Home / Romansa / REVENGE: DENDAM CINTA ELAN / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of REVENGE: DENDAM CINTA ELAN: Chapter 11 - Chapter 20

71 Chapters

Bab 11

Dilema. Di satu sisi Dina bingung karena uang sakunya tinggal selembar pecahan lima puluh ribu. Di sisi lain ia tak mungkin meminta uang saku pada Elan sedangkan dua hari ini hubungan mereka belum ada perkembangan. Tak ada lagi kedekatan selain waktu makan malam. "Bry! Beri aku pinjaman ya, please.." Dina memelas. "Hmm.." "Kamu hmm hmm saja dari tadi, jawab iya dong Bry.." Dina mulai protes. "Hmm.." "Bilang hmm sekali lagi ku blokir kamu dari daftar sahabat." "Seperti punya sahabat lain saja, harap dipikir sebelum bicara." Bryan menang telak. Dina menghembuskan nafas berat, meletakkan kepalanya miring di meja kantin sekolah. Usahanya sedari tadi sama sekali tidak meluluhkan Bryan, sahabat semata wayangnya, yang sedari tadi fokus dengan layar ponselnya. "Tega kamu Bry.." wajah Dina murung. Bryan menutup layar ponselnya, meletakkannya di meja. Lalu memantengi sahabatnya yang terlihat kacau sedang men
Read more

Bab 12

"Bagimu, aku ini apa?" Tanya Dina serius. Elan menghentikan aktivitas mesumnya. Melepaskan ciumannya di leher Dina, mengendurkan kecepatannya dalam meremas. Ia tersenyum, menjatuhkan pandangan jauh ke pegunungan sebagaimana Dina. "Apa itu penting?" "Tentu saja.. Seorang gadis yang sudah diperlakukan sepertiku patut bertanya, kenapa seorang lelaki memperlakukannya demikian. Hanya nafsu? Atau pelampiasan?" "Aku sedang nafsu ingin menjilatmu tapi tidak bisa." Jawab Elan sambil terkekeh. "Itu bukan jawaban yang ku harapkan." Dina mengangguk kecewa. "Kamu mengalihkan pembicaraan dan.. Ah sudahlah.." Dina menekuk wajahnya, menelan kepahitan. Mungkin ia terlalu berharap. Tidak pernah ada yang spesial di mata Elan tentang siapa dirinya. Ia menyingkirkan kedua tangan Elan dari dadanya. Memasukkan kembali dua bola dadanya ke dalam. Mengancing seragamnya cepat, lalu melepas jas Elan dari bagian depan tubuhnya. "Aku ke toilet dulu,
Read more

Bab 13

"Kak Elan.." Suara Dina serak sarat gairah. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Elan merasa selangkangannya sangat ketat, tapi gerakan mata Dina yang ragu menyadarkannya akan sesuatu. Ia menarik diri dari tubuh istrinya. Rebah di ranjang mengatur nafas. "Kita baca dongeng saja.." Elan terkekeh sok tenang. Dina menemukan area sensitif Elan menggembung, pertanda lelaki itu sedang sangat menginginkannya. Ia tidak siap, tidak mau, lebih tepatnya belum yakin. Meskipun semenit lalu ia sempat pasrah jika Elan berniat menggaulinya. Dina duduk, mengatur nafasnya pula. Ia tak bisa terus-terusan begini. Berada di sisi Elan akan membuat lelaki itu tersiksa oleh nafsunya yang tidak tuntas. Ia tak mau menyiksa suaminya sementara sudah berkali-kali Elan memuaskannya. "Aku akan tidur di kamar lain.." Dina beringsut. Gadis itu segera menarik diri dari sisi Elan, tak mau keadaan kembali panas. Ia tak ingin Elan merasa diberi harapan palsu. Namun seke
Read more

Bagian 14

Sayang. Elan memanggilnya dengan sebutan yang baru. Biasa memang bagi pasangan lain, tapi bagi Dina, sepanjang usia pernikahan drama mereka yang belum genap dua bulan, panggilan itu tak ubahnya oase. Sebuah kesegaran yang menyejukkan. "Kenapa? Tidak suka ku panggil begitu?" Dina perlahan mengembangkan senyumnya. Ia tak mau terlihat begitu girang. Cukup seperlunya agar tidak memalukan. Ini membahagiakan tapi tak untuk dirayakan. "Kenapa harus tidak suka, hanya sebuah panggilan.." Jawab Dina santai. Elan membelai rambut Dina yang kini rebah di atas dadanya. Ia bisa merasakan dada kenyal Dina tergencet tubuhnya. Hangat mengundang jamahan. "Sayang.. Turun ya.. Takut ada yang bangun." Pinta Elan terdengar menahan sesuatu. Dina mendongak, tersenyum jahil. Ini saatnya menjajal kemampuan dan hasrat yang terpendam. Jika Arya pernah menerimanya, mengapa Elan tidak? Ia mendongak untuk memastikan wajah Elan, dengan seringai mengundang mena
Read more

Bab 15

Suasana kamar Elan memanas. Serangan cahaya matahari menyorot tubuh ramping yang telungkup di ranjangnya. Tubuh yang sedang pasrah dilanda gairah dan kebasahan di sekujur tubuhnya. Tautan bibir di meja sarapan mereka berlanjut di ranjang. Sepanjang perjalanan dari meja makan ke kamar, Elan memereteli seluruh pakaian yang membalut tubuh Dina hingga tercecer. Sebaliknya Dina membuka jas dan seluruh kancing kemeja Elan tanpa melepas pagutan mereka. Bibir mereka terlihat saling menggigit tak sabar, mencucup, menghisap, membelit satu sama lain seolah tak ada hari esok. Sesampainya di kamar Elan, Dina merebahkan tubuhnya di tengah-tengah ranjang. Berpose seksi dengan membuka kaki lalu mengelus perut hingga dadanya sendiri. Birahi Elan mencapai level maksimal menyaksikan Dina di hadapannya yang masih berdiri bertingkah seerotis itu. Ia segera merangkak mengambil posisi di atas tubuh istrinya. Dina segera melepas kaitan celana Elan, membuka ritsl
Read more

Bab 16

Elan masuk ke dalam apartemennya dengan senyum tak henti mengembang. Suasana hatinya sangat berbunga hari ini. Bagaimana tidak, selama beberapa jam di kantor pikirannya tak henti dihantui oleh wajah dan senyum Dina. Hasratnya hanya ingin menemui gadis itu dan berada di dekatnya, memeluknya, mendekapnya dalam perasaan selain kebutuhan yang semakin ia sadari. "Sayang..." Panggil Elan lantang. "Daisy.. Kamu di mana?" Tak ada jawaban. Elan menengok dapur tapi tak menemui istrinya. Ia masuk ke kamarnya tapi juga belum menjumpai sosok Dina. Elan mulai resah. Ia buka kamar mandi tapi tak menemukan gerakan apapun di sana. Terakhir, Elan membuka kamar Dina. "Dai.." Elan memotong panggilannya seraya tersenyum kala menemukan istrinya sedang tertidur di ranjang. Dibalik selimut Dina tampak pulas terpejam. Nafasnya teratur dan tenang. Rupanya ia kelelahan. Selama ditinggal Elan ia hanya tidur, mandi, makan sepotong roti, minum, ke
Read more

Bab 17

Elan mengamati wajah Dina serius, disambut bola mata Dina yang lari ke kanan. Gugup. Ia salah tingkah ditatap demikian. "Kamu tahu kenapa?" Dina menggeleng. "Karena aku menci.." Kring-kring.. Ponsel Elan berbunyi. Panggilan telepon dari kantor. Ia segera meraih ponsel itu dari meja. Menyingkirkan Dina dari pangkuannya seraya mengkode agar gadis itu mau menanti dengan telapak tangannya. Elan menjauhi Dina dan berjalan sembari membenahi ritsleting celananya ke arah dinding kaca, menghadap ke luar gedung. Rupanya ada seorang buyer dari Jepang yang memintanya bertemu di Surabaya. Dina menarik nafas panjang. Ia menenangkan diri sendiri karena merasa diduakan oleh sebuah panggilan telepon. Merasa harus belajar sabar untuk menjadi pasangan dari manusia sibuk seperti Elan. *** Dina berjalan agak mengangkang, menahan ngilu di selangkangan. Bergerak menghampiri Elan yang duduk di sofa. Mereka b
Read more

Bab 18

Aku tak pernah segelisah ini sebelumnya. Dari kemarin yang ku pikirkan hanya pulang, pulang, dan pulang. Untung urusan dengan buyer bisa ku percepat, jadi aku bisa mengambil penerbangan pagi sekali. Dua hari di Surabaya, yah tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Macet. Apalagi tak ada istriku di sisi. Kalian tersenyum? Aku pun sudah sering tersenyum sendiri jika ingat menyebut bocah itu istriku. Ya karena memang dia istriku. Lebih dari hasrat ingin dipuaskan, aku sangat merindukan wajah ayunya. Senyumnya yang menggelontor tubuhku dengan kebahagiaan. Aku rindu, sangat rindu. Aku tak peduli lagi dengan rencana balas dendam sialan itu. Itu bukan lagi sebuah prioritas, sudah ku lempar jauh ke tempat yang tak seorang pun sanggup menemukan. Ku rasa aku jatuh cinta. Di usia yang sudah matang ini aku merasa jatuh cinta bak seorang remaja. Sudah lama tak ku rasakan sensasi jatuh cinta sebahagia ini. Mungkin usiaku mengecil menyesuaikan usianya. Ah a
Read more

Bab 19

Elan mengusap puncak kepala Dina. "Cepat katakan Kak!" Dina tak sabar. Lelaki itu berbisik lirih. Patahan katanya dibentuk agar gadisnya gemas dan merengek manja. "Aku.." Elan sengaja memotong ucapannya untuk membuat Dina semakin penasaran. "Ayolah Kak.. Please.." Dina merengek sembari tersenyum gembira. Elan heran mengapa Dina bisa sebahagia ini hanya untuk mendengarnya bicara. Ia tertawa lalu mendekati telinga Dina untuk membisikkan niatnya. "Aku ingin mengajakmu bulan madu." "Oh.." Dina kecut. Hanya 'oh'. Ekspresi harap gadis itu seketika mengendur. Ternyata sebuah ajakan bulan madu, bukan ungkapan cinta yang sedari tadi mengitari otaknya, mendamba. Senyum kecut itu pun hampir raib jika saja Elan tak menyergahnya. "Tidak mau ya?" Elan kecewa. Dina buru-buru menggeleng. Ia tak mau Elan salah paham. "Mau kok.. Aku mau.. Ke mana?" Dina memaksakan senyumnya. Elan mene
Read more

Bab 20

Dina melihat hamparan taman bunga di Hokkaido. Matanya berbinar-binar menyaksikan berbagai macam bunga mekar dengan indahnya. Warna mereka tegas, setegas warna lipstiknya yang merah spesial untuk bulan madu mereka. Meskipun terlihat lucu di mata Elan, tapi ia menghargai Dina untuk dandan. Lagi pula apapun wujud Dina akan tetap cantik di matanya. Hanya saja kali ini terlihat lebih menggoda. "Kamu suka?" Tanya Elan sembari melingkari perut Dina. Dina menoleh ke belakang dan mengangguk penuh keceriaan. Elan pun gemas dan menciumi tengkuk Dina tak sabar, juga tak peduli bahwa lagi-lagi ini adalah tempat umum. "Mari kembali ke penginapan, aku sudah ingin kamu lagi.." "Kita baru sampai masa sudah kembali sih?!" Protes Dina kesal. "Suamimu kan ingin Sayang, penuhi kewajibanmu.." Elan menuntut beralasan. "Tadi di pesawat juga bilang begitu, begitu sampai masuk kamar langsung aku layani. Masa sekarang me time sebentar saja ti
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status