samping kiri Kak  Sabiru."Aduuuh!"Telunjuk ini terkena serpihan kaca saat kupunguti pecahan frame terseb
Read more

72. Riri Si Licik

Kami sudah sampai di rumah sakit. Nasya tentu saja masuk ke ruang IGD. Di luar aku dan Tara menunggu dengan perasaan tidak menentu. Kami sama-sama menunduk menekuri lantai.Jika mulut ini merapal doa keselamatan untuk Nasya, aku yakin Tara pun pasti melakukan hal yang serupa. Aku percaya dia pemuda yang tulus mencintai Nasya. Kenapa bukan dia jodohnya? Walau satu keluarganya menyebalkan, tetapi Tara beda sendiri.Dia pemuda yang baik. Sangat menyayangi keluarganya. Makanya aku pernah tidak suka pada Tara saat dia membujukku untuk merelakan Kiara menjadi istri kedua Kak Sabiru.Perlahan kutengok pemuda yang hanya beda dua tahun lebih muda dariku itu. Mata Tara tampak terpejam. Tapi, mulutnya terlihat bergerak-gerak dengan tangan tengadah. Khas orang muslim yang tengah memanjatkan doa."Apa yang kamu panjatkan pada Allah, Tar?" tanyaku begitu Tara meraup mukanya."Tentu aku mau Nasya dan bay
Read more

73. Keputusan Nasya

"Tunggu!" Riri menahan. "Kalo Mas Reza pergi menjenguk Nasya, berarti Mas Sabiru stay di sini untuk gantiin dia," tuntutnya licik.  Aku ternganga mendengar tuntutan tidak masuk akal dari Riri. Dasar gadis gila! Bisa-bisanya dia meminta suami orang untuk menemaninya. "Sudah jangan dengarkan dia! Ayo kita pergi sekarang juga!" ajak Kak Sabiru mengabaikan permintaan Riri. Lelaki menarik lenganku menuju pintu. Reza pun bergerak mengikuti kami. "Stop! Aku bilang berhenti!" Riri berteriak kencang. Gadis itu melepas paksa selang infus pada lengannya. Lalu melompat dari sofa dan gegas berlari menuju pintu keluar. Tangannya merentang bermaksud menghalangi kami. "Jangan sampai aku berbuat nekat." Kini ia mengancam tegas. "Kamu gila, ya!" Aku yang mulai terpancing emosi akhirnya mengumpat kesal. "Jiwamu sakit, Ri. Periksa ke dokter gih! Mumpung
Read more

74. Debat

"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks
Read more

75. Hari yang Sial

"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini? Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
Read more

76. Sehari Bersama Zayn

Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
Read more

77. Maafkan Aku

Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Read more

78. Saling Memaafkan

Sambil menunggu kepulangan Kak  Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal. Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.  Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi. Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.  B
Read more

79. Kiara Lagi

Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapan mupeng yang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status