Home / Fantasi / Pendekar Dua Jiwa / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Pendekar Dua Jiwa: Chapter 81 - Chapter 90

146 Chapters

80. Kota Xiao Pei

Karena belum tidur seharian, pagi ini Zhou masih berkuasa atas badannya sendiri. Bian tak masalah asal setelah tidur dia menguasai tubuh kelak. Qiu juga tidak mengeluh, naga centil paham akan situasi yang terjadi. Terlebih dia bisa berlama-lama di sebelah Bian, itu cukup.Langit belum cerah sempurna. Rombongan pengungsi menarik gerobak berisi pengungsi yang terluka. Mereka semua menangis, memakai perban di luar pakaian, membawa obor untuk penerangan, karena tersamarkan cahaya remang banyak yang mengira balutan perban adalah kain putih. Selain itu, mereka membawa perban anyaman besar bertulis 'Turut berduka untuk kematian Ayah Cao Cao'. Sayang sekali pasukan Tao Qian enggan ikut. Mereka memilih menyelamatkan warga yang terjebak di luar sana."Hebat juga kamu, Zhou," puji Zuo Ci.
last updateLast Updated : 2021-08-28
Read more

81. Guru Besar Nu An

Sementara itu di kota Puyang, mengikuti info yang Nu An dapat mengenai adiknya, dia mengunjungi sebuah toko di pasar kota yang ramai penduduk dan pedagang beraktifitas.Sekarang Nu An punya sepuluh murid baru, juga sebuah kereta kuda yang membawa barang-barang mereka. Sesampainya di pasar, beberapa murid baru berpencar mencari informasi tentang adik Nu An juga mencari orang sakit untuk Nu An tolong. Hanya Hi Sam dan Ha Nif yang setia menemany guru mereka. Sesuai informasi, ketiganya berdiri di depan toko yang tersegel. "Guru, kita jauh-jauh ke sini, malah tutup. Bagaimana sekarang?" tanya Ha Nif, mengusap keringat.Nu An memandang dua muridnya. Mereka mengangkat kotak berisi bahan obat-obatan, bekal makan, juga pakaian, dan peralatan medis. Kasihan mereka.
last updateLast Updated : 2021-08-28
Read more

82. Jatuhnya Puyang

Beberapa murid baru Nu An bingung, tapi loyalitas mereka membimbing untuk mereka memasang badan, beruntung Ha Nif dan Hi Sam yang telah lama mengikuti ajaran Nu An bisa berpikir dengan kepala dingin, menghalau para murid baru  Nu An berdiri, membungkuk memberi salam pada Jenderal.  "Hamba Nu An. Ada yang bisa Hamba bantu?" Jendral menggenggam telapak tangan Nu An. "Tolong sembuhkan wakil Gubernur. Dari kemarin badannya meriang." Mendengar hal ini, sebagai tabib, Nu An malah menarik tangan Jenderal. "Ayu, jika ada yang butuh bantuan, harus segera ditolong!" Jendral mengangguk menggendong Nu An naik ke kuda, lalu dia ikut naik. Dia memacu kuda melesat menuju tempat w
last updateLast Updated : 2021-08-28
Read more

83. Hari Pertama

Pasukan Cao Cao berbaris dalam posisi siap menyerang. Mereka fokus di gerbang barat.Cao Cao duduk di pelana kuda, menanti Tao Qian. Di sisi kiri ada Guo Jia serta Cheng Yu, di kanan ada Cao Ren dan Xiahou Yuan. Mereka semua menanti di atas kuda."Lihat kota ini, nyaris sama besar seperti Xuchang," ujar Xiahou Yuan. "Lebih besar sedikit," jawab Guo Jia, sambil mengawasi sekitar.Kain putih membentang di gerbang kota. Beberapa bendera putih berkibar di atas tembok. "Sepertinya Tao Qian bersimpati padamu, Jenderal. Bagaimana, masih mau membunuhnya?" tanya Guo Jia pada Cao Cao.Cao Cao menyeringai. "Cukup dia serahkan kota dan bunuh diri, semua akan beres."
last updateLast Updated : 2021-08-28
Read more

84. Realita dan Mimpi

Cahaya terang perlahan sirna. Cao Cao duduk di pelana kuda. Di hadapannya ribuan pasukan saling bunuh. Entah tembok kota apa yang diperebutkan, yang jelas itu bukan Xiao Pei. Mimpi aneh lagi, Cao Cao mencoba membiasakan diri. Dia tak bisa bicara, badanpun seakan bukan miliknya. Akhir-akhir ini, setiap memakai pakaian perang yang ditemukan dalam goa aneh mimpi pasti muncul. Seseorang memanggil dari arah belakang. "Xiang Yu yang Agung, Xang Yang hampir jatuh. Pasukan kita berhasil menguasai gerbang timur, seperti perjanjian dengan Kaisar Qin, siapapun yang berhasil sampai ke singgasana, dia berhak mendapat gelar Kaisar!" Semua pasukan di sekitar, memberi hormat sambil mengelu-elukan, "Selamat Xiang Yu yang Agung, selamat Xiang Yu yang Agung!" Xiang Yu tertawa lepas den
last updateLast Updated : 2021-08-29
Read more

85. Aura Kaisar

Bian mengendalikan tubuh Zhou sekarang.  Setelah bangun tidur dia langsung membantu para warga yang terluka. Tempat rawat penuh korban, baik rakyat juga pasukan Tao Qian. Dia memperhatikan Yo Sa yang tengah merawat seorang Nenek bersama Shi yang telah sadarkan diri. "Peperangan sungguh kejam," ujar Yo Sa, menutup mata Nenek itu, lalu melihat panah beracun di tangannya. "Siapa yang memanah rakyat sipil Nona?" tanya Shi. "Pasukan Cao Cao. Anak panah ini nyasar ke kota, tak sengaja menusuk Nenek." Zhou menangis tanpa bersuara. Rakyat selalu menjadi korban dari peperangan. Masih teringat ketika dia melarang sepuluh kasim dulu, untuk menarik pajak besar. Selalu rakyat, selalu mereka. 
last updateLast Updated : 2021-08-29
Read more

86. Punggawa Cao

Seperti melihat kecoak, pasukan di kiri dan kanan Zhou berusaha menusuknya memakai tombak. Dia yang seakan terhisap, menghindari semua itu dengan berputar ke kiri dan kanan. Zhou melihat siapa yang menariknya memakai angin.Cao Ren memutar perisai yang bagian-bagiannya membentuk lubang eclipse. Di bagian tengah perisai terdapat besi ujung tombak tajam. Zhou terserap ke sana, dia paham benar bagaimana akhir dari semua ini jika tidak segera bertindak. Dia sigap menangkap kaki seorang prajurit, menghempaskan ke  arah perisai.Cao Ren berhenti memutar perisai, tak ingin melukai prajurit sendiri. Zhou mengambil kesempatan untuk menyerang Cao Ren. Dia melesat kencang merebut tombak, lalu melempar ke Cao Ren,
last updateLast Updated : 2021-08-29
Read more

87. Zhou Bertemu Cao Cao

Cao Cao tidak terusik oleh keributan di luar. Dia fokus membaca laporan perekonomian empat kota yang tiba. Perang besar akan terjadi, Yuan Shao dan Yuan Shu membangun kekuatan. Daerah Cao Cao berada di dataran tengah terjepit oleh dua kekuatan itu. Tentu dataran tengah tempat termakmur, tanah subur, jumlah rakyat banyak, tapi di dataran tengah masih ada Tao Qian. Memikirkan hal ini membuat kepalanya seperti diinjak kuda.Tiba-tiba sebuah anak panakendarat ke dinding kayu dalam tenda. Terlilit secarik kain putih di sana. Tanda jika ada pesan. Dia membaca pesan itu.(Liu Bian terancam bahaya. Dia terjebak di menaramu yang terbakar.)Saking paniknya Cao Cao segera keluar tenda, bahkan hanya memakai hanfu, tanpa alas kaki, tanpa senjata, tanpa baju perang. Dia mendapat
last updateLast Updated : 2021-08-30
Read more

88. Mundur

"Xu Chu berhenti!" sentak Cao Cao. "Kenapa kemari? Jika tidak kupanggil, jangan masuk, mengerti?" Xu Chu menarik kasar senjatanya, pergi dari tenda begitu saja.  Sekarang hanya ada Cao Cao dan Zhou di dalam tenda. Keduanya bertukar pandang cukup lama, hingga Zhou bicara. "Apa kamu seorang pahlawan?" Cao Cao menggeleng. "Hamba hanya abdi Han." "Jika begitu kenapa menyerang kota Han? Semua usai kan? Dong Zhuo telah tiada. Kamu seharusnya menjaga Xian." Cao Cao menyeringai. "Beginilah caraku menjaga Xian, menjaga Han. Semenjak kematian Kaisar Ling tanah Han terbagi-bagi. Para Jenderal membangun kekuatan masing-masing. Cepat atau lambat mereka akan mengklaim diri sebagai ka
last updateLast Updated : 2021-08-30
Read more

89. Tiga Syarat Cao Cao

Cao Cao benar-benar ingin mundur, tapi otak cerdasnya tak rela jika hanya sekedar mundur tanpa memeras keuntungan.  Setelah menimang-nimang untung rugi, dia menentukan syarat utama. "Pertama, selama satu tahun Tao Qian tidak boleh menyerangku, aku pun akan menarik pasukan." Zhou mengamgguk. "Akan kusampaikan pada Tao Qian. Dia pasti setuju. Lalu apa ada syarat lain?" "Kedua, Tao Qian wajib mengirim satu juta empat ratus ribu karung beras. Aku tahu dia menimbun sekitar lima juta karung beras, jadi tidak masalah, kan?" Zhou tidak tahu menahu tentang timbunan beras, tapi jika Cao Cao sampai tahu nominal karung beras yang ditimbun, berarti dia punya channel di dalam Xiao Pei. 
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status