"Xu Chu berhenti!" sentak Cao Cao. "Kenapa kemari? Jika tidak kupanggil, jangan masuk, mengerti?"
Xu Chu menarik kasar senjatanya, pergi dari tenda begitu saja.
Sekarang hanya ada Cao Cao dan Zhou di dalam tenda. Keduanya bertukar pandang cukup lama, hingga Zhou bicara.
"Apa kamu seorang pahlawan?"
Cao Cao menggeleng. "Hamba hanya abdi Han."
"Jika begitu kenapa menyerang kota Han? Semua usai kan? Dong Zhuo telah tiada. Kamu seharusnya menjaga Xian."
Cao Cao menyeringai. "Beginilah caraku menjaga Xian, menjaga Han. Semenjak kematian Kaisar Ling tanah Han terbagi-bagi. Para Jenderal membangun kekuatan masing-masing. Cepat atau lambat mereka akan mengklaim diri sebagai ka
Cao Cao benar-benar ingin mundur, tapi otak cerdasnya tak rela jika hanya sekedar mundur tanpa memeras keuntungan. Setelah menimang-nimang untung rugi, dia menentukan syarat utama. "Pertama, selama satu tahun Tao Qian tidak boleh menyerangku, aku pun akan menarik pasukan." Zhou mengamgguk. "Akan kusampaikan pada Tao Qian. Dia pasti setuju. Lalu apa ada syarat lain?" "Kedua, Tao Qian wajib mengirim satu juta empat ratus ribu karung beras. Aku tahu dia menimbun sekitar lima juta karung beras, jadi tidak masalah, kan?" Zhou tidak tahu menahu tentang timbunan beras, tapi jika Cao Cao sampai tahu nominal karung beras yang ditimbun, berarti dia punya channel di dalam Xiao Pei.
Setelah Zhou kembali ke kota, dia kaget akan kerumunan yang terjadi. Warga Xiao Pei yang masih sehat menyambut sang pahlawan, mereka mengelu-elukan nama pahlawan."Hidup paman Kaisar! Hidup paman Kaisar!"Semua warga bertepuk tangan ketika rombongan Liu Bei datang. Pria itu duduk di kuda, di sisi kirinya Zhang Fei, di sisi kanan Guan Yu. Di belakangnya pasukan Cao Cao berjalan tertunduk, babak belur, terikat tali tambang. Pasukan Liu Bei menjaga para tawanan itu dengan ketat."Tukang bakpao tempo hari, kan?" ucap Zhou dari alam bawah sadar. "Iya itu, itu dia!""Kamu mengenalnya, Zhou?" tanya Deng Ai."Ya, si rakus yang menjual bakpao perbiji satu tael perak."Deng Ai tidak percaya
Dua singa jantan bersiap di lapangan. Zhang Fei dengan tombak berkepala golok bentuk lekuk halilintar, sementara Deng Ai membawa pedang biasa khas Huasan.Semua yang hadir di ruang gubernur berkumpul, bersiap menjadi saksi siapa yang paling hebat di antara mereka berdua, hingga Huo Tuo menengahi kedua pejantan."Pendekar pendekar, banyak rakyat menderita di balik tembok ini. Banyak mereka yang terluka, berjuang setengah mati berusaha tetap hidup, sementara kalian dua pria bugar malah ingin saling bunuh.""Minggir kau tua bangka!" sentak Zhang Fei, mengundang tepukan keras tombak Guan Yu.Liu Bei membelakangi Zhang Fei, memberi hormat pada semuanya."Maafkan saudara hamba. Benar kata pria tua ini. Tidak bagus bagi kita untuk b
Gegap gempita terasa di gedung gubernur. Zhou kira mereka mau diajak berpesta, nyatanya salah. Prajurit membawa melalui taman samping menuju sebuah gubuk yang sepertinya tempat penyimpanan alat-alat berkebun. Dua prajurit menanti mereka."Maaf, hanya Zhou," ucap prajurit, menahan Zuo Ci, sambil mempersilahkan menunggu di taman.Zuo Ci memberi anggukan. "Aku tunggu, Zhou. Jangan lama-lama."Cahaya lilin menyinari gubuk kecil. Tao Qian duduk menanti. Dia mempersilahkan Zhou duduk di bantal depan meja.Raut wajah beliau sungguh serius, tiada senyum sedikitpun. Hal ini membuat Zhou paham situasi yang mendesak."Ada apa Paman Tao Qian?""Tentang Liu Bei. Aku tidak suka dia,
Hari berganti. Kali ini Bian yang menguasai tubuh Zhou.Malam begitu terang juga berisik oleh mercon besar. Jalanan kota padat oleh rakyat yang berpesta. Barongsai menguasai jalan. Suara tawa tersamar oleh suara letupan mercon.Bian mendapati Yo Sa dan Shi berduaan di atas genteng, memancing senyumnya muncul.Setidaknya dengan begini Shi memiliki kesempatan mencicipi cinta yang bertepuk tangan.Sementara di sisi lain, Deng Ai beserta para rakyat berdansa sambil membawa kendi arak besar.Zhou tersenyum memandang bulan yang begitu besar di angkasa. Andai Lu Xun ikut, pasti suasana akan lebih meriah.Lamunannya buyar ketika seorang pasukan menghampiri.
"Kacau, kacau," keluh Zhou.Menurut orang sekitar hujan adalah berkah keberuntungan. Sementara menurut Zhou hujan ya hujan, basah, membuatnya terjebak dalam paviliun bersama para orang tua.Dia berjongkok di muka pintu, meneguk arak, menanti hujan reda.Tanpa dia sadari Huo Tuo menghampiri."Nak.""Oh, tabib Huo Tuo--"Pria itu menekan pundak kanan Zhou supaya tidak perlu berdiri."Jangan menoleh, fokus ke depan. Zuo Ci menceritakan semuanya kepadaku."Zhou memandang datar. Siapa sangka Zuo Ci ember.Huo Tuo lanjut
Rumah gubernur ramai seperti pasar. Rakyat berkumpul di depan gerbang utama rumah, berbisik-bisik. Mereka yang di belakang berjinjit untuk mengintip ke dalam rumah."Ada apa ini?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Alih-alih mendapat jawaban, dia di dorong kasar oleh seorang pasukan.Pasukan lain membelah kerumunan. Ketika Zhou lewat, pandangan sinis dari para warga tercipta."Dasar pembunuh!""Eksekusi saja!"Tomat busuk, sayuran, semua melayang ke badan Zhou, tapi dia diam tak membalas. Dia tak mengerti dan penasaran ada apa?Setibanya di ruang utama, Zhou kaget melihat Tao Qian terkapar di lantai. Darah kering menodai pakaian jug
Zhou enggan, tapi keadaan memaksa. Dia menyandera Yosa dengan merangkul dari belakang sambil mengancam akan menggorok lehernya."Sekarang kembalikan uang, juga gulungan itu kepadaku!""Zhou, apa yang kamu lakukan?" sentak Huo Tuo.Semua orang di ruang itu menjadi seperti pepohonan tertarik angin topan. Mereka tak bergerak, tapi berusaha mendekat."Ayo kalau berani maju, akan ku gorok lehernya," ancam Zhou. "Cepat, mana kantong uangku juga gulungan itu!"Dasar bedebah, sudah aku tebak, dari awal kamu mengincar sesuatu!" bentak Zhang Fei. "Sini, biar aku potong-potong kamu--"Dari samping Guan Yu menarik lengan Zhang Fei."Tenang s