Beranda / Romansa / Sky and Earth / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Sky and Earth: Bab 1 - Bab 10

13 Bab

Bab 1

"Amara sudah lama menyukai Zean. Menikahlah dengan Amara!" ajak seorang perempuan dengan suara yang lantang. "Kamu itu wanita jelek, miskin, dan tidak berpendidikan. Kalau kamu memandangku dengan benar dan mengerti posisimu, seharusnya kamu paham bahwa kalimat tadi adalah kalimat yang sangat haram untuk diucapkan oleh perempuan sepertimu." Hanya perlu beberapa detik untuk Zean memberikan jawabannya. Lelaki itu banyak sekali menghadapi pengakuan cinta dari lawan jenis. Tetapi tidak ada yang serendah perempuan di depannya. Pada umumnya, wanita yang mengatakan cinta pada Zean adalah orang-orang dari keluarga terkemuka. Atau orang yang cukup percaya dengan kecantikan dirinya. Namun Amara? Dia bahkan tidak punya sesuatu untuk dibanggakan. Dia hanya bermodal nekat menyatakan perasaan pada lelaki tersebut. Air matanya mulai membumi di bawah langit taman yang mulai menjingga. Wanita itu tidak lagi berani menjalin kontak mata dengan lawan bicaranya usai mendapat jawaban yang menampilkan ken
Baca selengkapnya

Bab 2

Sebuah mobil mewah berwarna hitam memasuki jalan sempit. Daerah perumahan kalangan menengah bawah sangat jarang dimasukkan mobil sebagus itu. Wajar kalau mata mereka menyorot mobil yang kini berhenti di depan sebuah rumah Kecil dengan halaman lapang. "Namamu Zean bukan?" tanya Rena. Dari kursi mengemudi Zean mengiyakan. Setelah kejadian di mana Amara mengajaknya menikah. Zean sama sekali tidak pernah membahas masalah yang sama sekali berbeda dengan persiapan pernikahan. Terlebih lagi bersama perempuan yang kini menjadi kakak iparnya tersebut. "Begini, apa alasan pengakuan Amara kamu terima?" tanya Rena.Rena sudah sampai pada tahapan wanita usia matang. Meskipun Rena juga dikategorikan wanita cantik, namun dia belum menikah. Alasannya terletak pada kecelakaan beberapa tahun lalu yang merenggut kedua kakinya. Sejak saat itu kehidupan Rena mejadi suram. Bukan hanya karena biaya rumah sakit yang membebani. Tapi hilangnya sosok punggung kelu
Baca selengkapnya

Bab 3

Amara tidak lagi berada di atmosfer mimpi. Meskipun tahu itu, tetap saja badannya masih nyaman dalam balutan hangat selimut. Sangat sulit membuat kesadaran sepenuhnya dengan cepat. Jadi bola matanya mencoba memberontak agar kelopak mau memperkenalkan Amara pada dunia. Setelah disentuh cahaya, netra itu menangkap tiga sosok pelayan. "Selamat pagi Nyonya Amara!"Pelayan itu membungkuk, senyumnya sopan dan formal. Amara yang setengah sadar segera bangun dan bertanya. "Se-sejak kapan kalian berada di sana?""Kurang lebih setengah jam Nyonya," jawab salah satu dari mereka. Para pelayanan tersebut berbaris rapi di depan sana. Di antara mereka masing-masing mememegang sesuatu yang perempuan itu butuhkan. "Se-setengah jam?""Iya."Bagaimana mereka bisa masuk ke kamar dan menunggunya selama setengah jam? Apa ini karena Zean sudah datang? Di mana suami tercintanya itu meletakkan badan? Di bawah selimut? Di bawah b
Baca selengkapnya

Bab 4

"Waitress itu harus lebih pandai merawat diri, Ra," ucap Lina ketika Amara datang padanya dan memberikan kertas pesanan pada Rian. "Bisa-bisa pelanggan kita kabur karena penampilan kamu.""Bukannya pengunjung masih ramai kaya biasanya, ya?" tanya Amara sambil mengernyitkan dahi. "Mereka juga gak ada yang komplain tentang penampilan Mara yang kaya gini.""Ya itu karena dua cowok ganteng selalu datang ke kafe kita."Lina menghembuskan napas. "Harus kamu akui penampilan benar-benar mempengaruhi kesan seseorang!" ucap Lina lagi dengan nada memaksa. Lina prihatin dengan Amara yang semakin hari semakin berantakan dalam berpenampilan. Berkenaan dengan bakat manusia yang menggunakan mata untuk menilai pertama kali. Menjadi pelayanan dengan penampilan bagus seharusnya mempengaruhi pengunjung laki-laki di kafe. Buka sekali dua kali Lina menegur Amara. Namun perempuan tersebut selalu acuh tak acuh. Mungkin beberapa waktu Amara sempat
Baca selengkapnya

Bab 5

Langkah Zean terhenti saat melihat seorang perempuan keluar dari ruangan tempat Zenon di rawat. Pasalnya, Zean bahkan belum memberitahu orang tua Zenon tentang keadaan anaknya. Lalu bagaimana perempuan bernama Katia tersebut bisa sampai ke sini. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya. "Hanya berkunjung."Katia sepintas menatap Amara yang berada di samping Zean. Sedangkan Amara yang merasa ditatap dengan penuh kebencian menundukkan kepala dan sedikit menyembunyikan badan. "Bagaimana kamu tahu Zenon berada di sini?""Dia menelponku barusan. Zenon mengkhawatirkanku karena pada waktu dia diculik aku dan dia sedang bersama.""Oh ... kalau begitu kami masuk dulu."Zean dan Amara melangkah melewati Katia. Ketika Zean memegang gagang pintu, perempuan tersebut menghentikannya. Katia masih tidak mengerti kenapa Zean menikahi Amara. Padahal dari segi manapun Katia jauh lebih baik ketimbang perempuan tersebut. 
Baca selengkapnya

Bab 6

Amara mengistirahatkan badan di kasur yang menurutnya terlalu empuk. Dia cukup lelah hari ini walau tidak selelah sebelum kesehariannya memiliki suami. Dikarenakan Zean sudah melepas beban di pundaknya mengenai uang. Jadi, Amara tidak harus melakukan pekerjaan sampingan lagi seusai bekerja di Kafe Lina. Saat perjalanan pulang dari rumah sakit tadi, seperti janjinya, Zean memberikan kartu ATM dan kartu kredit pada Amara. Amara bebas menggunakan pemberian tersebut sesuai kebutuhan, termasuk membantu keluarganya yang serba kekurangan. Zean juga bilang kalau dia akan selalu mengisinya setiap bulan. Awalnya Amara ragu karena nilainya lebih dari yang dia bayangkan. Bagaimana bisa dia memakai uang sebanyak itu. Menurutnya, meskipun Amara jalan-jalan di pasar setiap hari. Dia hanya akan bisa menghabiskan nol koma sekian persen dari uang yang diberikan suaminya. Zean mengatakan untuk tidak terlalu memikirkan tentang hal itu. Suaminya itu juga menjelaskan, mungkin se
Baca selengkapnya

Bab 7

"Aku tidak tahu ini bisa membuatmu senang atau tidak. Tapi aku dengar Zean punya adik bernama Reyzen yang akan segera lulus. Karena kakaknya bersekolah di SMA Gen, aku rasa adiknya juga akan melanjutkan pendidikan SMA-nya di sana.""Reyzen?""Iya.""Kalau begitu aku akan menyimpan namanya. Mungkin ada beberapa hal yang akan terjadi. Tapi aku akan menjaga langkahku agar tidak melanggar perjanjian itu."Mida tersenyum penuh arti seolah menemukan sebuah berlian besar. Bohong kalau dia tidak tertarik dengan Elkira yang akan menjadi adik kelasnya. Seperti apa wajahnya, seperti apa kepribadiannya, sungguh Mida menantikan hal itu. "Oh ya, untuk sekarang aku tidak akan memaksamu untuk ikut andil dalam yayasan. Jadi kamu bisa fokus mengejar laki-laki tersebut. Anggap saja itu kemurahan hatiku.""Aku tidak berniat menjalin permusuhan dengan keluarga Diananta. Jadi aku akan ikut yayasan dengan senang hati," kata Katia. "Apa Mahendra
Baca selengkapnya

Bab 8

"Ah, langit benar-benar mengerti perasaanku," gumam seorang perempuan.  Sambil memeluk Paper Bag berisikan buah apel. Perempuan tersebut menghembuskan napas. Percikan hujan yang terbentur lantai membasahi celana bahan yang ia kenakan.  Seharusnya matahari sedang menyinari bumi dari titik tertingginya. Tapi entah kenapa sekarang ia bersembunyi. Seolah sedang menyelaraskan keadaan dengan perempuan yang sedang bertahan di depan toko buah tersebut.  Dia rasa dia akan cukup lama menunggu hujan reda. Jadi, seseorang yang sudah perempuan itu janjikan sebuah kedatangan harus mendapatkan kabar keterlambatan.  Dia mengambil benda segenggam yang ada di tasnya. Menyelipkan benda tersebut di antara telinga dan rambutnya yang di cat merah anggur.  "Zenon! Di luar hujan. Mungkin aku akan sedikit terlambat menjenguk mu!" jelasnya.  *** Cuaca menyebabkan kafe dalam keadaan lenggang, hal tersebut membuat Amara lebih
Baca selengkapnya

Bab 9

Zenon sengaja diam cukup lama untuk memancing emosi sahabatnya. Ada kemungkinan sahabatnya itu akan terkejut dengan jawaban yang dia tahan. Seperti apa ekspresinya ketika terkejut, Zenon sangat ingin melihatnya.  "Adikmu ... dia yang memperingatkan aku." Zean mengerutkan dahi saat mendengarnya lalu kembali menstabilkan ekspresi.  "Oh." "Oh aja? Gak terkejut atau semacamnya?" tanya Zenon mencari sesuatu di wajah itu. Padahal sebelumnya dia sangat yakin tadi Zean penasaran. Tapi kenapa dia tidak terkejut sama sekali?  "Memangnya kamu ingin aku bereaksi apa?" Zean bertanya dengan dahi yang kembali berkerut.  "Sepertinya memang mustahil bisa melihat emosi kamu lewat raut wajah," jawab Zenon menghembuskan napas kecewa.  Dia merebahkan tubuh yang sebelumnya dalam keadaan duduk. Sambil menatap langit-langit Zenon berkata lagi.  "Jadi ... selanjutnya apa yang bisa kamu lakukan? Jangan bilang kamu h
Baca selengkapnya

Bab 10

Keluarga Sabara satu-satunya keluarga yang berhasil bangkit setelah mencoba bekerja sama dengan dua keluarga lain untuk menghancurkan Elkira. Meskipun pemicu di balik konflik tersebut adalah keluarga Diananta, tetap saja perbincangan dia dan Zean akan sangat berat. "Jadi ini juga alasan kamu tidak menghadiri pernikahannya?""Iya."Perempuan cantik bernama Kea itu duduk di tempat Zean duduk sebelum pergi. "Padahal kamu sudah banyak sekali makan apel. Tapi masih saja menerima pemberiannya." Kea terkekeh dengan wajah mengejek. "Jangan coba-coba berniat mencuri apelku! Itu lebih berharga dari emas dan berlian di luar sana!" Zenon menatap Kea dengan waspada yang membuat perempuan tersebut tertawa. "Tenang saja, aku tidak akan mengambilnya," jawab Kea sembari menggelengkan kepala dan menambah, "Biar aku membantumu memotongnya."Kea melepas blezer yang dia kenakan lalu mengambil pisau bersiap memotong apel.  Hany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status