Home / Romansa / Wanita Simpanan Suamiku / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Wanita Simpanan Suamiku: Chapter 1 - Chapter 10

51 Chapters

1. Bahan Gunjingan Bu RT

"Iya sayang. Besok kita ketemu, ya."Rasanya jantungku seakan berhenti berdetak saat tak sengaja menangkap obrolan Mas Abdu—suamiku—yang sedang berbicara via telepon entah dengan siapa, di ruang tamu rumah kami.Saat ini aku terbangun karena ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Ketika kakiku baru selangkah keluar kamar, suara Mas Abdu terdengar di telinga meski suamiku itu terkesan berbisik.Aku menatap jam dinding. Pukul 01.00. Pantas saja Mas Abdu sering bangun kesiangan. Ternyata ini yang dia lakukan tiap malam.Tak jadi ke kamar mandi, aku memilih mendatangi Mas Abdu ke ruang tamu. Sengaja langkah kaki kuseret supaya terdengar olehnya."Eh, Mama. Tumben bangun, Ma?" Kulihat dia gelagapan, bergegas mengubah posisi menjadi duduk padahal tadi sebelumnya dia sedang menyandarkan kepala di pegangan sofa merah marun ruang tamu."Aku kebangun, Pa, karena banyak nyamuk di kamar. Papa sendiri, kok, jam segini belum tidur? Bukannya besok mas
Read more

2. Membuntuti Mas Abdu

Seperti biasa Mas Abdu berangkat ke kantor pukul 07.00. Setelah yakin sedan putihnya berjalan pergi, aku kembali ke ruang makan, meraih gawai di atas meja kemudian mencari nama Niko—adikku—di daftar kontak. Lalu dalam hitungan detik aku sudah melakukan panggilan ke nomornya."Assalamualaikum, Dek! Kamu sibuk nggak hari ini?" Tanpa membuang waktu aku langsung bertanya pada dia yang mengangkat panggilan teleponku di menit pertama."Nggak, Mbak. Kenapa?""Kamu bisa nggak anterin mbak hari ini?" Aku balik bertanya."Bisa. Emang Mbak mau ke mana?""Nanti aja mbak kasih tau kalo kamu udah tiba di sini. Mbak mau beres-beres rumah dulu. Kalo udah kelar, Mbak telepon kamu lagi, ya?""Oke, Mbak."Aku mematikan panggilan telepon, membuang napas kasar kemudian meraih sapu dan kemoceng. Tunggu saja kamu Mas Abdu. Aku akan mengintai gerak-gerikmu hari ini. ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana tingkahmu di luaran sana. Enak saja. Sed
Read more

3. Suami Pembohong

"Lebih baik sekarang Mas jujur, untuk siapa buket bunga dan pakaian wanita yang Mas beli tadi sore?" Aku bertanya dengan nada tinggi dan begitu tiba-tiba. Mas Abdu sontak kaget dan menatapku dengan wajah yang tak biasa.Namun, sedetik berikutnya wajah Mas Abdu berubah sinis. "Oh, bagus! Ternyata benar dugaan saya." Mas Abdu buka suara, sedikit menunduk kemudian membuka laci meja kerja di depannya. Dia mengeluarkan buket bunga yang tadi kulihat dan juga sebuah kado terikat pita merah jambu."Sengaja saya simpan. Rencananya buat kejutan nanti malam. Tepat di hari ulang tahun pernikahan kita." Selesai berbicara rahang Mas Abdu mengeras. Jika sedang marah dia akan menyebut dirinya dengan kata ‘saya’.Tanganku yang sejak awal berkacak pinggang, seketika terhempas ke sisi badan. Syok tentu saja. Rasa cemburu telah membuatku lupa segalanya, termasuk ulang tahun pernikahan kami yang jatuh pada hari esok.Rasa bersalah membuatku jadi salah tingkah. Apalagi saat me
Read more

4. Nomor Asing

Aku berdiri di sisi tempat cucian piring. Tanganku bertumpu pada tepiannya. Aku sedikit termenung sebab masih terngiang di pikiran perihal omongan Bu RT saat di warung sayur tadi pagi. Meski sudah berusaha seolah tidak terjadi apa-apa, tetap saja hatiku gundah saat ini.Bahkan untuk melakukan kegiatan yang kusuka saja—yaitu memasak—aku sedikit malas-malasan. Biasanya dengan semangat, aku selalu mencari resep menu-menu baru di internet untuk kusajikan buat putra semata wayangku, Taksa.Sayur oyong yang kubeli tadi, tergeletak di atas meja makan, masih berada di dalam kantong plastik bersama bahan-bahan yang lain. Melangkah ke meja makan, kutarik salah satu kursi lalu duduk di sana.Melirik ke jam dinding dapur, kulihat pukul sepuluh kurang lima belas menit. Aku mengembuskan napas berat. Sebentar lagi aku harus menjemput Taksa dari sekolahnya. Mana sempat memasak kalau begini.Meraih kantong plastik belanjaan tadi, kubawa menuju kulkas. Membuka pintunya, ke
Read more

5. Mendatangi Freya

"Kenapa Mas nggak cerita padaku bahwa Mas sudah bertemu dengan Freya?" Aku menunjukkan foto yang terpampang di aplikasi W******p.Melihat foto yang terpampang di ponselku, raut wajah Mas Abdu berubah. Dia menelan ludah kemudian dia segera mengambil duduk di sofa single di hadapanku."Mama dapat foto itu dari mana?" Jakunnya terlihat naik turun, pertanda dia menelan ludah berkali-kali dan gugup."Sebuah nomor asing mengirimkannya tadi siang," jawabku ketus. "Apa Mas bisa mengelak lagi setelah melihat foto ini?""Bukan begitu, Ma." Mas Abdu berhenti sejenak. "Kami memang bertemu. Itu pun hanya sekali. Freya meminta tolong pada Papa untuk memeriksa listrik di rumahnya. Saat itu Papa sedang makan siang seorang diri dan kami nggak sengaja bertemu." Mas Abdu menunduk, menatap kaki meja di depannya. Hah! Kelihatan sekali jika dia sedang berbohong. Omongannya berbelit-belit."Kenapa nggak menghubungi admin kantor saja, Mas? Kenapa Mas yang harus menangani
Read more

6. Pertengkaran Hebat

Aku mengendarai lagi laju motor ke arah sekolah Taksa dengan benak yang berkecamuk. Di satu sisi aku marah pada Mas Abdu yang sudah mengarang cerita dan kebohongan. Di sisi yang lain ada perasaan malu serta rasa bersalah pada diri Freya.Setelah tiba di tanah lapang tepat di depan warung makanan Bu Haji, kuparkirkan motor di sana. Mengunci setang motor, aku melangkah mendekati Mama Joshua yang sedang duduk sendirian."Kok, sendirian, Mama Joshua? Mana yang lain?" tanyaku sembari mengedarkan pandangan.Wanita berusia setengah abad berdarah Batak itu menjawab, "Iya ... yang lain tadi pada pulang. Saya malas pulang, Mama Taksa. Nanggung banget. Lebih baik saya nunggu di sini aja."Aku meraih ponsel di kantong celana, membuka layarnya dan melihat jam digital. Lima belas menit lagi anak-anak akan keluar kelas.Tak lama setelah aku mengambil duduk di sebelah Mama Joshua, seorang ibu-ibu lain datang mendekat dan ikut bergabung. Dia mengendong anaknya yang
Read more

7. Kisah Masa Lalu Mas Abdu

"Sekarang katakan padaku, Mas! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apa yang Mas inginkan?" tanyaku lagi."Aku masih mencintai Freya hingga saat ini, Gauri ...." Mas Abdu berbicara lirih. Tatapannya masih terpaku pada lantai kamar.Tentu saja aku syok mendengar pengakuannya barusan. Bagaikan dentuman gemuruh mengisi seluruh ruang kepalaku. Jika dia mencintai wanita lain, mengapa Mas Abdu menikahiku? Aku pikir hanya aku satu-satunya wanita yang ada di hatinya.Tanpa sadar, langkahku mundur hingga bersandar pada tembok kamar. Aku butuh tempat untuk menopang tubuhku yang tiba-tiba melemas."Maaf, jika kejujuran ini menyakiti hatimu, Gauri." Mas Abdu belum berani menatapku. Aku masih butuh beberapa detik mencerna tiap ucapannya. Setelah mendapati seluruh tenagaku yang meluruh, aku berdiri, melangkah ke arah meja rias di sudut kamar, aku menarik kursinya lalu duduk di situ."Ceritakan padaku semuanya, Mas. Tanpa ada satu pun yang ditutupi. Sehingga aku bi
Read more

8. Perkenalan

Lonceng pulang sekolah berbunyi. Abdu gegas berdiri setelah gurunya meninggalkan kelas terlebih dahulu. Ali sudah menunggunya di ambang pintu kelas. Pemuda berambut keriting itu seperti biasa memberi tumpangan untuk Abdu tiap pulang sekolah."Mampir dulu bentar, yuk, ke rumah Dodot." Ali berbicara sambil memutar-mutar gantungan kunci motor di telunjuk kanannya."Mau ngapain?" Abdu bertanya."Nggak ngapa-ngapain, sih. Pengin mampir aja. Udah lama kita nggak kumpul di sana." Ali membetulkan posisi ranselnya."Bentar aja, ya. Nanti Bibi nyariin aku," jawab Abdu."Takut dimarahi, ya?" Ali meledek."Aku cuma nggak mau ribut. Itu aja." Abdu mengedik bahu. Dia berjalan mengiringi langkah Ali ke arah parkiran motor.Setelah Ali menyalakan mesin, mereka berdua naik ke atas kuda besi keluaran tahun 2000 itu, platnya sudah dilepas, berwarna biru dongker dengan list merah jambu. Terkadang Abdu tersenyum sendiri melihat kendaraan milik sahabatnya
Read more

9. Bersemi

"Li, aku pinjam motormu, ya?" Abdu berdiri meraih kunci motor Ali yang tergeletak di atas meja ruang tamu rumah Dodot."Mau jemput Freya lagi?" Ali bertanya sambil mengunyah gorengan. "Jadi obat nyamuk lagi, dong, akunya!" Ali menggoda Abdu. Sesungguhnya dia turut senang setelah sosok Abdu berubah menjadi periang. Bukan seperti Abdu yang dulu, minder dan tak bersemangat sebelum bertemu Freya."Kan ada Dodot. Ya, kan, Dot?" Abdu menatap Dodot sambil memakai sepatu di ambang pintu, lalu mengikat talinya menjadi simpul yang rapi.Dodot yang awalnya sedang rebahan di lantai keramik, bergerak bangkit dan duduk, membuat gerakan seolah sedang menyelipkan rambut ke telinga kemudian melambai pada Ali. Sontak Abdu tergelak melihatnya."Apa dosaku, Ya Allah!" Ali bergidik kemudian melempar sebiji cabe rawit tepat mengenai hidung Dodot yang bangir. Dodot tertawa lepas memperdengarkan suara baritonnya.Abdu bersenandung, melangkah ke motor Ali yang terparkir di
Read more

10. Kado Untuk Freya

"Tadi malam Laila bilang, Minggu besok katanya si Freya ulang tahun. Gimana kalo party yang direncanakan kita bikin hari itu aja, Du," saran Ali saat dua sahabat itu sedang duduk di sofa ruang tamu rumah Dodot. Seperti biasa, mereka berkumpul sehabis pulang dari sekolah."Ulang tahun? Aku malah nggak tau sama sekali. Freya nggak bilang apa-apa." Abdu menatap Ali serius."Dia bilang ke adikku malah jangan kasih tau ke kamu. Katanya nggak mau merepotkan. Takut kamu kasih kado." Ali mengangkat bahu. "Kayaknya Laila cerita semua tentang kamu, deh. Termasuk kamu nggak pernah dikasih uang saku."Abdu menarik napas. "Seharusnya Laila jangan cerita-cerita mengenai hal itu.""Yah, kan, bagus, Du. Kamu jadi tau kalo Freya nerima kamu karena dia benar-benar tulus." Ali menambahkan. "Banyak pemuda di kampung yang dia tolak, padahal anak orang berduit. Contohnya aja si Luki. Itu tandanya pacarmu itu nggak matre."Abdu termenung. Setelah mengetahui hari ulang ta
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status