Share

93. Aktor

Penulis: WarmIceBoy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari berganti. Kali ini Bian yang menguasai tubuh Zhou.

Malam begitu terang juga berisik oleh mercon besar. Jalanan kota padat oleh rakyat yang berpesta. Barongsai menguasai jalan. Suara tawa tersamar oleh suara letupan mercon.

Bian mendapati Yo Sa dan Shi berduaan di atas genteng, memancing senyumnya muncul. 

Setidaknya dengan begini Shi memiliki kesempatan mencicipi cinta yang bertepuk tangan. 

Sementara di sisi lain, Deng Ai beserta para rakyat berdansa sambil membawa kendi arak besar.

Zhou tersenyum memandang bulan yang begitu besar di angkasa. Andai Lu Xun ikut, pasti suasana akan lebih meriah. 

Lamunannya buyar ketika seorang pasukan menghampiri.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Dua Jiwa   94. Permintaan Aneh

    "Kacau, kacau," keluh Zhou.Menurut orang sekitar hujan adalah berkah keberuntungan. Sementara menurut Zhou hujan ya hujan, basah, membuatnya terjebak dalam paviliun bersama para orang tua.Dia berjongkok di muka pintu, meneguk arak, menanti hujan reda.Tanpa dia sadari Huo Tuo menghampiri."Nak.""Oh, tabib Huo Tuo--"Pria itu menekan pundak kanan Zhou supaya tidak perlu berdiri."Jangan menoleh, fokus ke depan. Zuo Ci menceritakan semuanya kepadaku."Zhou memandang datar. Siapa sangka Zuo Ci ember.Huo Tuo lanjut

  • Pendekar Dua Jiwa   95. Fitnah

    Rumah gubernur ramai seperti pasar. Rakyat berkumpul di depan gerbang utama rumah, berbisik-bisik. Mereka yang di belakang berjinjit untuk mengintip ke dalam rumah."Ada apa ini?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Alih-alih mendapat jawaban, dia di dorong kasar oleh seorang pasukan.Pasukan lain membelah kerumunan. Ketika Zhou lewat, pandangan sinis dari para warga tercipta."Dasar pembunuh!""Eksekusi saja!"Tomat busuk, sayuran, semua melayang ke badan Zhou, tapi dia diam tak membalas. Dia tak mengerti dan penasaran ada apa?Setibanya di ruang utama, Zhou kaget melihat Tao Qian terkapar di lantai. Darah kering menodai pakaian jug

  • Pendekar Dua Jiwa   96. Babak Baru

    Zhou enggan, tapi keadaan memaksa. Dia menyandera Yosa dengan merangkul dari belakang sambil mengancam akan menggorok lehernya."Sekarang kembalikan uang, juga gulungan itu kepadaku!""Zhou, apa yang kamu lakukan?" sentak Huo Tuo.Semua orang di ruang itu menjadi seperti pepohonan tertarik angin topan. Mereka tak bergerak, tapi berusaha mendekat."Ayo kalau berani maju, akan ku gorok lehernya," ancam Zhou. "Cepat, mana kantong uangku juga gulungan itu!"Dasar bedebah, sudah aku tebak, dari awal kamu mengincar sesuatu!" bentak Zhang Fei. "Sini, biar aku potong-potong kamu--"Dari samping Guan Yu menarik lengan Zhang Fei."Tenang s

  • Pendekar Dua Jiwa   97. Penyakit Cao Cao

    Setelah sampai di kota Xuchang, Cao Cao tidak membuang waktu. Dia langsung menyuruh pasukan yang menjaga kota untuk membuat camp-camp pantau. Sementara pasukan yang baru tiba bersamanya dari Xiao Pei, beristirahat.Dia juga enggan melakukan serangan langsung ke kota, karena ingin kota kembali tanpa lecet.Sekarang para punggawa berkumpul di gedung gubernur kota Xuchang."Katakan pada mereka, pakai kuda terbaik. Cukup bantai para pasukan Lu Bu di luar tembok," perintah Xun You pada pasukan.Pasukan itu pergi tergesa keluar dari gedung."Satu minggu sudah, kapan kita serang mereka?" tanya Xiahou Dun.Cao Cao malah asik mengupas kacang tanah rebus. Dia makan sambil minum arak.&

  • Pendekar Dua Jiwa   98. Taktik Asap Kelam

    Di bawah taburan bintang, Guo Jia bertemu Xun You. Nyala obor yang Guo Jia bawa menjadi penerang tunggal setelah Xun You menyuruh pasukan pengawalnya pergi."Ada apa?" tanya Xun You."Apa menurutmu Cao Cao setia pada Han?""Tentu. Dia punya janji pada banyak orang untuk setia pada Han. Kenapa?"Guo Jia melangkah pelan menuju aliran sungai. Di seberang jauh, cahaya dari arah kam pasukan Yuan Shao menantang langit."Jika Cao Cao menyuruh pasukan membunuh Kaisar Xian, apa pasukan akan menurut?""Tentu. Pasukan setia pada Jenderal, dan Jendral setia pada kaisar."Guo Jia menunjuk kam pasukan Yuan Shao.

  • Pendekar Dua Jiwa   99. Memancing Perkara

    Cao Cao paling suka mengamati wajah-wajah punggawa yang bingung. Dia merasa puas ketika tiada satupun orang yang mampu membaca pikirannya. Karena mereka yang bisa membaca pikiran majikan, berpotensi menggantikan posisinya kelak. "Apa kalian punya rencana?" Semua yang hadir berdiskusi, tapi tiada jawab tercipta. Xun You memutuskan maju ke tengah ruang, memberi hormat Cao Cao. "Apa rencanamu, Gubernur. Kami menanti." Cao Cao terkekeh, setengah meledek suara tawanya. "Jadi para cendikia tidak bisa menyelesaikan masalah ini, heh?" Cao Cao berdiam diri sesaat, menenangkan tawanya. "Pancing Lu Bu untuk keluar Puyang." "Akan muda

  • Pendekar Dua Jiwa   100. Petarung Nomor Satu Han

    "Jangan gegabah, ini pasti jebakan." Chen Gong berusaha menghalangi Lu Bu, tapi tiada hasil. "Jangan halangi langkahku!" bentak Lu Bu. Lu Bu menunggang kuda merah, memacu kencang kuda menuju gerbang selatan. Di matanya hanya ada Xiahou Yuan. "Zhang Liao!" teriak Chen Gong. Pendekar berkumis tipis datang. Badannya kurus jangkung, berpakaian perang perak kusam. Dia memakai helm berpahat hiasan giok bentuk kepala singa. Jubahnya pun berbahan kulit singa putih. Dia Zhang Liao, pendekar bawahan Chen Gong. "Ada apa, Tuan?" "Bantu Jendral Lu Bu. Bawa pasukan utama, habisi Cao Cao kalau bisa."

  • Pendekar Dua Jiwa   101. Di antara Dua Pilihan

    Waktu melayang bak daun kering tertiup angin. Tak terasa nyaris sebulan berlalu semenjak terakhir kali Zhou menginjakkan kaki di Huasan.Sekarang Zhou menguasai tubuhnya, hendak melangkah mendaki ke puncak.Suara gaduh membuatnya urung. Tiga serangkai Bu datang menyapa. Mereka memakai pakaian bangsawan, menunggang kuda kekar. Bu Bi terkekeh menunjuk Zhou sambil menarik tali kuda."Haiya, lihat siapa pengemis di depan kita? Satu bulan tiada perubahan. Eh, mana dua pengemis lainnya?""Haa liat siapa ini, tiga penjudi sabung ayam? Habis menang judi, ya?" balas Zhou.Seperti kucing dan guguk mereka cekcok menuju gunung. Karena itu pula mereka tak sadar jika telah tiba di halaman utama perguruan.

Bab terbaru

  • Pendekar Dua Jiwa   145. Musuh Atau Teman?

    Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"

  • Pendekar Dua Jiwa   144. Nu An dan Zuo Ci

    Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n

  • Pendekar Dua Jiwa   143. Quan Long di Utara

    Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda

  • Pendekar Dua Jiwa   142. Selamat Tinggal

    Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.

  • Pendekar Dua Jiwa   141. Legenda Asli

    Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri

  • Pendekar Dua Jiwa   140. Liu Bang

    Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang

  • Pendekar Dua Jiwa   139. Sumber Kehidupan

    Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?

  • Pendekar Dua Jiwa   138. Penjaga Makam Kuno

    Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m

  • Pendekar Dua Jiwa   137. Sabun dan Kendi

    Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun

DMCA.com Protection Status