Beranda / Romansa / Wanita Simpanan Suamiku / 1. Bahan Gunjingan Bu RT

Share

Wanita Simpanan Suamiku
Wanita Simpanan Suamiku
Penulis: Narpendyah Kahurangi

1. Bahan Gunjingan Bu RT

Penulis: Narpendyah Kahurangi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Iya sayang. Besok kita ketemu, ya."

Rasanya jantungku seakan berhenti berdetak saat tak sengaja menangkap obrolan Mas Abdu—suamiku—yang sedang berbicara via telepon entah dengan siapa, di ruang tamu rumah kami.

Saat ini aku terbangun karena ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Ketika kakiku baru selangkah keluar kamar, suara Mas Abdu terdengar di telinga meski suamiku itu terkesan berbisik.

Aku menatap jam dinding. Pukul 01.00. Pantas saja Mas Abdu sering bangun kesiangan. Ternyata ini yang dia lakukan tiap malam.

Tak jadi ke kamar mandi, aku memilih mendatangi Mas Abdu ke ruang tamu. Sengaja langkah kaki kuseret supaya terdengar olehnya.

"Eh, Mama. Tumben bangun, Ma?" Kulihat dia gelagapan, bergegas mengubah posisi menjadi duduk padahal tadi sebelumnya dia sedang menyandarkan kepala di pegangan sofa merah marun ruang tamu.

"Aku kebangun, Pa, karena banyak nyamuk di kamar. Papa sendiri, kok, jam segini belum tidur? Bukannya besok masih bekerja? Bicara dengan siapa tadi?" Aku mencecar.

"Klien, Ma." Mas Abdu salah tingkah menatap ponselnya.

"Jam segini?" Aku mengulang sembari melipat kedua tangan di depan dada. Aku tidak akan menyerah untuk menyudutkannya sampai mendapatkan jawaban yang memuaskan.

"Iya. Tadi klien itu lihat papa masih online di W******p, makanya langsung nelepon." Mas Abdu menjawab, tetapi matanya yang sipit menatap ke arah lain.

"Dengan klien, kok, pake ngomong sayang segala?"

"Sayang? Perasaan papa nggak ada ngomong sayang, deh, Ma." Mas Abdu membantah. "Oh, iya. Tadi papa ada ngomong 'sayang kalo kesempatan ini dilewatkan' mungkin itu kali, Ma."

Ck! Pintar sekali dia.

Suamiku bekerja sebagai kepala teknisi di sebuah perusahaan listrik milik negara. Pekerjaannya ini berhubungan dengan banyak orang. Meski jam kerjanya seperti karyawan pada umumnya, namun Mas Abdu harus standby 24 jam. Sehingga dia harus siap siaga jika jasanya segera dibutuhkan, walau di malam hari sekali pun.

Jadi aku percaya saja dengan perkataan Mas Abdu barusan. Biarkan saja jika dia berbohong kali ini. Lain kali aku pasti bisa mengetahui jika dia berulah. Toh, pepatah lama mengatakan, sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pasti bakal tercium juga, bukan?

Sesungguhnya sudah sejak lama aku merasakan kecurigaan. Semenjak dia naik jabatan dan punya banyak uang. Sikapnya banyak berubah secara drastis.

Suamiku itu kerap kali berbicara sembunyi-sembunyi. Ponsel tak pernah lepas dari genggamannya. Bahkan pernah dia bawa ke dalam kamar mandi. Taksa, anakku yang berusia lima tahun pernah memergokinya sering tersenyum sendiri jika sedang berbalas pesan dengan seseorang di ponselnya itu.

Aku masih berdiri memerhatikannya. Mungkin karena tatapanku yang penuh kecurigaan, suamiku menyerah dan segera bangkit, berjalan menuju ke kamar.

***

"Papa berangkat kerja dulu ya, Ma." Mas Abdu pamit sembari menyodorkan tangan kanan untuk kucium. Setelah itu dia mengelus kepala Taksa lalu mengecupnya. "Taksa titip apa? Nanti papa belikan!" Mas Abdu membungkuk berbicara dekat dengan anak semata wayang kami.

"Ayam goreng, Pa. Kayak biasa." Pipi Taksa yang gembil semakin membulat senang ketika Papanya memberi perhatian.

"Baik sayang. Jangan nakal, oke. Belajar yang rajin, ya. Dengerin dan nurut semua kata Mama." Mas Abdu memberi nasehat pada Taksa sebelum dia berlalu pergi bersama sedan putihnya.

Itulah Mas Abdu. Dia seorang ayah yang sayang dan perhatian. Dia juga tidak segan membantu pekerjaan rumah. Itu sebabnya aku berusaha membuang jauh-jauh rasa kecurigaan yang mendera batinku atas perubahan sikapnya baru-baru ini.

***

Setelah mengantar Taksa ke sekolah, aku mampir ke warung sayur yang berada tidak jauh dari rumah. Terlihat ibu-ibu di sana sudah berkumpul untuk belanja. Salah satunya Bu RT, yang terkenal akan pribadinya yang suka bergunjing. Kadang aku merasa heran, atas dasar apa warga memilihnya sebagai ketua RT.

"Eh, Mbak Gauri. Mau belanja, Mbak?" Bu RT yang pertama kali menyapa saat aku turun dari motor. Aku tau dia hanya basa-basi. Sesungguhnya aku malas sekali harus bertemu dengannya setiap ke warung ini. Akan tetapi, mau bagaimana lagi. Warung sayur ini merupakan warung terlengkap dan terdekat dari rumahku. Seandainya ada warung yang lain, kupastikan akan belanja di warung itu dan menghindari wanita yang suka bergosip ini.

"Iya, Bu." Aku menjawab singkat dan tersenyum. Hanya sekadar menghormatinya saja. Sebab usianya jauh di atasku. Aku langsung menuju tumpukan sayuran yang tersusun di atas meja kayu. Memilih-milih sambil memikirkan menu apa yang akan kuhidangkan untuk suami dan anakku hari ini.

"Mbak Gauri tau nggak, si Freya baru saja kembali ke kampung kita," lanjut Bu RT memulai bahan gosip hari ini. Ah ... padahal aku sudah berusaha acuh. Namun, dia ini sungguh tidak peka.

"Freya?" Aku mengerutkan dahi mencoba mengingat.

"Iya, Freya. Bunga desa kampung kita dulu. Yang menikah lalu diboyong suaminya ke Jakarta. Masak Mbak Gauri lupa, sih?" Bu RT menatapku, tersenyum penuh arti sambil menjawil ibu-ibu di sebelahnya.

Ah, iya. Aku baru ingat. Freya adalah gadis populer di kampung ini pada masanya. Dulu aku sempat dikenalkan oleh temanku. Siapa yang tak ingat gadis manis berambut panjang lurus dan berkulit putih itu. Setiap pemuda di sini dulunya mengejar dan tergila-gila padanya. Termasuk Mas Abdu suamiku.

"Oh ... Freya. Iya saya ingat Bu RT. Kebetulan saya juga mengenalnya."

"Bagus, deh, kalo Mbak Gauri udah kenal perempuan itu. Setidaknya dia bakal segan nggak bakal menggoda papanya Taksa," lanjut Bu RT lagi.

"Menggoda? Kan Freya punya suami, Bu." Kali ini aku benar-benar tak tahan dengan omongan Bu RT. Karena seingatku, Freya tidak seperti itu. Walau sebenarnya, aku agak khawatir mengingat suamiku dulu pernah menjalin hubungan istimewa dengannya.

"Ssstttt ... masak Mbak Gauri belum tau? Dia baru saja menjanda, Mbak. Makanya dia kembali ke sini. Ke rumah ibunya." Bu RT mencoba berbisik seraya menangkup sebelah tangan ke mulut, tapi siapapun yang berada di warung ini pasti bisa mendengar ucapannya.

Aku terdiam. Tidak tau jawaban apa yang akan kuberikan pada Bu RT. Akhirnya kuhiraukan saja dia, lantas melanjutkan memilih bahan-bahan yang akan kumasak hari ini. Meski sebenarnya, aku sedikit penasaran akan ucapan Bu RT barusan. Tapi sudahlah. Itu bukan urusanku. Setelah memilih dan membayar, aku pamit pada ibu-ibu di sana lalu bergegas pergi bersama motorku.

***

Siang ini aku tak bisa tidur siang. Padahal Taksa sudah terbaring pulas di sebelahku sedari tadi. Untuk menghilangkan kejenuhan, kuraih ponsel yang tergeletak di atas nakas sebelah tempat tidur. Lalu iseng membuka akun F******k yang jarang tersentuh jempolku.

Terdapat satu permintaan pertemanan di sana. Sebuah akun dengan nama Freya Maheswari. Penasaran, aku cek terlebih dahulu profil akun tersebut. Ternyata Freya, orang yang jadi bahan gunjingan Bu RT tadi pagi. Aku mengklik tanda konfirmasi, menerima permintaan pertemanannya.

Aku iseng mengintip beranda akun perempuan itu. Freya jarang membuat status. Hanya foto-foto diri yang dia post setiap hari. Kuakui dia tambah cantik karena memang pada dasarnya dia cantik.

Tubuhnya yang ramping terbalut kulit putih mulus. Rambut hitam lurus tergerai hampir sepinggang. Bibir penuh berisi kesukaan para lelaki. Matanya yang tajam namun agak sipit, sering menghilang jika perempuan itu tertawa.

Ada satu hal yang membuatku kaget. Ternyata Freya sudah berteman dengan Mas Abdu terlebih dahulu. Terlihat dari daftar teman bersama antara aku dan Freya, ada nama Mas Abdu di sana.

Sebuah pertanyaan muncul di benak. Siapakah yang lebih dulu mengirimkan permintaan pertemanan antara mereka berdua? Mas Abdu, kah, atau jangan-jangan Freya?

Aku menggelengkan kepala, mencoba menghalau pikiran yang tidak-tidak. Aku tak boleh curiga tanpa dasar dan tidak boleh memvonis sebelum adanya bukti yang nyata.

***

Sorenya Mas Abdu pulang kerja sedikit telat. Dia terlambat satu jam dari biasanya, tapi dia tak lupa dengan pesanan Taksa, ayam goreng kesukaan putranya itu. Setelah memberikan pesanan Taksa, Mas Abdu bergegas untuk mandi.

Tring!

Ponsel Mas Abdu yang terletak di meja televisi berbunyi tanda ada sebuah pesan yang masuk. Entah kenapa, rasa penasaran membuatku meraih benda pipih itu dan membukanya. Terdapat sebuah pesan Messenger yang tertera di layar utama. Kubaca nama pengirimnya. Freya Maheswari.

[Udah sampai rumah, Kak?]

Kubaca pesan itu berulang kali seraya mengerutkan dahi. Aku langsung paham arti dari pesan itu. Ternyata mereka berdua sering berkomunikasi tanpa sepengetahuanku.

Suara pintu kamar mandi yang dibuka terburu-buru, membuatku bergegas meletakkan kembali ponsel Mas Abdu ke tempat semula. Kulihat dia masih berbalut handuk meraih ponselnya.

Sambil tersenyum Mas Abdu menatap layar benda itu dan segera menghilang ke dalam kamar. Sungguh, aku tidak menduga suamiku bisa berkhianat dan main serong di belakangku. Padahal, aku adalah istri yang mendukungnya sedari nol di saat dia tidak memiliki apa-apa, harta maupun jabatan.

Tunggu saja kamu, Mas. Aku tidak akan tinggal diam. Aku akan memergoki dan mengumpulkan bukti perselingkuhanmu. Awas kau nanti. Tiba-tiba saja sebuah rencana muncul ke dalam pikiranku.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Wanita Simpanan Suamiku   2. Membuntuti Mas Abdu

    Seperti biasa Mas Abdu berangkat ke kantor pukul 07.00. Setelah yakin sedan putihnya berjalan pergi, aku kembali ke ruang makan, meraih gawai di atas meja kemudian mencari nama Niko—adikku—di daftar kontak. Lalu dalam hitungan detik aku sudah melakukan panggilan ke nomornya."Assalamualaikum, Dek! Kamu sibuk nggak hari ini?" Tanpa membuang waktu aku langsung bertanya pada dia yang mengangkat panggilan teleponku di menit pertama."Nggak, Mbak. Kenapa?""Kamu bisa nggak anterin mbak hari ini?" Aku balik bertanya."Bisa. Emang Mbak mau ke mana?""Nanti aja mbak kasih tau kalo kamu udah tiba di sini. Mbak mau beres-beres rumah dulu. Kalo udah kelar, Mbak telepon kamu lagi, ya?""Oke, Mbak."Aku mematikan panggilan telepon, membuang napas kasar kemudian meraih sapu dan kemoceng. Tunggu saja kamu Mas Abdu. Aku akan mengintai gerak-gerikmu hari ini. ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana tingkahmu di luaran sana. Enak saja. Sed

  • Wanita Simpanan Suamiku   3. Suami Pembohong

    "Lebih baik sekarang Mas jujur, untuk siapa buket bunga dan pakaian wanita yang Mas beli tadi sore?" Aku bertanya dengan nada tinggi dan begitu tiba-tiba. Mas Abdu sontak kaget dan menatapku dengan wajah yang tak biasa.Namun, sedetik berikutnya wajah Mas Abdu berubah sinis. "Oh, bagus! Ternyata benar dugaan saya." Mas Abdu buka suara, sedikit menunduk kemudian membuka laci meja kerja di depannya. Dia mengeluarkan buket bunga yang tadi kulihat dan juga sebuah kado terikat pita merah jambu."Sengaja saya simpan. Rencananya buat kejutan nanti malam. Tepat di hari ulang tahun pernikahan kita." Selesai berbicara rahang Mas Abdu mengeras. Jika sedang marah dia akan menyebut dirinya dengan kata ‘saya’.Tanganku yang sejak awal berkacak pinggang, seketika terhempas ke sisi badan. Syok tentu saja. Rasa cemburu telah membuatku lupa segalanya, termasuk ulang tahun pernikahan kami yang jatuh pada hari esok.Rasa bersalah membuatku jadi salah tingkah. Apalagi saat me

  • Wanita Simpanan Suamiku   4. Nomor Asing

    Aku berdiri di sisi tempat cucian piring. Tanganku bertumpu pada tepiannya. Aku sedikit termenung sebab masih terngiang di pikiran perihal omongan Bu RT saat di warung sayur tadi pagi. Meski sudah berusaha seolah tidak terjadi apa-apa, tetap saja hatiku gundah saat ini.Bahkan untuk melakukan kegiatan yang kusuka saja—yaitu memasak—aku sedikit malas-malasan. Biasanya dengan semangat, aku selalu mencari resep menu-menu baru di internet untuk kusajikan buat putra semata wayangku, Taksa.Sayur oyong yang kubeli tadi, tergeletak di atas meja makan, masih berada di dalam kantong plastik bersama bahan-bahan yang lain. Melangkah ke meja makan, kutarik salah satu kursi lalu duduk di sana.Melirik ke jam dinding dapur, kulihat pukul sepuluh kurang lima belas menit. Aku mengembuskan napas berat. Sebentar lagi aku harus menjemput Taksa dari sekolahnya. Mana sempat memasak kalau begini.Meraih kantong plastik belanjaan tadi, kubawa menuju kulkas. Membuka pintunya, ke

  • Wanita Simpanan Suamiku   5. Mendatangi Freya

    "Kenapa Mas nggak cerita padaku bahwa Mas sudah bertemu dengan Freya?" Aku menunjukkan foto yang terpampang di aplikasi W******p.Melihat foto yang terpampang di ponselku, raut wajah Mas Abdu berubah. Dia menelan ludah kemudian dia segera mengambil duduk di sofa single di hadapanku."Mama dapat foto itu dari mana?" Jakunnya terlihat naik turun, pertanda dia menelan ludah berkali-kali dan gugup."Sebuah nomor asing mengirimkannya tadi siang," jawabku ketus. "Apa Mas bisa mengelak lagi setelah melihat foto ini?""Bukan begitu, Ma." Mas Abdu berhenti sejenak. "Kami memang bertemu. Itu pun hanya sekali. Freya meminta tolong pada Papa untuk memeriksa listrik di rumahnya. Saat itu Papa sedang makan siang seorang diri dan kami nggak sengaja bertemu." Mas Abdu menunduk, menatap kaki meja di depannya. Hah! Kelihatan sekali jika dia sedang berbohong. Omongannya berbelit-belit."Kenapa nggak menghubungi admin kantor saja, Mas? Kenapa Mas yang harus menangani

  • Wanita Simpanan Suamiku   6. Pertengkaran Hebat

    Aku mengendarai lagi laju motor ke arah sekolah Taksa dengan benak yang berkecamuk. Di satu sisi aku marah pada Mas Abdu yang sudah mengarang cerita dan kebohongan. Di sisi yang lain ada perasaan malu serta rasa bersalah pada diri Freya.Setelah tiba di tanah lapang tepat di depan warung makanan Bu Haji, kuparkirkan motor di sana. Mengunci setang motor, aku melangkah mendekati Mama Joshua yang sedang duduk sendirian."Kok, sendirian, Mama Joshua? Mana yang lain?" tanyaku sembari mengedarkan pandangan.Wanita berusia setengah abad berdarah Batak itu menjawab, "Iya ... yang lain tadi pada pulang. Saya malas pulang, Mama Taksa. Nanggung banget. Lebih baik saya nunggu di sini aja."Aku meraih ponsel di kantong celana, membuka layarnya dan melihat jam digital. Lima belas menit lagi anak-anak akan keluar kelas.Tak lama setelah aku mengambil duduk di sebelah Mama Joshua, seorang ibu-ibu lain datang mendekat dan ikut bergabung. Dia mengendong anaknya yang

  • Wanita Simpanan Suamiku   7. Kisah Masa Lalu Mas Abdu

    "Sekarang katakan padaku, Mas! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apa yang Mas inginkan?" tanyaku lagi."Aku masih mencintai Freya hingga saat ini, Gauri ...." Mas Abdu berbicara lirih. Tatapannya masih terpaku pada lantai kamar.Tentu saja aku syok mendengar pengakuannya barusan. Bagaikan dentuman gemuruh mengisi seluruh ruang kepalaku. Jika dia mencintai wanita lain, mengapa Mas Abdu menikahiku? Aku pikir hanya aku satu-satunya wanita yang ada di hatinya.Tanpa sadar, langkahku mundur hingga bersandar pada tembok kamar. Aku butuh tempat untuk menopang tubuhku yang tiba-tiba melemas."Maaf, jika kejujuran ini menyakiti hatimu, Gauri." Mas Abdu belum berani menatapku. Aku masih butuh beberapa detik mencerna tiap ucapannya. Setelah mendapati seluruh tenagaku yang meluruh, aku berdiri, melangkah ke arah meja rias di sudut kamar, aku menarik kursinya lalu duduk di situ."Ceritakan padaku semuanya, Mas. Tanpa ada satu pun yang ditutupi. Sehingga aku bi

  • Wanita Simpanan Suamiku   8. Perkenalan

    Lonceng pulang sekolah berbunyi. Abdu gegas berdiri setelah gurunya meninggalkan kelas terlebih dahulu. Ali sudah menunggunya di ambang pintu kelas. Pemuda berambut keriting itu seperti biasa memberi tumpangan untuk Abdu tiap pulang sekolah."Mampir dulu bentar, yuk, ke rumah Dodot." Ali berbicara sambil memutar-mutar gantungan kunci motor di telunjuk kanannya."Mau ngapain?" Abdu bertanya."Nggak ngapa-ngapain, sih. Pengin mampir aja. Udah lama kita nggak kumpul di sana." Ali membetulkan posisi ranselnya."Bentar aja, ya. Nanti Bibi nyariin aku," jawab Abdu."Takut dimarahi, ya?" Ali meledek."Aku cuma nggak mau ribut. Itu aja." Abdu mengedik bahu. Dia berjalan mengiringi langkah Ali ke arah parkiran motor.Setelah Ali menyalakan mesin, mereka berdua naik ke atas kuda besi keluaran tahun 2000 itu, platnya sudah dilepas, berwarna biru dongker dengan list merah jambu. Terkadang Abdu tersenyum sendiri melihat kendaraan milik sahabatnya

  • Wanita Simpanan Suamiku   9. Bersemi

    "Li, aku pinjam motormu, ya?" Abdu berdiri meraih kunci motor Ali yang tergeletak di atas meja ruang tamu rumah Dodot."Mau jemput Freya lagi?" Ali bertanya sambil mengunyah gorengan. "Jadi obat nyamuk lagi, dong, akunya!" Ali menggoda Abdu. Sesungguhnya dia turut senang setelah sosok Abdu berubah menjadi periang. Bukan seperti Abdu yang dulu, minder dan tak bersemangat sebelum bertemu Freya."Kan ada Dodot. Ya, kan, Dot?" Abdu menatap Dodot sambil memakai sepatu di ambang pintu, lalu mengikat talinya menjadi simpul yang rapi.Dodot yang awalnya sedang rebahan di lantai keramik, bergerak bangkit dan duduk, membuat gerakan seolah sedang menyelipkan rambut ke telinga kemudian melambai pada Ali. Sontak Abdu tergelak melihatnya."Apa dosaku, Ya Allah!" Ali bergidik kemudian melempar sebiji cabe rawit tepat mengenai hidung Dodot yang bangir. Dodot tertawa lepas memperdengarkan suara baritonnya.Abdu bersenandung, melangkah ke motor Ali yang terparkir di

Bab terbaru

  • Wanita Simpanan Suamiku   51. Menua Bersama

    Suasana bandara ramai seperti biasa. Di antara orang-orang yang berlalu lalang mengejar waktu keberangkatan pesawat mereka, ada sepasang pengantin baru yang berjalan santai ke arah konter check-in keberangkatan.Akan tetapi, ada yang berbeda pada wajah Freya. Dia tidak semringah seperti ketika hendak jalan-jalan atau ke tempat-tempat baru seperti sebelum-sebelumnya. Bibirnya mencebik, raut wajahnya masam, berulang kali dia menggerutu sejak tadi."Mereka yang kasih tiket perjalanan ini sebagai kado pernikahan, eh, malah mereka gak ada kabar. Gimana, sih, padahal gak ada salahnya, kan, cuma nganterin ke bandara doang?"Abdu tersenyum geli sekaligus geleng-geleng kepala mendengarkan gerutuan istrinya. Dia mengecup pelan kepala Freya sembari menepuk-nepuk pundaknya berbalut gemas."Mungkin mereka sibuk, Yank. Kan Gauri lagi ngidam, lagi mabuk-mabuknya. Bisa jadi Ali juga lagi sibuk urus pekerjaan di kantor. Jadi mereka gak sempat antar kita hari ini."

  • Wanita Simpanan Suamiku   50. Pesta Pernikahan

    Puluhan unit tenda terbentang luas memenuhi halaman rumah Freya. Bunga-bunga nan harum dan berwarna-warni ditata sedemikian rupa di tiap sudut: tenda, meja prasmanan, ruang tamu sebagai tempat ijab kabul. Kain-kain serta hiasan yang tergelar bernuansa nilakandi dan abu-abu, warna kesukaan Freya, menjadi tema utama.Di kamarnya, teman dan kerabat terdekat berkerumun, mengobrol bahkan memerhatikan gadis itu yang sedang dihiasi jari-jarinya menggunakan inai instans.Gauri juga berada di sana. Freya memintanya untuk datang, sebab malam ini akan diadakan doa selamat agar acara yang berlangsung esok hari berjalan dengan lancar."Kamu deg-deg'an, gak?" Gauri berbisik di dekatnya.Freya tersipu. "Ya, jelas dong. Duh!" Dia mengembuskan napas panjang. Sebenarnya bukan sejak itu saja, tetapi sedari ketika Freya menerima lamaran Abdu, kekasihnya itu."Santai aja, kan, bukan yang pertama." Gauri terkikik."Ya, kan, beda, Gauri." Freya memutar bola matany

  • Wanita Simpanan Suamiku   49. Kabar yang Ditunggu-Tunggu

    Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sedang mengejar waktu sebab waktu yang dia punya, sungguh terbatas.Berulang kali dia mengerutu atau menekan klakson tak henti-henti ketika ada pengendara lain yang menghalangi jalannya.Ali sangat menyesali keputusannya yang datang terlambat. Andai saja sedari awal dia tidak plin-plan dan menolak semua ajakan-ajakan Lena. Setelah dia berbincang cukup lama dengan Abdu, barulah Ali menyadari, perasaan ragu yang sempat datang ketika bertemu Lena ialah bersifat sementara."Itu cuma rasa penasaranmu aja, Li. Karena kamu dulu menyukai Lena dan gak pernah menjalin hubungan dengannya. Kamu akan sadar mencintai siapa bila orang tersebut pergi meninggalkanmu. Kamu akan merasa baik-baik aja atau nelangsa."Sekarang, itu lah yang Ali rasakan, nelangsa. Ketika Freya datang ke kantornya membawa kabar bahwa Gauri akan pergi meninggalkannya, pikirannya seketika kalut. Hatinya gelisah. Ali sedang tidak baik-baik saja.

  • Wanita Simpanan Suamiku   48. Aksi Freya

    Freya menurunkan standar motor metic-nya di parkiran sebuah kantor berlantai tiga. Gadis berkulit putih itu menyimpan jaket dan helm ke jok motor, sebelum melangkah ke lobi untuk bertanya ke meja resepsionis.Kakinya tanpa ragu melangkah, terbalut rasa geram dan amarah. Sejak mengetahui bahwa Gauri hamil, Freya tidak bisa untuk diam saja. Rasanya merupakan perbuatan zholim jika mengetahui kebenaran tetapi malah tidak melakukan tindakan apa-apa.Freya pun kali ini tidak peduli jika aksinya bakal berujung dengan kemarahan Abdu. Itu urusan nanti saja, yang penting saat ini dia harus segera menemui Ali dan menyampaikan fakta yang sebenarnya.Berdasarkan keterangan dari resepsionis, Ali sedang berada di kantornya. Kebetulan pula dia baru selesai menghadiri rapat. Sebelum petugas resepsionis melarangnya ke kantor Ali, Freya setengah berlari menuju lift yang hendak tertutup.Gadis itu berhasil masuk, meski mendapat sorot tatapan tajam dari beberapa orang yang te

  • Wanita Simpanan Suamiku   47. Kehamilan Gauri

    Ali pulang ke rumah tepat ketika jam dinding menunjuk ke angka tengah malam. Gauri sengaja menunggunya di ruang tengah sembari menonton televisi."Kamu belum tidur?" Ali hendak melangkah ke kamar, tetapi ucapan Gauri menghentikan langkahnya."Bisa bicara sebentar, Mas?" Suaranya datar, tetapi senyuman tipis tak lepas dari bibir Gauri.Ali menurut saja tanpa berkomentar apa-apa. Wajahnya kelihatan kusam dan letih, seperti habis bepergian seharian penuh."Mas seharian bersama Lena, kan?" Gauri tidak ingin basa-basi yang menurutnya sangat membuang-buang waktu dan itu memuakkan jika dilakukan di saat hatinya sedang remuk redam."Ya, maaf, aku gak kasih tau." Ali menghela napas. "Tadi dia memintaku mengantarkannya membeli sesuatu. Barang yang dia cari, susah ditemui. Itu sebabnya sampai malam aku baru pulang."Gauri manggut-manggut, mencoba memahami. "Saking sibuknya, sampai-sampai Mas gak bisa lagi kasih kabar via chat atau telepon ke aku, ya? P

  • Wanita Simpanan Suamiku   46. Keputusan Gauri

    Suasana vila menjadi aneh. Sebab perubahan sikap Gauri dan juga Ali terjadi secara bersamaan. Seharusnya masalah yang menerpa mereka, dibicarakan berdua, tetapi didiamkan saja tanpa adanya jalan keluar.Di sisi Gauri, dia ingin kejelasan, tentang apa hubungan yang terjadi antara suaminya dengan Lena. Mengapa sikapnya tunduk saja ketika ditarik kala di pesta itu, bukankah seharusnya saat itu Ali menemani Gauri, bukannya malah menghilang, malah kepergok tengah berciuman. Meski saat itu Ali tidak tahu, bahwa aksinya sedang dilihat oleh istrinya sendiri.Di sisi Ali, pikirannya dipenuhi peristiwa itu, tentang Lena yang menciumnya secara tiba-tiba. Rasa yang dulu telah terkubur dalam, kini seperti berontak dan menggelitik dadanya. Ali sebenarnya sadar diri bahwa Gauri mencurigai sesuatu, tetapi pria itu lebih memilih untuk diam. Dia kehabisan tenaga untuk berdebat. Dia sedang tidak ingin bertengkar dan malah nanti Lena menjadi pelariannya saja.Sehabis sarapan, merek

  • Wanita Simpanan Suamiku   45. Air Mata Gauri

    Selesai berdansa, Abdu mencari-cari keberadaan Taksa dan juga Gauri. Berulang kali dia berusaha menghubungi ponsel Gauri, tetapi sama sekali tidak ada sahutan.Setelah berkeliling, Abdu mendapati Ali yang tengah duduk melamun di teras vila. "Ali, kamu sendirian? Mana Taksa? Gauri?"Ali mengerutkan dahi. "Mereka gak bersamaku sejak tadi. Dari tadi aku sendirian di sini.""Apa mereka balik ke vila, ya?" Freya menduga. "Kalau gitu, aku cek ke sana dulu, ya, Kak." Gadis itu bergegas pulang. Tubuhnya pun dirasa penat sehabis berdansa dan bermain seharian sejak pagi. Mencari Gauri ke vila sewaan mereka bisa dijadikan alasan untuk melarikan diri dari sana.Freya pun agak kesal. Dia datang ke pesta tersebut, tapi seperti orang asing saja. Tidak ada sesiapa pun yang menyapa. Tidak ibunya Ali, atau Ali sendiri. Freya sudah punya firasat tak baik. Mungkinkah Gauri lebih memilih pulang ketimbang merasakan hal tak enak yang sama seperti dia rasakan?Setiba di v

  • Wanita Simpanan Suamiku   44. Pesta

    Mereka berlima termasuk Taksa berjalan kaki menuju vila sewaan ibunya Ali. Tempat itu tidak terlalu jauh jaraknya, hanya terpisah tiga vila saja.Vila yang disewa ibunya Ali untuk mengadakan pesta ukurannya lebih luas. Halamannya pun luas, bisa menampung sekitar lima puluh orang tamu yang hadir.Tampaknya ibunya Ali niat sekali untuk mengadakan pesta. Cukup terlihat dari dekorasi yang apik, bunga-bunga segar yang menghiasi tiap sudut halaman, dan juga menu makanan yang terhidang terkesan makanan mahal serta mewah.Pihak pengelola vila ternyata juga menyediakan segala perlengkapan jika tamunya hendak mengadakan pesta. Gauri melihat pelayan yang mondar-mandir membawakan minuman atau pun di bagian bersih-bersih memakai seragam hitam-hitam berlabel nama perusahan pengelola vila tersebut."Ali!" Dari sudut halaman, terdengar suara perempuan memanggil. Sontak Ali menoleh ke arah Lena yang berjalan anggun mendekatinya.Gaun malam yang dikenakannya, berwar

  • Wanita Simpanan Suamiku   43. Magdalena

    Ibunya Ali tanpa permisi langsung masuk melangkahkan kaki ke dalam ruangan di mana mereka masih terdiam dan menatap heran. Disusul Magdalena yang berjalan anggun, mengekor di belakangnya. Gadis itu tersenyum manis pada siapa saja yang memandangnya."Kamu gak tau, ya? Mama lagi ajak Lena jalan-jalan. Dia pengin sekali menikmati suasana yang segar dan hijau-hijau. Ya sudah. Mama ajak aja dia ke sini. Mama direkomendasiin temen Mama. Katanya tempat ini lagi viral di I*, kan." Ibunya Ali terus nyerocos tak henti-henti. "Kalau Mama tau kamu juga ke sini, pasti Mama bakal minta jemput dan nebeng mobilmu aja, Li."Tak ada jawaban. Suasana menjadi canggung. Apalagi Ali menjadi pendiam, tidak banyak bunyi. Gauri sungguh penasaran, siapakah gadis itu yang membuat suaminya menjadi salah tingkah dan gugup seketika."Taksa udah makannya?" Suara Abdu mengenyahkan atmosfer yang aneh di antara mereka.Taksa yang baru saja meneguk habis susunya, lantas mengangguk. "Sudah,

DMCA.com Protection Status