Cao Cao tidak terusik oleh keributan di luar. Dia fokus membaca laporan perekonomian empat kota yang tiba.
Perang besar akan terjadi, Yuan Shao dan Yuan Shu membangun kekuatan. Daerah Cao Cao berada di dataran tengah terjepit oleh dua kekuatan itu. Tentu dataran tengah tempat termakmur, tanah subur, jumlah rakyat banyak, tapi di dataran tengah masih ada Tao Qian. Memikirkan hal ini membuat kepalanya seperti diinjak kuda.
Tiba-tiba sebuah anak panakendarat ke dinding kayu dalam tenda. Terlilit secarik kain putih di sana. Tanda jika ada pesan. Dia membaca pesan itu.
(Liu Bian terancam bahaya. Dia terjebak di menaramu yang terbakar.)
Saking paniknya Cao Cao segera keluar tenda, bahkan hanya memakai hanfu, tanpa alas kaki, tanpa senjata, tanpa baju perang. Dia mendapat
"Xu Chu berhenti!" sentak Cao Cao. "Kenapa kemari? Jika tidak kupanggil, jangan masuk, mengerti?" Xu Chu menarik kasar senjatanya, pergi dari tenda begitu saja. Sekarang hanya ada Cao Cao dan Zhou di dalam tenda. Keduanya bertukar pandang cukup lama, hingga Zhou bicara. "Apa kamu seorang pahlawan?" Cao Cao menggeleng. "Hamba hanya abdi Han." "Jika begitu kenapa menyerang kota Han? Semua usai kan? Dong Zhuo telah tiada. Kamu seharusnya menjaga Xian." Cao Cao menyeringai. "Beginilah caraku menjaga Xian, menjaga Han. Semenjak kematian Kaisar Ling tanah Han terbagi-bagi. Para Jenderal membangun kekuatan masing-masing. Cepat atau lambat mereka akan mengklaim diri sebagai ka
Cao Cao benar-benar ingin mundur, tapi otak cerdasnya tak rela jika hanya sekedar mundur tanpa memeras keuntungan. Setelah menimang-nimang untung rugi, dia menentukan syarat utama. "Pertama, selama satu tahun Tao Qian tidak boleh menyerangku, aku pun akan menarik pasukan." Zhou mengamgguk. "Akan kusampaikan pada Tao Qian. Dia pasti setuju. Lalu apa ada syarat lain?" "Kedua, Tao Qian wajib mengirim satu juta empat ratus ribu karung beras. Aku tahu dia menimbun sekitar lima juta karung beras, jadi tidak masalah, kan?" Zhou tidak tahu menahu tentang timbunan beras, tapi jika Cao Cao sampai tahu nominal karung beras yang ditimbun, berarti dia punya channel di dalam Xiao Pei.
Setelah Zhou kembali ke kota, dia kaget akan kerumunan yang terjadi. Warga Xiao Pei yang masih sehat menyambut sang pahlawan, mereka mengelu-elukan nama pahlawan."Hidup paman Kaisar! Hidup paman Kaisar!"Semua warga bertepuk tangan ketika rombongan Liu Bei datang. Pria itu duduk di kuda, di sisi kirinya Zhang Fei, di sisi kanan Guan Yu. Di belakangnya pasukan Cao Cao berjalan tertunduk, babak belur, terikat tali tambang. Pasukan Liu Bei menjaga para tawanan itu dengan ketat."Tukang bakpao tempo hari, kan?" ucap Zhou dari alam bawah sadar. "Iya itu, itu dia!""Kamu mengenalnya, Zhou?" tanya Deng Ai."Ya, si rakus yang menjual bakpao perbiji satu tael perak."Deng Ai tidak percaya
Dua singa jantan bersiap di lapangan. Zhang Fei dengan tombak berkepala golok bentuk lekuk halilintar, sementara Deng Ai membawa pedang biasa khas Huasan.Semua yang hadir di ruang gubernur berkumpul, bersiap menjadi saksi siapa yang paling hebat di antara mereka berdua, hingga Huo Tuo menengahi kedua pejantan."Pendekar pendekar, banyak rakyat menderita di balik tembok ini. Banyak mereka yang terluka, berjuang setengah mati berusaha tetap hidup, sementara kalian dua pria bugar malah ingin saling bunuh.""Minggir kau tua bangka!" sentak Zhang Fei, mengundang tepukan keras tombak Guan Yu.Liu Bei membelakangi Zhang Fei, memberi hormat pada semuanya."Maafkan saudara hamba. Benar kata pria tua ini. Tidak bagus bagi kita untuk b
Gegap gempita terasa di gedung gubernur. Zhou kira mereka mau diajak berpesta, nyatanya salah. Prajurit membawa melalui taman samping menuju sebuah gubuk yang sepertinya tempat penyimpanan alat-alat berkebun. Dua prajurit menanti mereka."Maaf, hanya Zhou," ucap prajurit, menahan Zuo Ci, sambil mempersilahkan menunggu di taman.Zuo Ci memberi anggukan. "Aku tunggu, Zhou. Jangan lama-lama."Cahaya lilin menyinari gubuk kecil. Tao Qian duduk menanti. Dia mempersilahkan Zhou duduk di bantal depan meja.Raut wajah beliau sungguh serius, tiada senyum sedikitpun. Hal ini membuat Zhou paham situasi yang mendesak."Ada apa Paman Tao Qian?""Tentang Liu Bei. Aku tidak suka dia,
Hari berganti. Kali ini Bian yang menguasai tubuh Zhou.Malam begitu terang juga berisik oleh mercon besar. Jalanan kota padat oleh rakyat yang berpesta. Barongsai menguasai jalan. Suara tawa tersamar oleh suara letupan mercon.Bian mendapati Yo Sa dan Shi berduaan di atas genteng, memancing senyumnya muncul.Setidaknya dengan begini Shi memiliki kesempatan mencicipi cinta yang bertepuk tangan.Sementara di sisi lain, Deng Ai beserta para rakyat berdansa sambil membawa kendi arak besar.Zhou tersenyum memandang bulan yang begitu besar di angkasa. Andai Lu Xun ikut, pasti suasana akan lebih meriah.Lamunannya buyar ketika seorang pasukan menghampiri.
"Kacau, kacau," keluh Zhou.Menurut orang sekitar hujan adalah berkah keberuntungan. Sementara menurut Zhou hujan ya hujan, basah, membuatnya terjebak dalam paviliun bersama para orang tua.Dia berjongkok di muka pintu, meneguk arak, menanti hujan reda.Tanpa dia sadari Huo Tuo menghampiri."Nak.""Oh, tabib Huo Tuo--"Pria itu menekan pundak kanan Zhou supaya tidak perlu berdiri."Jangan menoleh, fokus ke depan. Zuo Ci menceritakan semuanya kepadaku."Zhou memandang datar. Siapa sangka Zuo Ci ember.Huo Tuo lanjut
Rumah gubernur ramai seperti pasar. Rakyat berkumpul di depan gerbang utama rumah, berbisik-bisik. Mereka yang di belakang berjinjit untuk mengintip ke dalam rumah."Ada apa ini?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Alih-alih mendapat jawaban, dia di dorong kasar oleh seorang pasukan.Pasukan lain membelah kerumunan. Ketika Zhou lewat, pandangan sinis dari para warga tercipta."Dasar pembunuh!""Eksekusi saja!"Tomat busuk, sayuran, semua melayang ke badan Zhou, tapi dia diam tak membalas. Dia tak mengerti dan penasaran ada apa?Setibanya di ruang utama, Zhou kaget melihat Tao Qian terkapar di lantai. Darah kering menodai pakaian jug
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun