Home / Romansa / JANGAN HINA AKU MANDUL / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of JANGAN HINA AKU MANDUL: Chapter 41 - Chapter 50

66 Chapters

BAB 41

 POV LUNA Aku sudah bisa kembali hidup dengan enak dan layak di rumah pemberian Tuan Aldi, tak lain bos dari mas Tama sendiri. Pria tampan berkelas  dan sangat sukses itu. Mungkin dia lupa padaku. Tapi aku tau dulu waktu jaman-jaman aku sering main di Club bersama Dion ia sering datangi Club walau hanya sekedar bersenang-senang atau bahkan Jajan wanita malam. Haaah Mudah-mudahan saja dia tak mengenaliku. Tapi sekarang itu bukan urusanku. Selama dia mau memberi kami pekerjaan masalah urusan pribadinya aku tidak mau ikut campur  aku salut sama mas Tama punya teman setampan dan sesukses itu juga ternyata, sempat berfikir kenapa aku terlalu bucin pada mas Tama waktu itu. Padahal andai aku bisa memanfaatkan pria sekelas mas Aldi aku pasti untung banyak. Tapi tak dipungkiri mas Tama juga pria yang baik mau membantuku keluar dari penjara. Dan membiayai kedua anak-anakku. Tapi bagaimana ya naluri kecil sekarang seakan tak temukan keb
Read more

Bab 42

 POV TAMA Aku kesal pada Luna, bisa-bisanya dia bikin onar di acaranya Arum, untungnya Hadi pria yang bijak. Kalau tidak bisa saja dia memaki dan mempermalukan kami didepan semua orang.  "Aku tak habis pikir denganmu Na, apa yang terjadi? Apa yang kamu katakan pada Hadi?" tanyaku tak habis pikir. Luna tampak masa bodoh dan tetap bungkam dengan wajah ringan tanpa beban.  "Luna!" bentakku di dalam mobil. Ziah karyawan resto yang aku ajak untuk menjaga Kenzi pun juga tampak terkejut.  "Apa sih mas? Berisik? Aku gak ngomong apa-apa kok. Hadinya aja yang kebawa emosi. Gak ada yang salah kok dengan ucapanku," gerutunya. Reflek aku berdesih. "Mas udah ya, kita gak usah bahas ini lagi. Kamu gak usah jadikan beban juga masalah barusan," tegasnya. "Ya tapi kan?" ucapanku terpotong karena
Read more

Bab 43

 Pov Resti **** Pagi berkunjung, karna menangis semalaman aku jadi terlelap hingga sang fajar datang. Sedikit aku gerakkan leherku melihat ke arah jendela, langit telah cerah walau terlihat berkabut karna biasan salju masih berterbangan di udara.  Trakt.. Bunyi pintu kamar terbuka. Reflek aku duduk melihat  Irfan datang membawakan aku segelas Coffe hangat dan sarapan siap saji. Sedikit ia sunginggkan senyum tipis dan mendekat padaku. Aku tak habis pikir dan melihat raut wajahnya lekat-lekat.  "Fan?" lirihku dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. Irfan menghenyak di samping tempat tidurku dan berkata.  "Ini sarapannya, kalau butuh apa-apa bisa minta tolong Inah, salah satu pembantu di sini yang orang Indo juga. Aku harus berangkat kuliah dulu." ujarnya, aku mendegup serek ke
Read more

Bab 44

 POV ALDI Ini sudah hampir dua tahun saat Resti pergi . Dan  sejak saat itu aku tidak punya semangat apapun lagi untuk hidup. Aku selalu ingat tamparannya yang keras dengan air matanya yang mengucur deras.Melihat itu aku sempatkan berjanji dihati bahwa aku tidak akan menikmati jalang-jalang manapun lagi. Air matanya seakan membuat aku sadar bahwa aku sangat beruntung mendapatkan cintanya. Dia sakit saat tau aku mendatangi wanita lain untuk membagi sentuhanku, air mata Resti sangat tulus yang tak pernah aku temukan pada wanita manapun walau wanita-wanita malam yang aku temui. Ataupun Tania sekalipun yang statusnya istriku. Sama sekali dia tak pernah mencemburui aku, dia memilih berkhianat dan main serong dengan pria lain. Resti dia gadis murni yang aku dapatkan. Tulus setia dan begitu mencintaiku. Namun dia pergi dengan salah paham ini. Hampir gila rasanya, selama ini aku be
Read more

Bab 45

POV RESTI Kesokan harinya, aku berencana mendatangi restoran cabangnya mas Tama sekarang. Aku sibuk mempersiapkan riasan di depan  Trakt...!  Pintu kamar terbuka, sedikit aku lirik Irfan yang berdiri di pintu dari pantulan cermin "Pagi Fan," sapaku. Pria itu tersenyum sembari mendekat.  "Kamu mau kemana tanyanya. Aku sedikit mengaplikasikan blass on ke pipi dan memasang lipstik mate yang natural. Walau begitu bisa aku lihat aku masih tampak elegan dan berkelas dengan gaya rambut panjang terurai dan sedikit bergelombang di ujung . Alis yang sudah rapi karna penyulaman dan dengan sentuhan bibir yang telah aku bentuk dengan operasi kecil, mungkin itu yang membuat sekarang aku tampak sedikit berbeda dengan Resti yang dulu. Tak tanggung-tanggung, Alice menghabiskan 30% dari honorku untuk perawatan kakak ipar Irfan itu, ditangan
Read more

Bab 46

POV RESTI  Setelah melepas mas Aldi pergi, aku kembali masuk dengan girang hati membawa satu buket bunga mawar merah. Aku tersenyum melihat bunga yang indah itu.  "Kamu kelihatan happy sekali?" tanya Irfan, sontak aku secepat kilat mengubah raut wajahku.  "Hmmm, tak apa sih Fan. Biasa aja," singkatku menghenyak diatas sofa di samping Irfan. Sahabatku itu sedikit mencibir dan mengatakan sesuatu di telingaku.  "Kamu terlihat sangat happy," bisiknya. Sedikit aku lirik dan menyunggingkan senyum hangat padanya.  "Ya aku sangat happy sekali...!" pekikku reflek memeluknya. Irfan bungkam saat aku menepuk-nepuk punggungnya. Kembali aku melihat wajah sahabatku itu dengan wajah yang berseri. "Dan apa kamu tau Fan, dia merindukan aku. Dia bilang. Dia mengingat seseorang saat melihatku,
Read more

Bab 47

 POV ARUM Aku kecewa pada mas Hadi, bisa-bisanya dia tak mempercayaiku. Dia bilang dia mencintaiku sepenuh hati. Tapi kenapa dia mencurigaiku seperti ini. Semenjak hari itu aku tidak mau bicara lagi padanya. Aku benci.  "Mama...!" panggil Caca, gadisku itu sekarang sedikit lebih tinggi dan mulai tumbuh besar sehingga dia bisa tertatih menggendong adeknya padaku.  "Sayang, kok kamu gendong Andra kesini, ntar dia jatuh," ujarku. Aku menyusul Caca untuk mengambil Andra dari gendongannya. Tampak dari luar kamar baby sitternya Andra bergegas mengikuti. "Maaf Nyah, Aku lalai hingga Caca membawa adiknya kesini." "Kamu fokus dong Bik, kalo Andra terjatuh gimana?" ujarku. Aku menoleh pada Caca. "Sayang, Caca jangan sering-sering gitu ya nak? Ntar dedek Andranya jatuh gimana?" tanyaku. Caca ha
Read more

Bab 48

 POV IRFAN Besok aku akan kembali ke London, entah kenapa berat saja rasanya hatiku meninggalkan Resti di Indonesia. Aku tidak biasa jika tidak melakukan aktifitas bersamanya, terlebih dia sekarang begitu dekat dengan ayanhya Arabela. Entah kenapa aku takut dia kembali bersama Aldi. Jujur aku masih mencintainya, namun saat aku mengenalkan Felicia waktu itu pada Resti, dia beranggapan bahwa aku telah melupakan segala perasaanku padanya. Dia menganggapku sahabat sejauh ini. Dari kamarku aku melihat Resti tampak mencari sesuatu di balik-balik sofa hingga karpet. Aku mengerutkan dahi dan mendekat.  "Kamu lagi cara apa sih Res?" tanyaku. Tanpa menoleh padaku dia tetap sibuk mencari.  "Itu Lo fan, kalung berlian aku , yang di beliin miss Alice waktu dia liburan ke jerman itu. Kok bisa gak ada ya di leherku," ujarnya. Aku sedikit melirik lehernya yang sudah tidak terpasang li
Read more

Bab 49

POV TAMA Kembali aku kemasi semua foto itu dan membawanya pada Luna, aku tidak tau siapa yang mengirim semua foto ini. Yang jelas orang ini hanya bermaksud baik ingin memberi tahuku. Aku tidak tau lagi harus bagaimana, dadaku terasa panas dan aku gemetar. Langkahku gontai kembali ke rumah menemui Luna. Masih bisa kulihat dia tidur karna kelelahan. Api amarah dalam tubuhku kian menggebu. Tak bisa aku tata lagi hati yang berkecamuk ini. Reflek aku membalikkan tubuh Luna dan mencekik lehernya. Sontak saja Luna terbangun dan berteriak. Reflek aku menampar wajahnya. Aku sudah seperti orang kerasukan yang aku inginkan sekarang dia lenyap. Luna berontak dan bisa menghantam badanku sedikit kuat. Aku sedikit mundur dan wanita itu bisa berdiri.  "Mas...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca mengusap lehernya, aku tertunduk dengan nanar. Namun dadaku terasa memanas kembali saat mengingat semua foto yang kuterima tadi. Aku berdiri d
Read more

Bab 50

POV RESTI Gemetar rasanya membayangkan jika benar mas Tama meloncat dan aku terlambat, mendengar laporan Arya, yang beberapa hari ini mas Tama murung dan sering marah-marah. Aku tau dia sangat kacau akan keadaan ini. Akhirnya aku ingin memutuskan sendiri melihat keadaanya untung aku datang tepat waktu. Tak habis pikir saja rasanya kenapa bisa ia berfikir sesingkat itu hanya demi seorang Luna.  "Mas... Kenapa bisa kamu sebodoh ini!" bentakku. Mas Tama nanar melihat raut wajahku. Sedikit aku elus pipinya yang membuat dia sadar bahwa aku ini adiknya. Reflek mas Tama memelukku dan menangis histeris.  "Resti, kamu kemana aja? Mas sangat mencemaskanmu." tangisnya merangkulku erat. Aku membenamkan wajahku di dadanya. "Resti ada urusan mas." singkatku kembali ia melihat dengan sedikit mendorong bahuku.  "Kamu sangat terlihat berbed
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status