Home / Fantasi / Legenda Bumi Langit / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Legenda Bumi Langit: Chapter 21 - Chapter 30

84 Chapters

Bahasa Isyarat

"Jadi, apa yang sebaiknya harus kita lakukan?" tanya Sadarga. "Entahlah. Tunggu, Nak! Apa kau tahu siapa yang membangun gubuk itu?" tanya Jiro sambil menunjuk sebuah bangunan yang terbuat dari potongan kayu. "Hah, gubuk?" celetuk Sadarga. Sebenarnya ia juga belum menyadari bahwa ada gubuk sederhana di dekatnya,"Entahlah Paman, aku juga tak tahu siapa yang membuat rumah kecil itu. Namun seingatku, rumah itu belum ada saat aku dan kakek datang ke tempat ini."  "Kalau begitu, kita cari saja ke sana! Siapa tahu kakekmu ada di dalamnya," pungkas Jiro. Pria itu langsung pergi mendekati gubuk kecil yang tertutup bilik bambu. Walau sederhana tapi gubuk ini terlihat cukup rapih dan lumayan nyaman untuk ditempati. "Kak, tunggu!" celetuk Utar. Sontak saja Jiro menghentikan langkah Jiro,"Apa kau merasakannya?" tanya Utar pada kakaknya. Kepala Jiro mengangguk pelan,"Ya, saat ini aku merasakan aura energi. Tapi entah dari mana asalnya, kedatangan aura
Read more

Sukma Energi

Tiga hari lalu, saat Jiro dan Utar pergi menghampiri Sadarga. Telah terjadi sebuah peristiwa penculikan di tempat persembunyian pasukan desa itu. Tepatnya di saat tiga orang pasukan desa hendak mencari kayu bakar yang akan digunakan untuk sekedar keperluan mereka.  Namun tak disangka, tiba-tiba lima tentara kerajaan Labodia datang menghadang. Setelah melakukan penyekapan kelima orang itu langsung menjadikan pasukan desa sebagai tawanan. Andai saja tentara kerajaan itu datang dengan kemauan sendiri, mungkin mereka hanya akan menyapa atau sekedar menanyakan sesuatu kepada pasukan desa. Namun keadaan tentara kerajaan itu sedang dalam kendali para penyihir, sehingga Sukma mereka bukanlah Sukma sendiri, melainkan Sukma para penyihir. Setelah dalam kuasa para penyihir, segala perlengkapan pasukan desa langsung dilucuti. Dengan kata lain saat ini pasukan desa yang asli berada di tempat lain dan dalam keadaan telanjang dada. Sungguh tega para pen
Read more

Di Luar Kendali

Selang beberapa waktu di saat Jiro dan Utar terjepam, saat itu juga telah berlangsung proses penyamaran diri. Seseorang yang berada di belakang Sadarga dan tengah melakukan penyamaran sebagai pasukan desa, perlahan merubah wujudnya. Kali ini ia ingin merubah wujud menjadi Sadarga. Wajah asli dari orang yang tengah melakukan penyamaran itu ternyata seorang wanita. Jati diri asli seorang penyamar itu akhirnya terungkap juga. Sebab dalam melakukan penyamaran tak bisa dilakukan dengan begitu saja. Butuh tahapan tertentu untuk melakukan penyamaran. Setelah menyamar menjadi wujud seseorang, maka si penyamar akan kembali lagi pada wujudnya yang asli, kemudian barulah ia bisa merubah dirinya pada wujud selanjutnya. Sayangnya Jiro dan Utar tak bisa menyaksikan proses penyamaran itu. Namun untungnya masih ada seseorang dari pasukan desa yang bersembunyi di tempat lain dan tetap memperhatikan gelagat Sadarga dan tiga orang yang sedang bersamanya. "Apa! Y
Read more

Di Luar Kendali 2

Dari atas pohon nampak jelas sekali, sesuatu tak lazim terlihat oleh Utar,"Hah! A-apa itu?" ucapnya dengan mulut terbata. "Hei, setelah bercakap, tolong kondisikan mukamu! Memangnya apa yang kau lihat?" tanya Jiro dengan muka datar. Nampaknya ia masih menahan rasa sakit yang teramat sangat. Mungki ia tak nyaman, Karen mimik wajah adiknya itu nampak sedikit mengganggu, mulutnya ternganga seakan sulit untuk dirapatkan.Sepertinya Jiro mengalami luka yang cukup serius. Sakit yang berasal dari luka dalam, tengah ia rasakan. Penyebab luka dalam itu di sebabkan karena posisi mukanya yang berpapasan langsung dengan gelombang energi milik Sadarga. Sehingga dengan gerak refleksnya, sebelah tangan Jiro terluka cukup parah. Pria itu berniat menghindari gelombang energi itu.Namun beda halnya dengan Utar. Pria tersebut bisa dikatakan sedikit beruntung. Posisi tubuhnya terhalangi pohon besar. Sehingga efek dari gelombang energi yang menghampirinya, tiba-ti
Read more

Pura-pura Bodoh!

Begitu sunyi suasana di hutan saat ini. Keadaannya bagaikan sebuah pulau tak berpenghuni. Semilir hembus angin terdengar bagaikan orang bersiul, sekaligus menjadi pertanda hanya itu saja yang bisa terdengar di tempat ini.Setelah Jiro mencoba membuka matanya, ia melihat air sungai yang jaraknya tak jauh dari tempatnya berdiri."Bagaimana keadaanmu?" tanya Jiro pada adiknya. Pandangannya seakan terpaku ke arah sungai yang tiba-tiba ada itu."Entahlah, ini aneh! Aku tak bisa merasakan apapun saat ini. Walau keadaan tubuhku terpenuhi luka memar," sahut Utar. Pria ini nampaknya sangat terkejut, ia menyisir pandangan ke sekujur badannya.Begitu pun Jiro, ia merasakan hal yang sama dengan adiknya. Bahkan tubuhnya seakan tengah mati rasa."Apa ini ilusi?" celetuk Utar."Bisa saja! Namun jika benar ini semua hanya ilusi, sudah dapat dipastikan yang melakukannya merupakan orang hebat," balas Jiro.Lelaki itu memang pendekar tingkat enam, hampi
Read more

Pertanda Apa Ini?

Setelah Utar melepaskan tangannya dari tubuh bangkai Dugong, saat itu juga suara menggelegar mirip dengan terompet itu tiba-tiba hilang.Kemudian Utar memandang ke arah langit."Kak, aku baru saja mendapatkan sebuah penjelasan. Dan itu telah memberi tahukan kabar padaku, tentang sesuatu yang sedang terjadi saat ini!" tutur Utar."Maksudmu?" Jiro menolehkan pandangannya seakan memperhatikan sang adik berbicara."Suara menggelegar tadi, merupakan berita gembira untuk kita. Tetapi kita harus bersedia menerimanya," lanjut Utar. Pandangannya kini mengarah pada Jiro."Cepatlah kau katakan semua yang kau tahu. Masalah menerima atau tidak, kita tentukan saja nanti!" sahut Jiro dengan tersenyum tipis.Kemudian Utar menjelaskan berita yang didapatinya dari suara terompet yang menggelegar itu."Kakak, perlu kita ketahui. Bahwa peperangan saat ini merupakan peristiwa masa lalu yang telah terulang kembali.""Hah? Yang benar saja. Sebab seum
Read more

Pembersihan Masal!

Di tempat Utar dan Jiro saat ini, sudah tak bermunculan lagi gagak dan kelelawar. Melainkan serangga kecil yang beterbangan dan mengganggu pandangan, berangsur keluar dari setiap lubang kecil di tanah tandus."Utar! Sedang apa kau di sana, cepat lari?" tanya Jiro sambil berteriak. Lelaki ini sepertinya mengalami kesulitan berjalan, pandangannya terganggu oleh jutaan belalang yang terbang di sekelilingnya.Kemudian serangga tersebut menyengat Jiro sampai kulitnya melepuh seakan terbakar. Namun di sisi lain nampaknya Utar tak menghiraukan teriakan kakaknya itu, ia hanya menoleh dan kembali menjalankan ritualnya.Ya, saat ini Utar seakan ingin menunjukan jati dirinya sebagai seorang petapa. Pria itu tengah bermeditasi hendak mencari sukma energi yang sejalan dengannya.Ternyata Utar merupakan murid dari seorang petapa sakti. Gurunya itu tak lain merupakan kakek tua yang bernama Tanu, tapi penyamaran sempurna yang dilakukan Tanu telah menjadikan Utar tak bisa
Read more

Salah Faham

"Hmp. Cukup repot juga menyingkirkan para penyihir itu," gumam Tanu.Sejak kedatangan pasukan Desa dan menyadari ada penyusup, Tanu langsung pergi ke lembah suci. Tempat ini merupakan wilayah para Petapa di masa lalu.Keberadaan lembah itu tak jauh dari hutan gerbang kematian dan bersebelahan dengan Desa Purbawati, hanya saja perlu usaha dulu untuk memasuki lembah suci ini, sebab harus melalui dulu lorong goa yang tertutupi oleh bebatuan dan akar pohon yang begitu kerap. Selain itu, diperlukan juga kemampuan melacak tempat yang sangat akurat. Sebab di sepanjang lorong goa telah diselimuti aura energi yang bisa menipu siapa saja, sehingga jika batu dan akar kerap bisa dilalui maka orang yang tak memiliki kemampuan khusus akan tersesat di dalam lorong goa. Bahkan mereka bisa mati karena udara yang pengap.Lembah suci merupakan alasan utama para penyihir menyerang kerajaan Labodia. Karena di lembah itu terdapat pusaka Sirri atau pusaka rahasia.
Read more

Salah Faham 2

Di saat Tanu bersemangat menjalankan misinya dalam membangun sebuah kehidupan baru. Kakek tua itu malah mendapat masalah baru.  Ya, saat ini Sadarga nampaknya sangat membenci Tanu. Mungkin ia mengalami konflik batin yang diakibatkan oleh rasa bimbang pendiriannya terhadap Tanu.  Saat Sadarga berumur delapan tahun, Tanu pernah menyodorkan prasasti yang berada di balik batu besar.  Dalam prasasti itu tertulis pesan supaya manusia mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Diantara pesannya ialah manusia yang mempunyai kebiasaan pemarah dan membunuh, harus segera dijauhi. Setelah Sadarga menghilang dari pandangan, Tanu hanya diam seribu bahasa. Malah, sesekali ia mengusap genangan air mata yang seolah-olah disebabkan karena kepergian Sadarga. Lima belas orang pasukan desa yang berada di dekatnya, tentu saja merasa heran. Mengapa kakek tua itu menangis? "Kek! Siapa anak itu?" tanya Seno. Pria ini merupakan salah satu pasukan des
Read more

Tanu VS Banyu

"Baiklah, Kek! Kami akan melaksanakan semua perintahmu, jika kakek bisa melukai kami. Bagaimana, setuju?" ucap Banyu dengan menyunggingkan bibirnya. "Haha! Bocah gendeng. Jangankan melukai kalian, mengirim ke neraka pun bukan hal sulit bagiku!"  "Cwih! Dasar bibir sableng. Apa kalian dengar mulut tajamnya? Rupanya dia ingin bermain-main dengan kita!" ucap Banyu, sambil menatap semua temannya. "Haha, main-main katamu? Main saja yang jauh!" cibir Tanu, kemudian ia membaringkan tubuhnya lalu membelakangi pasukan desa.  Melihat tingkah Tanu, tiba-tiba Banyu naik pitam. Pria itu rupanya merasa dilecehkan Tanu. Kemudian watak Banyu yang sedikit agresif, membuat amarahnya jadi lebih mudah terpancing oleh semua orang yang hendak berbicara dengannya,"Baiklah Kek, jangan dulu berhadapan dengan kami semua. Cukup aku saja yang melayani. Dan buat aku terluka semampumu saja!" lanjut Banyu. Berniat menggertak Tanu. Mendengar ucapan Banyu, s
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status