Semua Bab Aku dan Teman Suamiku: Bab 41 - Bab 50

54 Bab

41. Zaka koma, Tara turut prihatin

Erik mengangkat tubuh Tara yang luruh di lantai, setelah mengangkat telpon dari rumah sakit. Bahkan Bu Erika terduduk lemas dibantu oleh Arle menggotongnya duduk di sofa, bibik sibuk mondar mandir membuatkan teh hangat untuk Tara dan Bu Erika, sedangkan Pak Aditya langsung menuju rumah sakit tempat Zaka dirawat. "Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" terdengar suara berat Pak Aditya menahan kesedihannya. Dokter tersebut menunduk, mencoba mengambil nafas dalam sebelum berucap."Bapak Zaka koma, Pak."Pak Aditya oleng, sampai dokter dan perawat memagangi kedua tangannya. Agar Pak Aditya tidak tersungkur di lantai rumah sakit. Pak Aditya pun mendapat perawatan medis sebentar di ruang UGD, karena nafasnya sedikit sesak, begitu mendengar kabar Zaka yang koma. "Papa...," panggil Arle saat tiba di rumah sakit. Arle menyusul Pak Aditya, setelah pihak rumah sakit menghubungi kembali keluarga Pak Aditya. Arle menghampiri papanya yang terbaring di ranjang UGD
Baca selengkapnya

42. Maaf dari Tara untuk Zaka

"Laras, kamu kenapa?" Arle menatap serius Laras yang tengah menunduk sambil menutup hampir keseluruhan wajahnya dengan selendang."Eh, Bapak Arle. Saya mau berobat, sepertinya alergi," sahut Laras asal, sambil masih menutupi wajahnya."Oh begitu, ya sudah saya tinggal dulu ya. Kamu sama siapa ke sini?" Arle belum beranjak dari tempatnya sedangkan Laras mulai gelisah, karena wajahnya mulai yerasa gatal."Sendiri, Pak.""Mbak , Laras. Ayo masuk ke dalam." seorang perawat memanggil Laras. Laras pun mengangguk pamit pada Arle, lalu berjalan mengikuti perawat tersebut.****Erik tiba di rumah sakit ,tepat pukul dua belas malam. Seorang petugas security membantu Erik menyiapkan bangsal untuk Tara, dengan tergesa Erik mendorong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Kenapa istri saya, Dok?" Erik tak sabar bertanya pada dokter."Sebentar ya, Pak. Bapak tunggu di depan dulu ya," ucap seorang perawat sambil mempersilakan Erik keluar ruangan. Erik
Baca selengkapnya

43. Melahirkan di kamar mandi

Lelaki yang berambut gondrong itu duduk termenung di bangku kantin. Pandangannya kosong, wajahnya begitu kusut, seakan sedang memikirkan sesuatu yang berat. Wanita yang ia cintai, pergi begitu saja. Tanpa ia tahu kemana? Dan bagaimana kabarnya saat ini. Berkali-kali Didu, memohon kepada teman-teman di kantornya, menanyakan dimana keberadaan Mei, dimana Mei dimutasi? Namun tidak ada yang memberitahukannya. Didu juga sampai nekat bertanya pada Arle, namun yang di dapat adalah bogeman kembali dari Arle. Didu juga bertanya pada kepala personalia di kantor. Namun lagi-lagi hanya diam yang ia dapatkan."Ngelamun terus!" celetuk Ratna, teman sekelas Didu. Ratna ikut duduk di samping Didu. Lelaki itu menoleh dan tersenyum miris. Lalu membuang kembali pandangannya."Nih, buat lo. Biar ga kayak mayat idup!" Ratna memberikan plastik bening, berisikan gado-gado dan sebotol po***i sweat dingin."Makasih Na!" Didu mengambil bungkusan yang diberikan Ratna."Janda lu, be
Baca selengkapnya

44. Erik Diminta Poligami

Erik dan Pak lurah Ferdi, ayah Laras, kini duduk di bangku taman rumah sakit. Wajah Pak Lurah yang keliatan kuyu serta tubuhnya yang semakin kurus, membuat Erik sedikit iba. Pak  Ferdi menceritakan perihal penyakit yang diderita Laras sepulang dari Jakarta, lima bulan yang lalu. Bahkan penyakitnya menjadi semakin parah, karena yang keriput tidak hanya wajah, melainkan seluruh tubuhnya. Dengan suara bergetar Pak Lurah menceritakan hal tersebut."Bagaimana Rik? Saya minta tolong!""Hhmm...maaf Pak, saya tidak bisa menolong Laras. Saya hanya mencintai istri saya. Apalagi dia baru saja melahirkan. Saya rasa ide Bapak tidak mungkin saya lakukan, silahkan bawa Laras ke dokter spesialis kulit.""Sakit Laras tidak bisa diobati oleh dokter, Rik, tapi oleh kamu!" "Coba lihat ini!" Pak Ferdi memperlihatkan foto Laras dari ponselnya, posisi Laras yang tengah terbaring lemas di atas kasur dengan wajah yang keriput. Bahkan Erik tidak mengenalinya."In
Baca selengkapnya

45. Pernikahan Arle dan Kepergian Zaka

Di sinilah Arle, Pak Aditya  dan juga Pak Ferdy, di dalam mobil menuju Solo. Sesekali Pak Aditya melirik Arle, yang dengan mata terpejam meletakkan kepalanya di sandaran jok mobil. Pak Lurah yang duduk di depan juga hening, tiada bersuara. Pikirannya  melayang entah kemana. Semoga keputusan ini tepat untuk Laras. Sementara itu, di rumah Erik. Tara serta Bu Erika tengah makan siang. Nafsu makan Bu Erika mendadak hilang, sejak kepergian suami berserta anak bungsunya tadi pagi. "Apakah semua ini benar, Ra?" tanya Bu Erika pada Tara, yang makan dengan lahap. "Arle pasti baik-baik saja, Ma. Saya tahu, sebenarnya Arle pernah naksir Laras, hanya saja saat itu Laras masih tergila-gila sama Apih."  Ucapan Tara membuat Bu Erika dan Erik, menoleh kaget ke arah Tara. "Kamu kok ga pernah cerita ke saya?" "Ga ah nanti Apih cemburu!"  "Aduh, pusing Mama. Anak lelaki Mama mau dapat istri aja, kudu ke sana-kemari, banyak uji
Baca selengkapnya

46. Sepuluh Tahun Berlalu

Sepuluh tahun kemudianDi sebuah panti asuhan, tampak sepuluh anak berusia lima sampai sepuluh tahun, berlarian di dalam pekarangan. Mereka tertawa bersama, saat memainkan permainan petak umpet. Seorang wanita dewasa,berkerudung dengan senyum penuh cinta, memperhatikan anak-anak tersebut. Wanita itu duduk sambil menggendong bayi merah yang baru saja diletakkan seseorang di pelataran panti asuhan miliknya, dini hari. Ponselnya berdering dua kali, ia menoleh ke meja di sampingnya, tempat ponsel itu tergeletak.[Hallo Assalamualaikum.][Wa'alaykumusslam.]Suara jawaban di sana membuat wanita dewasa itu sedikit tercekat. Suara yang sepertinya tidak asing baginya.[Betul ini panti asuhan Cinta Ibu?][Iya betul sekali, Pak. Ada yang bisa saya bantu.][Ini saya dan istri saya mau mengadopsi bayi baru lahir kalau ada laki-laki.][Oh, begitu. Baiknya bapak datang langsung ke tempat saya, Pak.][Baik, Bu. Rencananya saya besok pag
Baca selengkapnya

47. Zaka Kembali

Sudah dua tahun sejak kepergian Erik, Tara masih saja diliputi kesedihan mendalam. Ia yang biasanya ceria, berubah menjadi lebih banyak diam. Namun ia berusaha tegar di depan ketiga anaknya. Setiap pekan, Tara pasti berziarah ke makam Erik bersama ketiga anaknya. Semua keluarga Erik bahkan sangat terpukul, terutama Pak Aditya dan Bu Erika. Mereka tidak menyangka kalau ternyata Erik memiliki penyakit jantung. Yah sejak kepergian Erik, Tara dan anak-anaknya kembali ke rumah Pak Aditya. Mereka tidak mau Tara dan anak-anak merasa kesepian. Jika di rumah Pak Aditya, ada Arle dan istrinya Laras, serta anak kembar mereka."Hari ini kamu masak apa, Ras?" tanya Tara ketika menghampiri Laras yang tengah asik di depan kompor."Eh, Mbak. Ini saya masak sayur opor tahu dan telur, pesanan Mas Arle," sahut Laras sambil tersenyum."Oh, si kembar ke mana?" tanyanya lagi."Itu ada sama Yusuf di depan, lagi diajarin main sepeda." "Yusuf pinter bang
Baca selengkapnya

48. Zaka belum menyerah

Sore hari, awan tampak beriak menghias langit nan biru. Satu dua kicau burung masih terdengar sahdu mengisi ruang sore sehingga tak terlalu sepi. Yah, Tara kesepian, benar-benar kesepian semenjak suaminya Erik meninggal dunia tiga tahun lalu. Tak ada lagi tawa dan haru yang mengisi hatinya. Walaupun ada anak-anak yang selalu membuat suasana rumah selalu ramai, tapi tidak dengan hatinya yang selalu merasa sepi."Assalamua'laykum," seru seorang lelaki dewasa tepat di depan wajahnya. Tara terlonjak kaget, bahkan kursi yang ia duduki berdecit karena beban tubuh Tara yang bergeser di sana."Wa'alaykumussalam," jawabnya tak acuh sambil membuang pandangan. Benar-benar mantan paling menyebalkan. "Sore-sore ga boleh bengong, Ra. Ntar cepat tua," ledek Zaka pada Tara yang selalu berwajah masam di depannya."Duduk, Mas. Ada perlu apa?"Zaka mendudukan bokongnya di kursi kayu, persis di seberang Tara. "Mm... anak-anak ke mana?" tanya Zaka sambil tersenyu
Baca selengkapnya

49. Akankah Tara Membuka Hatinya

Fia sudah lebih dahulu sampai di rumah. Anak gadis Tara itu sudah tumbuh menjadi gadis cantik dan lincah. Fia sudah duduk di bangku kelas satu SMA. Sedangkan Yusuf duduk di kelas satu SMP, dan Kinan atau Kinasih duduk di kelas enam SD."Yusuf ke mana, Ma?" tanya Fia saat tak melihat Yusuf di kamarnya."Lagi sholat sama Papa Zaka di masjid," sahut Kinan yang baru saja selesai sholat magrib di kamarnya.Mulut Fia membulat, membentuk huruf O, diikuti anggukan. "Eh, itu dia pulang." Tunjuk Kinan saat pintu terbuka."Assalamualaykum," ucap Zaka dqn Yusuf bersamaan."Wa'alaykumussalam," jawab Kinan dan Fia juga. Sedangkan Tara yang sedang menata meja makan, menyahut dengan sangat pelan."Fia sudah pulang?" tanya Zaka pada Fia."Sudah, Pa. Baru aja. Papa bawa apa?" tanya Fia menatap antusias dua bungkusan yamg ada di tangan Papa Zaka."Sate dan es buah," jawab Zaka sambil mengangkat dua bungkusan itu bergantian."Y
Baca selengkapnya

50. Cinta anak-anak untuk Zaka

Setelah bujuk rayu penuh air mata, akhirnya Tara mau ikut menemani anak-anaknya bermain di area Ancol, tepatnya di Dufan. Sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu mampir di pantai, mengambil beberapa foto di sana. Tentu saja hal itu membuat Zaka semakin bersemangat. Tak lepas matanya memandang Tara, dalam hati ia berdoa, semoga Allah segera membukakan pintu hati Tara, agar  mau menerima cinta tulusnya.Fia dan Zaka mengantre membeli tiket. Sedangkan yang lainnya tengah duduk di kursi tunggu yang tersedia tidak jauh dari loket pembelian tiket. Setelah mendapatkan tiket terusan tersebut, Zaka menggiring anak-anak masuk ke dalam area Dufan. Yusuf, Fia, dan Kinan begitu antusias. Mereka berlarian ke sana-kemari, sambil memilih permainan apa yang akan mereka coba terlebih dahulu. Mulai dari wahana 'Gajah Bledug, Kereta Misteri, Alap-alap, New Ontang-anting, Kolibri, Istana Boneka, Kora-kora, Arung Jeram, dan yang terakhir Niagara-gara. Anak-anak begitu senang saat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status