Lutut Emily terasa lunak seperti jely hingga ia terpaksa harus bergelanyut di leher Rayden, sedangkan ciuman panas itu tak kunjung usai hingga ia bernapas tersengal-sengal. Dalam hatinya ia merutuki bagaimana tubuhnya bereaksi terhadap sentuhan pria Perancis itu. Kenapa selalu saja begitu lemah di hadapannya? pikir Emily berkabut gairah nyata."Baby, katakan kenapa pergi menghilang tanpa memberiku kabar sama sekali? Dan ... kau tinggal dengan asistenmu, pria Turki itu. Selain pandai membela keadilan, kau pandai memancing emosiku. Hmm!" tegur Rayden dengan nada yang cendurung datar, tetapi artinya keras. Dia sesungguhnya sedang marah ... sangat marah, terbakar api cemburu.Emily tertawa satir, dia memijat pelipisnya dengan jemari tangan kanannya dan tangan kirinya bersedekap. "Segala yang terjadi sejak pagi sudah membuat kepalaku begitu pening. Aku tak butuh tambahan seorang pria Perancis yang mendatangiku sambil mencak-mencak meminta sebuah perlakuan istimewa dariku. Selamat malam, Tu
Read more