Karena belum tidur seharian, pagi ini Zhou masih berkuasa atas badannya sendiri. Bian tak masalah asal setelah tidur dia menguasai tubuh kelak. Qiu juga tidak mengeluh, naga centil paham akan situasi yang terjadi. Terlebih dia bisa berlama-lama di sebelah Bian, itu cukup.
Langit belum cerah sempurna. Rombongan pengungsi menarik gerobak berisi pengungsi yang terluka. Mereka semua menangis, memakai perban di luar pakaian, membawa obor untuk penerangan, karena tersamarkan cahaya remang banyak yang mengira balutan perban adalah kain putih. Selain itu, mereka membawa perban anyaman besar bertulis 'Turut berduka untuk kematian Ayah Cao Cao'.
Sayang sekali pasukan Tao Qian enggan ikut. Mereka memilih menyelamatkan warga yang terjebak di luar sana.
"Hebat juga kamu, Zhou," puji Zuo Ci.
Sementara itu di kota Puyang, mengikuti info yang Nu An dapat mengenai adiknya, dia mengunjungi sebuah toko di pasar kota yang ramai penduduk dan pedagang beraktifitas.Sekarang Nu An punya sepuluh murid baru, juga sebuah kereta kuda yang membawa barang-barang mereka. Sesampainya di pasar, beberapa murid baru berpencar mencari informasi tentang adik Nu An juga mencari orang sakit untuk Nu An tolong.Hanya Hi Sam dan Ha Nif yang setia menemany guru mereka. Sesuai informasi, ketiganya berdiri di depan toko yang tersegel."Guru, kita jauh-jauh ke sini, malah tutup. Bagaimana sekarang?" tanya Ha Nif, mengusap keringat.Nu An memandang dua muridnya. Mereka mengangkat kotak berisi bahan obat-obatan, bekal makan, juga pakaian, dan peralatan medis. Kasihan mereka.
Beberapa murid baru Nu An bingung, tapi loyalitas mereka membimbing untuk mereka memasang badan, beruntung Ha Nif dan Hi Sam yang telah lama mengikuti ajaran Nu An bisa berpikir dengan kepala dingin, menghalau para murid baru Nu An berdiri, membungkuk memberi salam pada Jenderal. "Hamba Nu An. Ada yang bisa Hamba bantu?" Jendral menggenggam telapak tangan Nu An. "Tolong sembuhkan wakil Gubernur. Dari kemarin badannya meriang." Mendengar hal ini, sebagai tabib, Nu An malah menarik tangan Jenderal. "Ayu, jika ada yang butuh bantuan, harus segera ditolong!" Jendral mengangguk menggendong Nu An naik ke kuda, lalu dia ikut naik. Dia memacu kuda melesat menuju tempat w
Pasukan Cao Cao berbaris dalam posisi siap menyerang. Mereka fokus di gerbang barat.Cao Cao duduk di pelana kuda, menanti Tao Qian. Di sisi kiri ada Guo Jia serta Cheng Yu, di kanan ada Cao Ren dan Xiahou Yuan. Mereka semua menanti di atas kuda."Lihat kota ini, nyaris sama besar seperti Xuchang," ujar Xiahou Yuan."Lebih besar sedikit," jawab Guo Jia, sambil mengawasi sekitar.Kain putih membentang di gerbang kota. Beberapa bendera putih berkibar di atas tembok."Sepertinya Tao Qian bersimpati padamu, Jenderal. Bagaimana, masih mau membunuhnya?" tanya Guo Jia pada Cao Cao.Cao Cao menyeringai. "Cukup dia serahkan kota dan bunuh diri, semua akan beres."
Cahaya terang perlahan sirna. Cao Cao duduk di pelana kuda. Di hadapannya ribuan pasukan saling bunuh. Entah tembok kota apa yang diperebutkan, yang jelas itu bukan Xiao Pei. Mimpi aneh lagi, Cao Cao mencoba membiasakan diri. Dia tak bisa bicara, badanpun seakan bukan miliknya. Akhir-akhir ini, setiap memakai pakaian perang yang ditemukan dalam goa aneh mimpi pasti muncul. Seseorang memanggil dari arah belakang. "Xiang Yu yang Agung, Xang Yang hampir jatuh. Pasukan kita berhasil menguasai gerbang timur, seperti perjanjian dengan Kaisar Qin, siapapun yang berhasil sampai ke singgasana, dia berhak mendapat gelar Kaisar!" Semua pasukan di sekitar, memberi hormat sambil mengelu-elukan, "Selamat Xiang Yu yang Agung, selamat Xiang Yu yang Agung!" Xiang Yu tertawa lepas den
Bian mengendalikan tubuh Zhou sekarang. Setelah bangun tidur dia langsung membantu para warga yang terluka. Tempat rawat penuh korban, baik rakyat juga pasukan Tao Qian. Dia memperhatikan Yo Sa yang tengah merawat seorang Nenek bersama Shi yang telah sadarkan diri. "Peperangan sungguh kejam," ujar Yo Sa, menutup mata Nenek itu, lalu melihat panah beracun di tangannya. "Siapa yang memanah rakyat sipil Nona?" tanya Shi. "Pasukan Cao Cao. Anak panah ini nyasar ke kota, tak sengaja menusuk Nenek." Zhou menangis tanpa bersuara. Rakyat selalu menjadi korban dari peperangan. Masih teringat ketika dia melarang sepuluh kasim dulu, untuk menarik pajak besar. Selalu rakyat, selalu mereka.
Seperti melihat kecoak, pasukan di kiri dan kanan Zhou berusaha menusuknya memakai tombak.Dia yang seakan terhisap, menghindari semua itu dengan berputar ke kiri dan kanan. Zhou melihat siapa yang menariknya memakai angin.Cao Ren memutar perisai yang bagian-bagiannya membentuk lubang eclipse. Di bagian tengah perisai terdapat besi ujung tombak tajam.Zhou terserap ke sana, dia paham benar bagaimana akhir dari semua ini jika tidak segera bertindak. Dia sigap menangkap kaki seorang prajurit, menghempaskan ke arah perisai.Cao Ren berhenti memutar perisai, tak ingin melukai prajurit sendiri.Zhou mengambil kesempatan untuk menyerang Cao Ren. Dia melesat kencang merebut tombak, lalu melempar ke Cao Ren,
Cao Cao tidak terusik oleh keributan di luar. Dia fokus membaca laporan perekonomian empat kota yang tiba.Perang besar akan terjadi, Yuan Shao dan Yuan Shu membangun kekuatan. Daerah Cao Cao berada di dataran tengah terjepit oleh dua kekuatan itu. Tentu dataran tengah tempat termakmur, tanah subur, jumlah rakyat banyak, tapi di dataran tengah masih ada Tao Qian. Memikirkan hal ini membuat kepalanya seperti diinjak kuda.Tiba-tiba sebuah anak panakendarat ke dinding kayu dalam tenda. Terlilit secarik kain putih di sana. Tanda jika ada pesan. Dia membaca pesan itu.(Liu Bian terancam bahaya. Dia terjebak di menaramu yang terbakar.)Saking paniknya Cao Cao segera keluar tenda, bahkan hanya memakai hanfu, tanpa alas kaki, tanpa senjata, tanpa baju perang. Dia mendapat
"Xu Chu berhenti!" sentak Cao Cao. "Kenapa kemari? Jika tidak kupanggil, jangan masuk, mengerti?" Xu Chu menarik kasar senjatanya, pergi dari tenda begitu saja. Sekarang hanya ada Cao Cao dan Zhou di dalam tenda. Keduanya bertukar pandang cukup lama, hingga Zhou bicara. "Apa kamu seorang pahlawan?" Cao Cao menggeleng. "Hamba hanya abdi Han." "Jika begitu kenapa menyerang kota Han? Semua usai kan? Dong Zhuo telah tiada. Kamu seharusnya menjaga Xian." Cao Cao menyeringai. "Beginilah caraku menjaga Xian, menjaga Han. Semenjak kematian Kaisar Ling tanah Han terbagi-bagi. Para Jenderal membangun kekuatan masing-masing. Cepat atau lambat mereka akan mengklaim diri sebagai ka
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun